...- happy reading, dear -...
...***...
"Kalea bukan?"
Gabriel akhirnya bertanya pada gadis yang sedari tadi diam mematung menatapnya. Melihat diamnya gadis itu mengalihkan pandangan Gabriel pada pergelangan tangannya yang memerah.
"Ikut gue..."
Gabriel menarik tangan Kalea, membawanya menuju kantin tempat biasa mereka nongkrong yang tak jauh dari tempat mereka saat ini.
"Siapa tuh cewek? Gue baru lihat," ujar Bobby yang berjalan di belakang Gabriel dan gadis asing itu.
"Mana lah gue tahu. Dia manis bangat..." sambung Haris membuat Bobby dan Adit menganga.
"Anjir! Gue baru dengar lo Ris muji perempuan. Gue kira selama ini lo belok..."
"Lo lagi sadar kan ngomong begituan?" ujar Adit.
"Palingan telinga lo yang bermasalah," jawab Haria membuat Adit bungkam.
"Lo berdua gak ngerasa aneh sama itu cewek? Kayak pernah kenal tapi siapa ya, gue kayak ngga asing sama mukanya," ujar Adit.
"Dih! sejak kapan lo kenal cewek? Lo kan takut sama Miranda kalau lo dekat-dekat sama cewek lain," tutur Bobby.
"Gue gak takut yaelah, gue gak mau ajah cari ribut aja. Tau sendiri gimana Miranda kalau ngamuk, habis gue digebukin."
***
Bunyi bel sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu tapi Gabriel dan ketiga rekannya malah asik bersantai ria di kantin bersama gadis asing itu. Kalea duduk disebelah Gabriel sementara Adit, Bobby dan Haris duduk tepat di depan keduanya. Mereka dipisahkan oleh sebuah meja panjang.
"Jadi lo adiknya Zion.." kata Adit seraya memutar gelas kosong ditangannya. Kalea mengangguk tanda ia mengiyakan.
"Terus kenapa bisa pindah sekolah kesini?" Adit bertanya lagi membuat Gabriel mendengus kesal mendengarnya.
"Itu—"
"Berisik lo, Dit! Nanti deh lo nanya-nanya," potong Gabriel begitu saja. Adit seketika diam karena tatapan tajam laki-laki itu.
"Mang Kumis, pesan nasi gorengnya satu ya, gak pake lama," teriak Adit ke arah dapur kantin.
"Minumnya kayak biasa, teh hangat," lanjutnya dan langsung dibalas Mbah Kumis dari belakang.
"Mana tangan lo, sini gue lihat dulu."
Gabriel mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh Kalea. Ia menarik napas saat jemari panjang laki-laki itu menyentuh permukaan kulitnya.
"Modus itu modus..." celetuk Adit lalu mendapat tatapan tajam kesekian kalinya.
"Sori, sori. Masih pagi udah mau makan orang ajah."
Gabriel sesekali mencuri pandang ke arah gadis yang duduk tenang di depannya. Jarak mereka juga hanya beberapa jengkal saja membuat Gabriel bisa mengharum aroma tubuh Kalea yang begitu memabukkan.
"Kenapa cowok tadi gangguin lo?" Gabriel berkata dengan perlahan sambil mengobati tangan Kalea yang memerah. Ya, cukup sakit untuk seorang perempuan.
Tak hanya cowok itu yang serius menunggu jawaban Kalea, Haris yang bermain game candy kesukaannya pun tak luput memperhatikan gadis itu. Begitu juga dengan Adit yang mengunyah makannya sambil menatap Kalea sesekali. Bobby juga demikian.
"Itu karena gue gak mau kasih tau nama gue siapa. Segala cara dia coba buat maksa dan itu hal yang gak gue suka bahkan dia sampai main pegang, kan gak sopan jadinya," jelas Kalea sekali tarikan napas.
"Dia cowok gak beres Kalea. Untung kita datang tepat waktu dan lo gak kenapa-napa, cuman luka ringan doang," kata Adit.
"Makasih banyak..." jawab Kalea tersenyum tipis membuat Adit tersipu malu.
"Jangan senyum dek, jantung gue panas dingin nih," ujar Adit menyentuh dadanya sambil bertingkah menjijikan.
"Woi, anak ayam!!" lontar Bobby melihat tingkah Adit barusan. Adit baru saja melakukan hal alay pada Bobby membuat Bobby bergidik geli.
Melihat kelakukan seniornya yang baru ia kenal, Kalea tertawa ringan dan sontak membuat gabriel yang masih menyentuh tangan gadis itu terpana melihat lesung pipi Kalea--cantiknya bertambah sepuluh kali lipat.
"KALEAAA!!"
Brak!!
Zion berteriak seraya mematung berdiri dekat pintu membuat mereka yang ada di kantin sontak menoleh ke arah pintu. Zion spontan duduk disebelah kiri Kalea membuat Kalea refleks menjauhkan tangannya dari pegangan cowok bernama Gabriel.
"Mana yang sakit, mana?!" ujar Zion heboh sendiri.
"Kelamaan lo! Udah keburu diobatin si bos dari tadi," kata Haris membenarkan.
"Siapa yang lakuin ini, hah? Mampus gue kalau Papa tau lo kenapa-napa. Baru juga kakak tinggal satu jam udah kenapa-kenapa ajah."
Zion mengangkat pergelangan tangan Kalea ke atas meja kemudian menatap tangan gadis itu yang masih memerah.
"Ini kenapa? Kok merah bangat tangannya?"
"Gak papa kok kak, untung teman kakak nolongin Lea. Lea juga gak kenal siapa cowok tadi."
"Bian orangnya. Dia yang buat tangan adik lo Semerah itu." Gabriel langsung mencelos cepat mengatakan pelakunya pada Zion membuat raut wajah Zion seketika mengetat.
"Dia lagi? Perlu bangat matanya itu gue keluarin dari tempatnya. Gak bisa lihat orang cantik," geram Zion dengan kalimat sedikit pujian untuk Kalea.
"Santai Zi, santai. Gabriel udah kasih pelajaran sebelum lo ngamuk..." kata Adit.
"Thanks ya kalau gitu. Kalau gak ada lo mungkin adik gue bakal kenapa-napa." Gabriel berdehem lalu menatap layar ponselnya. Ia bergeser, menjaga jaraknya dari Kalea yang sibuk mengobrol dengan Zion.
Sementara itu, Kalea menarik lengan seragam Zion, hal itu tidak luput dari pandangan Adit. Memang ya Adit ini matanya selalu kemana mana.
"Jam pertama udah mau habis, Lea belum ketemu Kepala sekolah," ujar Lea pelan.
Sementara Zion, cowok itu justru menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. Melihat gelagat kakaknya, Kalea menautkan kedua alisnya dan melepaskan pegangannya pada lengan cowok itu.
"Kakak gak mau anterin Lea ke ruang Kepsek, iya?"
"Bukan gitu, Kakak ada urusan sebentar. Lo diantar teman kakak ajah ya. Dia ini cowok baik kok," kata Zion menepuk pundak Gabriel. Kalea melirik sebentar lalu menatap Zion dengan lekat.
"Lea ngga mau. Kakak udah janji temani Lea ketemu kepala sekolah. Lea—"
"Anterin adik gue iya..." kata Zion bangkit membuat Kalea memasang wajah kesal. "Gue cuman sebentar doang, sekalian antar ke kelasnya juga."
Kalea menatap nanar. Ia menatap punggung kakak nya keluar dari kantin bersama dua orang yang menolong dirinya tadi. Melihat punggung kakaknya menjauh Kalea diam tak berkutik sampai ia merasakan pergerakan laki-laki disebelahnya.
"Ayo, gue antar ke ruang kepala sekolah," ujar Gabriel membuat Kalea langsung berdiri dan berjalan mengikuti langkah cowok di depannya. Namun kepalanya menoleh pada Haris yang masih duduk di kursi panjang.
"Tunggu kak..." Gabriel berhenti dan berbalik badan. "Kakak gak ikut anterin Kalea?"
Gabriel menaikkan sebelah alisnya setelah mendengar ucapan adik dari temannya. Haris yang saat itu melihat Kalea mendadak bingung. Pada siapa gadis itu bertanya, gumam Haris dalam hati.
"Lo ngomong sama gue?" telunjuk Haris mengarah pada hidungnya.
"Iya Kak."
Entah setan apa merasuki Haris membuat cowok itu bangkit dari duduknya dan berjalan di samping Kalea. Haris melirik Gabriel dan cowok itu hanya menggelengkan kepala. Kalea berdiri diantara keduanya. Ia menjadi objek yang murid-murid lain lihat sewaktu berjalan di koridor sekolah. Hingga Gabriel berhenti di depan ruangan bertuliskan ruang kepala sekolah.
Kalea menoleh pada Gabriel. Cowok itu hanya memasang wajah datar kepada Kalea.
"Lo bisa masuk sekarang. Kita bakalan nungguin lo disini."
"Tapi—"
"Masuk..."
***
📍Ruang kepala sekolah
"Pak Bagas selaku orangtuamu sudah memberitahukan Bapak bahwa putrinya akan masuk hari ini. Jadi benar, kamu Kalea Ludovica?" tanya Pak Muklis, nametag di dada kanan beliau memperjelas.
"Iya Pak. Saya Kalea Ludovica."
"Baiklah. Kelas kamu ada di sebelas IPS satu dan selamat bergabung di SMA Bintang. Bapak harap kamu bisa memberikan yang terbaik di sekolah tercinta kita ini."
"Saya akan berusaha semaksimal mungkin Pak. Terimakasih."
Kalea keluar dari ruangan. Ia mengira kedua cowok tadi akan meninggalkannya tapi ternyata mereka masih anteng berdiri di depan ruangan kepala sekolah.
Mendengar pintu terbuka, Gabriel memutar badan menghadap Kalea. Setelah ia mengatakan ruangan kelasnya dengan jelas, Kalea kembali mengayunkan kedua kakinya berjalan bersama kedua cowok itu.
Mereka terus berjalan menyusuri lorong setiap kelas menuju lantai tiga. Tidak ada obrolan yang terdengar, hanya suara bisik-bisik beberapa kelas setelah melihat kedatangan mereka.
Berhentinya Gabriel membuat Kalea menghentikan langkahnya. Ia mengamati keadaan sekitar. Sekolah yang sangat indah.
"Permisi..."
Gabriel berseru tanpa mengetok pintu kelas lebih dulu. Guru wanita itu tetap tidak menoleh padanya. Sementara seisi kelas termasuk kaum perempuan mulai menatap kedatangan dirinya berdiri di ambang pintu kelas.
"Eh lihat tuh ada Gabriel di depan kelas..."
"Ngapain dia ke kelas kita?"
"Mana gue tau bego!"
"Eh, siapa tuh cewek!"
"Kelas kita kedatangan murid baru ya?"
Blablablabla
"Permisi Bu, budeg atau gimana!" seru Gabriel kedua kalinya membuat Kalea disampingnya menganga mendengar. Guru wanita itu menoleh kemudian membelalakkan mata melotot kepada Gabriel.
"Tidak bisakah kamu lebih sopan sedikit, Gabriel? Ketuk pintunya atau ucapkan salam, kan bisa..." kata Bu Salma guru sosiologi yang paling ia benci. Walau pun Bu Salma tidak mengajar dalam kelasnya tetap saja ia tidak suka melihat keberadaan guru tersebut.
"Terserah. Gue cuman antar ini cewek ke kelasnya dengan keadaan selamat. Permisi..."
Gabriel berlalu dari sana diikuti Haris dari belakang. Bu Salma mengembuskan napas berat. Untung saja Gabriel bukan anak muridnya kalau sampai itu terjadi Bu Salma akan tiap hari bertengkar dengannya.
Bu salma dibenci seluruh pasukan Vesarius, kecuali Haris, karena beliaulah sumber masalah mereka selama ini. Mentang-mentang beliau guru BK beliau seenak jidat menghukum mereka saat itu, membuat Bu Salma mau tidak mau menerima kebencian Gabriel dan Gabriel sendiri memasukkan Bu salma dalam daftar hitamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments