Membawa Pulang

Ambar menyengir mendapati adik laki - lakinya yang memutus panggilan secara sepihak itu. Saat akan kembali menidurkan buah hati, ia teringat dan mulai mencerna kalimat adiknya barusan. "Sesuatu yang ia bawa? Apa maksudnya?" gumamnya pelan lalu menghubungi adiknya yang lain.

Ambar memiliki dua adik selain Fahmi. Fenny namanya. Dia merupakan saudara kembar Fahmi.

Dan sekarang Fenny tengah hamil besar, perkiraan lahir 3 bulan lagi.

"Hallo Fenny, apa kamu tahu apa yang dilakukan Fahmi belakangan terakhir ini. Ia baru saja meneleponku, apakah hubungannya dengan Sesil terjadi sesuatu, padahal sebentar lagi mereka akan menikah ?" memang Ambar selalu protektif jika mendengar kata masalah pada keluarganya dan sebisa mungkin ia mencari solusi terbaik.

Sementara di kediaman Fenny.

"Hallo Kak Ambar, malam - malam begini kamu hanya menanyakan Fahmi lalu bagaimana denganku?" Gerutunya. Yah, selama hamil besar ini ia sudah jarang pulang ke rumah orang tuanya. Paling tidak sebulan sekali dan itupun jika suaminya tidak sibuk dan bisa menemaninya untuk berkunjung.

"Iya, maaf sayang, bagaimana kehamilanmu, sehat kan pastinya?" Ambar lupa berbasa basi dulu terhadap adiknya yang manja ini.

Fenny mendesah pelan, "Alhamdulillah baik Kak. Memangnya apa saja yang dikatakan Fahmi?"

"Dia bilang terjebak masalah. Pernikahan gitu. Dia juga mengatakan akan membawa sesuatu pulang ke rumah."

Fenny tampak terdiam mencerna semua kalimat itu dan belum sampai ia akan menjawab Ambar mengakhiri panggilannya.

"Ehm, sepertinya itu suara mobil Fahmi. Sebentar, aku akan melihat kejutan apa yang ia maksudkan."

Kedua bocah kembar sudah tertidur lelap rupanya. Ambar menuruni ranjang dengan pelan agar suara gesekan tubuhnya dengan kasur tak terdengar.

Lalu ia mengintip kedatangan Fahmi dari balik gorden kamarnya. Terlihat badan mobil berwarna silver memasuki pekarangan rumah. Dan si pengendara turun dari mobilnya, namun ia tidak sendiri. Ada seorang wanita tampak dari pakaiannya yang berhijab dengan seorang anak kecil dengan tas ransel di punggung.

Ambar mengerutkan kening sambil berpikir pasien mana yang ia bawa pulang. Dan tak pernah sebelumnya ia membawa pulang orang asing di malam hari.

Ambar bergegas keluar kamar untuk memastikan siapa tamu itu. Sepertinya ia mulai merasakan kegelisahan di dalam hati kecilnya.

Sementara Hendra dan Amira tengah menonton tv di ruang keluarga. Amira melihat Ambar yang menuruni anak tangga lalu menanyakan si kembar. "Si kembar sudah tidur?"

"Ah, iya Ma." Ambar tak melihat arah lawan bicaranya ia lurus menatap daun pintu dengan langkah terburu.

Hingga membuat Amira pun ikut menoleh.

"Ada apa Ma?" Hendra sepertinya menangkap kegelisahan.

Amira mengangkat bahu, "Entahlah Pa, Ambar kok buru - buru mau bukain pintu."

"Apa suaminya sudah pulang bertugas ?" terka Hendra.

"Kayaknya belum deh Pa, itu kan suara mobilnya Fahmi. Alex pulang dua hari lagi kata si Ambar." Amira kembali memalingkan muka melanjutkan tontonannya.

Sementara di luar rumah, Fahmi sudah mulai berkeringat dingin. Denyutan di kepalanya pun mulai menyergap. Apalagi dengan keadaan jantungnya, jangan ditanya lagi? Sudah pasti bagaikan tabuhan genderang yang mau perang.

Hal yang sama terjadi pada Saras juga. Wanita yang lahir 30 tahun itu pun tampak memilin ujung bajunya sebagai pelampiasan rasa takut yang mendalam. Ia akan siap dengan segala apapun yang akan terjadi di dalam nanti. Dan ia pun juga harus merelakan keadaan jika suami barunya ini akan menceraikan dirinya seketika itu. Kasta mereka berbeda jauh bagaikan langit dengan bumi. Cinta juga tidak ada diantara mereka. Sangat layak jika harus berpisah.

"Aku takut." gumam Saras lirih. Wanita berhijab itu mengigit salah satu bibirnya yang mulai bergetar.

Fahmi merasakan apa yang Saras rasakan. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban, "Kalau begitu mari kita pasrahkan semua urusan pada sang Illahi. Pasti ada jalan keluar untuk kita lewati."

Saras tak berhenti dalam beristighfar dan terus melantunkan bacaan zikir sebagai bentuk rayuan pada sang Tuhan.

Fahmi mengetuk pintu dan selang berikutnya pintu itu terbuka lebar.

Terlihat wanita dengan tubuh montok berdiri di ambang pintu dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Fahmi!" panggilnya lalu menatap heran ke arah tamu yang Fahmi bawa.

"Kak Ambar. Aku bisa jelaskan semua di dalam. Tolong bantu dia jalan!" mohon Fahmi seraya menunjuk Saras. Sementara dirinya berjalan lebih dulu.

Bagas yang sedari tadi terpukau dengan kemegahan rumah yang ia masuki menjadi sedikit takut.

"Bunda, ini rumah siapa?" bisiknya tapi masih terdengar oleh Ambar.

Ambar penasaran dengan dua orang asing ini, dan pertanyaannya terpaksa harus ia simpan lebih dulu dan menunggu kejelasan dari Fahmi setelah ini.

"Ayo, aku bantu kamu berjalan! Sepertinya kamu sedang terluka." Terlihat memang ada beberapa goresan di wajah dan tangan Saras. Ambar berkata dengan lembut sekalipun dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal, lalu memapahnya membawanya masuk ke ruangan keluarga. Bagas mengekor dari belakang dengan penuh pertanyaan yang juga penasaran rumah siapa yang ia masuki ini.

Fahmi sudah tiba di hadapan orang tuanya, dengan sedikit rasa keberanian dan doa ia membuka suara. "Pa, Ma!" panggilnya hingga membuat kedua pasangan paruh baya itu mengalihkan perhatiannya dari acara tv favorit mereka.

"Kamu sudah pulang, Fahmi?" Amira mengulas senyum ramahnya.

Fahmi terlihat kaku dan bingung, semua rangkaian kalimat yang ia susun begitu rapih kini seakan buyar dan suara itu seolah tercekat di tenggorokan dan membuatnya gagap.

"A-da yang i-ngin aku sam-paikan pada kalian berdua." Satu kalimat yang berhasil lolos sebagai menu pembuka.

Amira melihat gelagat Fahmi yang tak wajar. "Fahmi, kamu sakit? Wajahmu terlihat berkeringat dingin." Lalu bangkit dari sofa untuk memeriksa keadaan sang anak.

Seketika itu juga Ambar datang bersama Saras dan Bagas. Kedatangan mereka memicu perhatian Hendra dan membuatnya berdiri.

Amira menoleh ke arah mereka. "Siapa kamu?" lalu memindai pandangannya ke arah Fahmi.

Saras tertunduk malu untuk menjawab pertanyaan yang begitu mudah seharusnya di jawab.

"Siapa dia, Fahmi ?" Ulang Amira pada sang putra.

Fahmi terdiam lalu menyapu pandangan setiap orang. Ia merasakan matanya yang mulai panas.

Sebelum berkata ia mengucapkan kalimat basmallah sebagai doa kelancaran.

"Dia adalah istriku." terangnya yang membuat semua orang membelalakkan mata tercengang.

Apalagi dengan Ambar, ia adalah orang pertama yang mendapatkan petunjuk dari Fahmi tentang arti terjebak masalah di telepon tadi. Ia mulai mengaitkan pernyataan Fahmi dengan wanita lemah yang berdiri di sampingnya.

Bagaimana bisa ia mengatakan kalau sudah menikah dengan orang lain sementara semua persiapan resepsi pernikahan sudah di pesan tinggal pasang jadi. Catering, asesoris pernikahan, panggung dan lainnya sudah siap.

Amira menekan jantungnya yang mulai sesak. "Apa yang barusan kamu katakan, Fahmi ?" Ia sangat butuh penjelasan. Bagaimana nanti ia menghadapi sang besan jika sudah seperti ini.

"Fahmi, kamu jangan bercanda!" Sentak Hendra yang begitu terpukul juga mendengar keterangan Fahmi.

"Maafkan aku, Ma, Pa, aku terpaksa menikahi Saras karena hanya niatan untuk menolong saja."

Ambar belum mau menyela, ia masih menyimak jalan cerita.

"Menolong apa maksud kamu!" bentak Hendra yang mulai tersulut emosi.

Suara Hendra yang menggelegar membuat Bagas takut lalu sontak memeluk ibunya.

Begitu pula dengan Saras, ia mendekap erat sang buah hati.

Saras mulai berani mengambil suara. "Aku hanya seorang janda, Tuan dan Nyonya. Mas Fahmi telah menolongku dari permasalahan yang pelik hingga sebuah pernikahan dadakan menjadi solusi kala itu. Sungguh, tidak ada niatan bagiku untuk merusak hubungan kalian. Tolong, jangan salahkan Mas Fahmi dalam permasalahan ini !" Saras berkata dengan begitu santun. Ia mengiba mengatupkan kedua telapak tangganya sambil berurai air mata.

"Jika pun kehadiranku tak direstui di keluarga ini, biarlah aku kembali ketempat ku berasal." Saras menggenggam erat tangan Bagas sebagai rambatan ia berjalan lalu mengambil langkah balik kanan.

"Bunda, bukankah kita sudah diusir, lalu kita akan tinggal dimana?"

Episodes
1 Renterner Datang
2 Fitnah Yang Keji
3 Menikahi Janda
4 Menikahi Janda 2
5 Membawa Pulang
6 Menerimanya Menjadi Menantu
7 Semakin Benci
8 Sarapan Bersama
9 Menemui Sesil
10 Sebuah Tamparan
11 Masakan Enak
12 Menjadi Buron
13 Pindah
14 Sadar Posisi
15 Pernikahan Yang Kedua
16 Rasa Itu
17 Sebuah Kerinduan
18 Nasi Goreng
19 Cemburu ? Itu Pasti.
20 Dia Hamil
21 Ketahuan Hamil.
22 Amukan Sesil
23 Bertemu Joni
24 Rekayasa
25 Kepanikan Fahmi
26 Kelicikan Sesil
27 Menjaga Bagas
28 Mencari
29 Bersama Bagas
30 Karena Kamu Adalah Istriku
31 Terbongkar
32 Terbongkar -2
33 Terbongkar - 3
34 Menemukan Bagas
35 Mengajak Berpisah
36 Kebebasan Amira
37 Sesil Keluar
38 Jangan Iri
39 Kasmaran
40 Joni Berhasil Kabur
41 Sigap
42 Siapa Saras ?
43 Tertangkap
44 Nego Berhasil
45 Nego Berhasil 2
46 Penangkapan
47 Tamu Tak Terduga
48 Jebakan Sesil
49 Siapa Bilang Kamu Bekas Orang Lain ?
50 Sakit Tak Berdarah
51 Alergi
52 Garis Dua
53 Kedatangan Joni
54 Menghasut
55 Marah
56 Berkunjung
57 Tak Sudi
58 Sulit Untuk didekati
59 Serangan Brutal
60 Menjadi Tahanan
61 Keguguran
62 Keguguran 2
63 Keajaiban
64 Titik Terang
65 Titik Terang 2
66 Mencari
67 Meminta Maaf
68 Persalinan
69 Lahiran
70 Sakila dan Sakira
71 Hasil Tes
72 Kecelakaan
73 End
Episodes

Updated 73 Episodes

1
Renterner Datang
2
Fitnah Yang Keji
3
Menikahi Janda
4
Menikahi Janda 2
5
Membawa Pulang
6
Menerimanya Menjadi Menantu
7
Semakin Benci
8
Sarapan Bersama
9
Menemui Sesil
10
Sebuah Tamparan
11
Masakan Enak
12
Menjadi Buron
13
Pindah
14
Sadar Posisi
15
Pernikahan Yang Kedua
16
Rasa Itu
17
Sebuah Kerinduan
18
Nasi Goreng
19
Cemburu ? Itu Pasti.
20
Dia Hamil
21
Ketahuan Hamil.
22
Amukan Sesil
23
Bertemu Joni
24
Rekayasa
25
Kepanikan Fahmi
26
Kelicikan Sesil
27
Menjaga Bagas
28
Mencari
29
Bersama Bagas
30
Karena Kamu Adalah Istriku
31
Terbongkar
32
Terbongkar -2
33
Terbongkar - 3
34
Menemukan Bagas
35
Mengajak Berpisah
36
Kebebasan Amira
37
Sesil Keluar
38
Jangan Iri
39
Kasmaran
40
Joni Berhasil Kabur
41
Sigap
42
Siapa Saras ?
43
Tertangkap
44
Nego Berhasil
45
Nego Berhasil 2
46
Penangkapan
47
Tamu Tak Terduga
48
Jebakan Sesil
49
Siapa Bilang Kamu Bekas Orang Lain ?
50
Sakit Tak Berdarah
51
Alergi
52
Garis Dua
53
Kedatangan Joni
54
Menghasut
55
Marah
56
Berkunjung
57
Tak Sudi
58
Sulit Untuk didekati
59
Serangan Brutal
60
Menjadi Tahanan
61
Keguguran
62
Keguguran 2
63
Keajaiban
64
Titik Terang
65
Titik Terang 2
66
Mencari
67
Meminta Maaf
68
Persalinan
69
Lahiran
70
Sakila dan Sakira
71
Hasil Tes
72
Kecelakaan
73
End

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!