NovelToon NovelToon

Wanita Janda Istri Sang Dokter

Renterner Datang

"Sayang, kamu mau aku pilihkan yang mana?" tanya Sesil lembut, ia memegang dua jas hitam namun dengan jenis bahan yang berbeda. Ia kini dengan sang tunangan berada di butik memilih pakaian yang akan dikenakan saat pernikahan mereka dua minggu lagi. Ia sudah tidak sabar menunggu hari terpenting dalam hidupnya itu.

Tak sia - sia berpacaran lima tahun lamanya dengan seorang dokter muda kini impiannya untuk bersanding akan terwujud.

"Terserah kamu saja, aku yakin pilihan kamu selalu yang terbaik untukku." balas Fahmi tak banyak komentar. Ia tak begitu mengenal dunia fashion lantaran terlalu sibuk dengan para pasien di rumah sakit. Sedang waktu untuk bersama Sesil saja tinggal beberapa menit sudah berakhir karena ia harus kembali untuk melakukan operasi.

"Baiklah, aku pilih yang ini." Sesil menunjukkan jas di tangan kanannya.

Sesil sudah memilih gaunnya tadi dan sesuai arahan sang tunangan tentunya. Gaun putih sudah siap dipesan dan membuat gadis itu tersenyum sepanjang perjalanan pulang.

"Baiklah Sesil, aku kembali kerja dulu. Kamu tidak apa kan aku turun kan di sini?" Fahmi menghentikan mobilnya di muka gerbang rumah milik keluarga Setyo.

Diantar saja Sesil sudah sangat bahagia, karena jarang dan bahkan sangat sulit untuk mengajak Fahmi keluar.

Keluarga Setyo adalah orang berpengaruh, salah satu donatur terbesar yang mendanai tempatnya bekerja.

Selesai mengantar Sesil pulang, Fahmi lansung balik ke rumah sakit. Pasiennya kali ini adalah seorang pria paruh baya pensiunan tentara yang mengalami kelainan jantung dan sudah melakukan pemeriksaan lanjut.

Operasi akan berlangsung selama kurang lebih 4 sampai 5 jam lamanya. Meski itu waktu yang lama tapi sudah menjadi hal yang biasa bagi pemuda yang lahir 30 tahun lalu.

...****************...

Sementara itu di sebuah kontrakan kecil terdengar suara gaduh yang menghebohkan warga sekitarnya. Meski belum teramat malam, tapi tampaknya warga sekitar sudah pada menutup pintu rumah mereka.

Pintu digedor dari luar beberapa kali oleh penagih hutang.

"Cepat keluar ! Kalau tidak, aku bakar rumah ini !" teriaknya mengancam dengan penuh penekanan.

Seorang wanita dengan kerudung lusuh tampak membukakan pintu perlahan. Pintu itu terbuka lebar hingga memperlihatkan dengan jelas penghuni kontrakan.

Atasan kemeja abu - abu dengan setelan rok hitam plisket menunjukkan kesederhanaan wanita berhijab lusuh. Dan dengan seorang pria kecil yang merasa ketakutan bersembunyi di balik tubuh sang bunda. Dengan suaranya yang lembut, ia mengiba.

"Tuan, penjualan ku kemarin tak seberapa yang aku dapatkan. Cukup untuk membeli beras dan bumbu masak. Tak bisakah kau memberi waktu lagi padaku?"

"Dasar janda miskin ! Rugi besar jika aku tak mendapatkan apa pun darimu saat ini juga." umpat sang penagih hutang kesal lalu melirik dua bodyguard yang berdiri di sampingnya.

Dua orang bertubuh kekar lagi sangar itu pun langsung masuk ke dalam rumah meski sang empunya berusaha menghalangi jalan mereka.

Tampak sebuah tv kecil menyita perhatian mereka. Dan tak ada barang berharga lainnya selain kompor dan penanak nasi. Pria kecil yang tak lain anak sang wanita berusaha merebut tv sebagai salah satu hiburannya namun kalah tenaga dan justru tubuhnya terjungkal akibat tendangan pria itu.

Wanita bernama Saras memekik lalu menghambur ke arah sang buah hati untuk melihat keadaanya.

"Bagas, kamu nggak apa - apa kan, Sayang?" tanya nya penuh kekhawatiran.

Bagas meringkuk di pelukan sang bunda sambil menangis. Sudah pasti ia merasakan sakit tapi tak berani menyampaikan. Ia teramat kasihan pada wanita yang menjadi orang tua tunggalnya jika melihat dirinya sakit.

"Aku nggak apa-apa, Bunda." paksanya bohong.

"Hanya ini Bos, barang berharga di rumah ini." tunjuk pria kekar itu pada atasannya.

"Ck, tv rongsokan. Sudah bawa saja. Itu kompor, angkat!" titah sang bos.

Saras segera beranjak dan menghalangi penagih hutang membawa benda berharganya. Tanpa kompor ia tidak bisa melangsungkan bisnis menjual nasi goreng yang sudah ia geluti hampir 3 bulan ini.

"Ku mohon, jangan bawa kompor ini !" Saras sekuat tenaga menarik kompor itu dari tangan bodyguard. Terjadilah tarik menarik diantara keduanya.

Bodyguard yang lain berusaha menarik tubuh Saras. Saras meronta minta tolong namun tak ada warga yang berani datang meski mereka tahu dan mendengar kegaduhan itu. Warga seolah tuli. Mereka mencari aman untuk diri mereka sendiri. Tak mau berurusan dengan Pak Bordir sang renternir. Orang itu sudah lama ditakuti. Tapi tidak berpengaruh pada Joni sang mantan suami.

Joni terlilit hutang karena mengikuti judi sabung ayam dan judi lainnya. Ia tak perduli dengan kehidupan anak dan istrinya. Jika Joni menang judi, lantas ia pergi bersenang - senang dengan para Gundik.

Dan perceraian pun resmi tapi Saras tetap menerima imbasnya. Sang penagih hutang tak segan memberi ampun dan terus saja menindas.

Meski Joni di dalam bui pun, hidup Saras tak kunjung tenang juga.

Saras kalah tenaga dan terjerembab.

Pak Bordir beruntungnya masih punya hati. Ia juga berpikir untuk apa dirinya membawa kompor butut itu. Ia memberi kode untuk segera pergi.

"Awas saja kamu, jika satu minggu ini tak melunasi hutang 600 ribu aku pasti kan kamu dan anak kamu menjadi gelandangan !" tegasnya sebelum pergi.

Saras menangisi nasibnya yang begitu miris. Tapi demi sang putra ia tetap bertahan untuk tidak menyerah.

"Bunda ...." rengek Bagas menghampiri ibunya.

"Sudah, jangan nangis lagi, kita harus kuat dan tidak perlu takut. Ada Allah yang selalu bersama kita." hibur Saras lalu menyeka air mata pria berusia genap 7 tahun itu.

"Jika Allah ada, lalu mengapa tak menolong kita saat kita sulit?" tukas bocah yang masih polos pemikirannya.

Saras membenahi posisi duduknya lalu memangku Bagas. Lalu ia pun memberikan petuah yang akan membuat pria kecil itu mengerti.

"Allah itu Maha Penyayang dan rasa sayangnya tak terbilang. Seperti pada saat ini kita masih diberi kesempatan untuk hidup. Allah itu Maha Pengasih dan tak pernah pilih kasih. Seperti kita contoh nya, kita masih di beri tempat tinggal yang aman, bayangkan jika kita terlahir di Palestina sana, banyak korban yang mati karena serangan tembak dan rudal. Allah yang Maha Tahu tanpa kita beri tahu tentang kesulitan kita. Dan semua pasti ada saat yang bahagia setelah kita mengalami banyak kesulitan dan rintangan."

Lalu Saras membacakan potongan Al Quran surah Al Insyirah ayat 5 sampai 6.

"Yang artinya, maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Bagas mengerti lalu ia mengukir senyum. Saras tak henti memeluk dan menghujani putranya dengan ciuman.

"Bersabarlah Nak!"

Lalu Saras bangkit untuk merapikan perabotan yang berantakan akibat ulah anak buah Bordir tadi. Bagas dengan cekatan membantu ibunya.

"Bagas bantu ya Bunda, agar cepat selesai dan bisa pergi tidur."

"Bagas sudah mengerjakan PR?" sesibuk apa pun Saras, tak pernah ia melupakan tugas utama sang anak.

"Sudah dong Bunda!"

"Anak hebat!"

.

Hai reader semuanya, author membuat cerita baru dengan judul, "Aku menjadi dia untuk balas dendam." silahkan mampir !

Fitnah Yang Keji

Seperti biasa di pagi buta ini ketika suara ayam jago belum terdengar berkokok, Saras sudah bangun untuk menyiapkan kebutuhan berjualan.

Meski hanya menjual nasi goreng ia tetap bersyukur bisa bertahan hidup mencukupi kebutuhan tanpa seorang suami.

Dulu sebelum Joni ketagihan main judi, kehidupannya bisa di katakan kalangan menengah ke atas sebab ia bisa merasakan gaji bulanan dari sang suami yang bekerja sebagai karyawan pabrik.

Joni yang terpengaruh hasutan temannya lah yang membuat ia menggelapkan dana pabrik dan harus di PHK secara tidak hormat. Uangnya apa lagi kalau tidak ia gunakan untuk berjudi online.

Dan terpaksa Saras harus turun tangan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Ia harus bekerja sebagai buruh cuci di sebuah laundry yang tak jauh dari tempatnya tinggal.

Tak cukup sampai di situ, semua barang berharga hingga sertifikat rumah pun ludes digunakan Joni sebagai jaminan ia saat berjudi.

Semua itu membuat Saras menyesal telah menerima Joni menjadi suaminya. Nasi sudah menjadi bubur, mau bagaimana lagi.

Hingga sebuah tragedi saat pesta sabung ayam di area sekitar rumah kontrakan, Saras menghubungi polisi bahwa ada judi sabung ayam. Polisi segera datang dan meringkus Joni beserta pelaku yang lain.

Joni sangat marah pada Saras karena dilaporkan polisi. Seketika itu juga Joni menalak 3.

"Aku bersyukur ya Bang tidak menjadi istri mu lagi. Dan kamu jangan menyesal jika suatu saat nanti hidupku dengan Bagas akan lebih baik." ujar Saras kala itu.

Joni meludah, "Ch, setan kamu ya ! Awas saja jika aku bebas dari penjara aku akan membuat hidupmu tidak bahagia." ancamnya murka sebelum digiring ke mobil polisi.

Saras juga mendapat amukan dari para wanita yang suaminya ikut dipenjara. Mereka adalah Rika, Weni dan Susi.

"Sekarang kamu menjadi janda, sukurin kamu ! Makanya jadi wanita jangan belagu sok melapor ke polisi segala." nyinyir Weni begitu membenci Saras bahkan sejak awal pindah ke kontrakan.

"Emang enak menjanda janda." imbuh Susi.

Rika tak berkomentar, ia hanya memasang wajah sungut nan penuh kebencian.

Saras juga dipecat dari tempatnya bekerja lantaran tidak mau sang majikan ketiban sial.

Imbas dari kelakuan Joni tidak hanya pada sang mantan istri tapi pada pria kecil bernama Bagas. Ia mendapat rundungan dari teman sekelasnya dengan perkataan yang menyakitkan.

"Heh, anak penjudi, masih berani sekolah rupanya." ejek salah satu teman Bagas yang tidak lain anaknya Weni.

"Teman - teman, tahu tidak kalau sekarang ibunya Bagas menjadi janda." imbuh Raka anaknya Rika.

"Janda? Apa itu janda?" tanya teman yang lain.

"Itu, wanita yang dicerai suaminya." Tentu saja Raka tahu semua dan mengikuti perkataan ibunya.

Bagas tak berani menatap wajah semua teman - temannya, ia hanya menunduk lalu menangis. Dan bahkan setiap akan berangkat sekolah cacian dan hinaan selalu ia dengar tapi tak pernah ia gubris. Ia tak pernah mengeluh pada sang bunda karena tak ingin menambah beban. Tugasnya hanya belajar yang rajin agar orang tua bangga dengan prestasinya.

Guru kelas nya pun terkadang juga memandang sebelah mata terhadapnya.

Dan semenjak itulah, Saras memulai usaha bisnis kecil - kecilan. Saat perawan dulu ia hobi sekali memasak. Menjual nasi goreng menjadi pilihan nya. Ia membuka warung nasi goreng di rumah kontrakan. Terkadang jika Bagas tidak ada tugas dari sekolah ia membantu ibu sebisanya.

Usaha di awal memang tak semulus apa yang dibayangkan namun Saras tetap berserah diri pada sang Illahi.

Suatu ketika salah satu warga yang tidak sempat memasak karena tabung gas di rumahnya habis, ia memilih membeli nasi goreng di tempat Saras.

Dengan senang hati Saras melayani pembeli pertamanya dan kesan pertama membuatnya bisa tersenyum lebar.

"Wah, masakan nasi gorengmu enak, Saras! Aku mau dibungkus satu lagi." ujar bu Rina tetangga sebelah.

"Iya Bu, ini pedas atau bagaimana?" tanya Saras seramah mungkin.

"Samakan dengan yang tadi."

Saras segera membuat pesanan untuk bu Rina.

Dan waktu terus bergulir dagangan Saras makin terkenal dan laris manis.

Tentu saja hal itu tidak membuat Rika senang. "Enak saja kini dia yang untung, sementara aku tidak mendapatkan apa - apa selama suamiku dipenjara olehnya. Lihat saja, aku akan membuatmu di usir dari kontrakan." geramnya lalu menyelinap saat Saras sibuk melayani pembeli.

Dan ...

"Kecoa!" pekik salah satu pengunjung dan sontak berdiri menghentikan makannya.

Pembeli yang lain pun menoleh lalu kembali memandangi nasi goreng di piring. Merasa ragu untuk memakannya lagi padahal tinggal separuh.

"Ch, tempat ini tidak higienis, lihat saja ada kecoa mati di atas piringku. Bisa - bisa aku jadi sakit perut." omel wanita berambut kriwul.

"Mungkin kebetulan saat Anda datang kemari belum cuci tangan hingga mengundang serangga datang dan mendadak mati di atas piring Anda. Dan jika pun di tempat duduk Anda ada kecoa pasti di tempat lain juga ada, tapi di tempatku aman - aman saja." seorang pria dengan penampilan kaos oblong dan celana jeans bicara dengan santai dan bahkan ia menikmati makanannya.

Melihat pria itu bicara dan makan dengan aman, pengunjung lain mengikuti pergerakannya.

Wanita berambut kriwul merasa kesal lalu pergi tanpa membayar.

Saras mendesah kasar dan mengikhlaskan yang sudah terjadi.

Saras menghampiri pria yang menolongnya, "Terimakasih Tuan, dengan Anda berbicara seperti tadi membuat pelanggan tetap bisa menikmati nasi goreng di sini."

Pria itu hanya mengangguk datar. Ia sudah selesai dan melakukan pembayaran.

"Ini uang kembalian Anda, Tuan,"

"Tidak perlu. Ambil saja sebagai uang pengganti wanita tadi." ucap pria bernama Fahmi lalu bergegas pergi.

Ia salah satu pencinta kuliner, jika mendengar makanan yang enak ia akan datang untuk mencicipi sekali pun itu sulit ditempuh tempatnya.

"Rasanya lumayan, lain kali aku akan membawakan untuk Sesil. Ia pasti suka." gumamnya lalu memasuki mobil.

Wanita berambut kriwul tadi ternyata suruhan Rika, rencana untuk mengerjai Saras gagal. Rika menyusun akal baru agar Saras segera berakhir.

Seminggu sudah berlalu, dan saatnya jatuh tempo penagih hutang datang.

"Saras, keluar kamu dan jangan mencoba menghindar sekali pun kamu bersembunyi ke lubang buaya aku akan tetap mengejarmu !" teriak pak Bordir sedangkan kedua bodyguard nya mengetuk pintu.

Saras mendengar teriakan pria gempal dan bergegas keluar. Saras mencari toples biasa ia menyimpan uang namun tak menemukannya. Ia semakin resah dan takut.

Ketakutannya semakin memuncah karena uang yang ia tabung tak ada di tempatnya. "Kemana semua uangku?" gusarnya dalam hati.

Gedoran pintu semakin melengking. Saras bergegas membukakan pintu dan mencoba untuk bernegoisasi.

"Kurang ajar sekali kamu ya! Sudah aku kasih tempo satu minggu masih mengelak untuk bayar hutang." Bordir menarik hijab Saras lalu menghempaskan tubuhnya keluar rumah.

Para tetangga pun berhamburan keluar rumah setelah mendengar jeritan.

Bagas berlari menghampiri sang bunda, ia memeluk sambil menangis.

Saras merintih merasakan kram di perutnya akibat benturan dengan tembok.

Saras mengiba namun tak diindahkan.

"Mulai sekarang kamu pergi dari rumah ini!" usir Bordir.

Di kerumunan itu, Rika mendusel dan berteriak dengan lantang. "Perhiasan ku di curi, dan aku yakin janda ini yang telah mencurinya! Apa diantara kalian juga bernasib sama denganku!"

Beberapa warga segera kembali masuk ke dalam rumah untuk mengecek perhiasan mereka yang ternyata hilang.

"Iya, punyaku juga hilang!" seru warga lain.

Bodyguard masuk kembali ke dalam rumah Saras untuk mengecek dan ternyata ia menemukan kantong merah berisi perhiasan.

Setelah bodyguard memperlihatkan apa yang ia temukan, warga sangat marah dan menghakimi Saras.

"Aku tidak mencurinya !" elak Saras dan melindungi wajahnya dari amukan warga.

Pak Rt terlambat datang melerai mereka yang main hakim sendiri.

Saras hanya mampu menangis dan mengiba tapi pak Rt tidak bisa melakukan apapun karena bukti yang memberatkan Saras.

"Yah, cambuk saja dia agar jera!" usul Rika yang disetujui oleh dua temannya Weni dan Susi.

Pak Rt awalnya tidak setuju dengan hukuman cambuk namun ia kalah suara dengan warga.

Saras di seret lalu diikat di sebuah pohon.

Sementara Bagas dalam pengamanan pak Rt.

Rika yang begitu benci pada Saras yang akan memulai cambuk duluan.

Dengan tatapan bengis ia mencambuk tubuh Saras hingga ia berteriak kesakitan.

"Hentikan ...!"

Menikahi Janda

Pukul 15.30 Fahmi telah menyelesaikan operasi lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Operasi bedah yang ia tangani bersama tiga dokter lainnya cukup singkat, hanya satu setengah jam lamanya. Mengeluarkan timah panas dari tubuh pasien yang terlibat baku tembak.

Lantas Fahmi bergegas berganti pakaian.

"Mumpung malam Minggu, apel nih!" goda dari rekan kerjanya.

"Apaan sih Dokter Bella!" sahut singkat Fahmi dengan malu.

Kemudian Fahmi berjalan menuju parkiran.

Mumpung langit belum tampak gelap ia akan mampir ke rumah pasien yang selama ini menjadi pelanggan tetapnya untuk ia pantau perkembangannya setelah operasi jantung.

Fahmi tergolong dokter yang ramah yang tak pernah pandang bulu siapapun yang menjadi pasiennya. Membesuk orang sakit pun tak masalah baginya. Dan karena sikapnya yang lembut itu, banyak orang yang lebih menyukai dokter Fahmi sebagai dokter bedah ketimbang dokter lainnya.

Dan di usianya yang matang dan mapan itu, ia akan mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi gadis konglomerat seminggu lagi.

Bersyukurlah, pria pensiunan tentara yang menjadi pasiennya itu telah menunjukkan perubahan yang semakin membaik saat Fahmi berkunjung ke rumahnya. Lantas Fahmi pamit undur diri.

Ia teringat jika jalan akan pulang ini melewati sebuah warung penjual nasi goreng yang cukup lumayan enak rasanya. Sekedar lewat saja dan apabila masih buka ia akan membungkus satu untuk ia berikan pada Sesil. Yah, benar perkataan Bella tadi, mumpung malam Minggu.

Terlihat kerumunan ditempat yang akan ia tuju. Fahmi menepikan mobil lalu mematikan mesin. Terdengar sayup - sayup suara jeritan wanita yang memilukan hati. Fahmi menajamkan pendengarannya dan ia memang tak salah mendengar.

Kemudian ia mempercepat langkahnya ke arah kerumunan itu.

Tampak seorang wanita yang dianiaya oleh seorang wanita juga sedang banyak warga yang hanya sebagai penonton saja. Seperti mereka tidak punya jiwa kemanusian. Lantas pancasila sila ke dua hanya untuk hiasan di telinga saja kah?

Fahmi tidak terima dengan ketidakadilan yang ia lihat itu.

"Hentikan!" teriaknya yang berhasil membuat semua orang menoleh ke arahnya. Termasuk Saras.

Ia sudah tidak kuat lagi. Kedua lututnya gemetaran menahan bobot tubuhnya.

Begitu Rika menurunkan cambuknya, Bagas melepaskan diri dari dekapan pak Rt lalu berlari ke arah ibunya.

"Bunda ...." teriaknya panjang dan lansung memeluk Saras yang merasakan sekujur tubuhnya perih.

"Bagas," Saras mengerjapkan kedua matanya, rasanya ia ingin pingsan.

"Tindakan kalian ini bisa saya perkara kan ke polisi karena telah main hakim sendiri!" tegas Fahmi yang segera melepas ikatan Saras.

Mendengar kata polisi, Rika sedikit bergidik dan mencari kesempatan lalu menyelinap kabur. Ia tidak ingin bernasib sama dengan sang suami.

"Janda ini telah mencuri." Susi memprovokasi seraya menunjukkan barang bukti sebuah perhiasan yang ia genggam di tangan.

Tubuh Saras terlihat lemah tak berdaya lagi, Fahmi memegangi pundaknya dan dengan pelan membantunya untuk duduk selonjor ditemani Bagas. Fahmi akan menyelesaikan duduk perkara ini.

"Aku tidak mencuri. Demi Allah aku rela nyawaku dicabut jika aku benar mencuri." bisik Saras dengan mulut bergetar sangking lelahnya menerima cambukan yang entah sudah berapa kali ia rasakan.

Fahmi melirik Saras dan mendapati kejujuran di wajahnya. Kemudian ia berkata dengan lantang. "Aku percaya jika wanita ini tidak mencuri."

"Ada buktinya, telah ditemukan kantong berisi perhiasan milik warga yang sudah ia curi di rumahnya." sela salah satu warga sambil menunjuk Saras.

Lagi, Saras mengelak tuduhan itu, "Aku tidak mencuri, sungguh!" sambil menggelengkan kepala sebagai penegasan memang bukanlah dia pelakunya.

"Aku yakin bundaku telah difitnah. Bundaku orang baik, tidak mungkin mencuri." imbuh Bagas, pria kecil itu lalu mendekap erat tubuh ibunya.

Saras mengabaikan rasa sakit di sekujur tubuhnya sesaat mendapatkan pelukan dari Bagas. Pria kecil itu adalah obat dari segala rasa sakitnya.

"Alah, kamu tahu apa bocah kecil tentang Ibumu !" sarkas Weni.

"Kamu juga tidak mampu melunasi hutang, lebih baik kamu pergi dari sini!" imbuh Bordir menambah berat untuk Saras bertahan di lingkungan itu. Jika pun ia bertahan pasti percuma juga, semua orang telah mengecapnya sebagai pencuri.

"Iya, pergi saja! Aku tidak mau punya tetangga seorang pencuri."

Tanpa banyak cek cok lagi, Fahmi mengeluarkan dompet tebalnya. "Berapa hutangnya, aku yang akan melunasinya." ucapnya tegas.

"Kamu siapa, suami juga bukan, untuk apa membela janda ini?" tukas Susi yang tak terima jika Saras ada yang membela. Ia pikir dengan membuat Saras menderita sakit hatinya sudah terobati dan sangat impas atas yang Saras lakukan terhadap suaminya yang kini mendekam di penjara.

Mendengar ada yang akan melunasi hutang Saras, Bordir mengambil kesempatan emas ini dengan menaikkan nominal dari sebelumnya. "Satu juta !" serunya girang. Memang mengambil kesempatan dalam kesempitan sangatlah menguntungkan.

Saras menggeleng samar dan mengutuk atas tindakan Bordir yang terlalu bandit itu. "Kurang ajar kamu, tempo hari lalu kamu bilang 600 ribu, kenapa sekarang menjadi satu juta!" umpat Saras tak terima. Jika benar satu juta uang yang pria baik ini berikan maka akan bertambah pula hutangnya.

"Ch, kamu telat bayarnya makanya hutang kamu berbunga." ujar Bordir sembari tertawa gelak.

Fahmi mengeluarkan 10 lembar uang berwarna merah dari dompet hitamnya dan menyerahkan pada si penagih hutang.

Kemudian Bordir beserta anak buahnya pergi setelah menerima uang dengan membawa keuntungan besar.

Fahmi membantu Saras untuk bangkit, "Ayo, kita pergi dari sini!" ajak Fahmi yang membuat Saras tak mengerti.

Bukankah hutangnya pada Bordir sudah lunas berarti ia bisa menempati rumah kontrakannya kembali kan ? Dan memulai penghasilan baru untuk mencicil hutang dengan tinggal di lingkungan yang sulit.

"Kamu mau membawa janda ini pergi? Kemana? Ke hotel kah? Itu artinya kalian hidup kumpul kebo lalu berzina deh!" Susi mengompori dan berhasil membuat warga emosi.

"Ya, kami tidak mau itu terjadi. Kamu hanya orang asing yang tidak jelas."

"Wanita ini janda sedang kamu pria, kucing disodori ikan saja mau apa lagi kamu."

Pak Rt yang sejak tadi terdiam karena kesulitan untuk memulai bicara kini mengangkat suara.

"Saudara siapa? Apakah mengenal saudari Saras sebelumnya?"

"Fahmi Effendi. Aku seorang dokter. Aku tidak kenal sama sekali dengannya."

"Begini saudara Fahmi, jika kamu ingin membawa Saras pergi, kamu harus punya status yang jelas."

Fahmi tampak berpikir dan bisikan kasak kusuk mulai terdengar diantara mulut warga yang juga mempengaruhi pikirannya. Jika mengajak wanita janda ini pergi akan mau bawa kemana dia.

Lantas diamnya Fahmi membuat semua orang bergemuruh tak sabar menunggu keputusannya.

"Nikahi saja janda ini!" sarkas salah satu warga yang serentak mendapat persetujuan langsung dari yang lain.

Sepertinya Fahmi mengalami jalan buntu dalam pemikirannya dan mungkin keputusan ini yang terbaik meski sama sekali Fahmi tak mengenal janda beranak satu ini.

"Ya, aku akan menikahi Saras."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!