Setelah memarahi anaknya, Nilam kembali ke kamar. Rupanya amarah wanita itu belum juga reda. Ia membanting pintu kamarnya dengan keras, lalu mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang.
Nafasnya beradu, tatapannya tajam. Ingin rasanya ia membanting barang yang ada di hadapannya. Sudah bertahun-tahun lamanya, kenapa rasa benci terhadap anaknya belum juga hilang, pikirnya.
Ia ingin memberikan kasih sayang pada anak itu, memberikan pelukan layaknya seorang ibu terhadap anaknya. Namun ketika ia melihat anaknya, rasa benci itu selalu muncul
Kesalahan sepele yang dilakukan anak itu selalu saja membuat amarahnya meledak.
Seperti saat ini, air mata wanita itupun meledak.
Nilam menangis sembari mencengkeram erat sprei dengan kedua tangannya.
Kejadian 14 tahun yang lalu selalu saja terngiang di kepalanya.
#POV NILAM
Nilam menikah dengan seorang laki-laki yang bernama Ricko. Pernikahan tersebut terjadi karena sebuah perjodohan. Lebih tepatnya Ricko yang memaksa orang tua Nilam untuk menikahkan dirinya dengan anaknya
Tentu saja ayah Nilam menyetujuinya, karena Ricko anak dari keluarga kaya yang telah memiliki beberapa perusahaan besar di kotanya. Dengan menikahkan Nilam, ayahnya berharap perusahaan miliknya bisa berkembang dengan pesat karena memang beberapa bulan ini, perusahaannya beberapa kali kalah dalam tender, dan membuatnya hampir bangkrut karena menjual beberapa persen saham yang di miliki nya.
Nilam menolak keras akan perjodohan itu, karena dia tidak mencintai Ricko. Memang Ricko dari keluarga yang kaya raya, bahkan Ricko sudah memiliki perusahaan sendiri di usianya yang menginjak 26 tahun. Selisih 2 tahun dengan Nilam, yang berusia 24 tahun.
Tapi itu semua tak membuat Nilam menyetujui perjodohan itu. Nilam tak menyukainya, ia menganggap Ricko laki-laki yang angkuh dan sombong, yang merasa bisa memiliki segalanya dengan uang. Dan ada sesuatu hal lain yang membuatnya sangat membenci Ricko, tapi ia tak bisa memberitahukannya pada orang tuanya.
"Aku tidak sudi pa menikah dengannya" seru Nilam yang kini duduk di sofa ruang keluarga bersama kedua orang tuanya.
"Papa tidak membutuhkan persetujuanmu, papa hanya memberi tahumu" tegas papa Nilam dengan menunjuk jari telunjuknya ke arah Nilam
"Tapi pa... "Teriak Nilam
" Jangan berteriak kepada papa" bentak papa Nilam
"Pernikahan akan tetap di laksanakan pada bulan depan, orang tua Ricko sudah menyetujuinya" sambungnya lagi sembari meninggalkan anak dan istrinya di ruang keluarga
Nilam memanggil papa nya berulang kali, namun rasanya sia-sia, papanya tak mempedulikannya. Matanya terasa panas, karena menahan air mata yang hendak keluar dari tempatnya.
Nilam melirik ke arah mamanya, yang duduk di sebelahnya.
"Ma... " ucap Nilam dengan lirih
"Turuti saja nak apa kemauan papamu" ucap mama Nilam seraya menyibakkan rambut anaknya ke belakang telinga.
"Aku tidak mau ma, aku tidak mencintainya, aku membencinya, aku tidak ingin menikah dengannya" Tangisannya pun kini pecah, membasahi pipi dan dagunya
"Sabar ya sayang, cinta akan tubuh seiring berjalannya waktu"
"Tapi aku membencinya ma" tangisannya masih tak menyurut
"Apa yang membuatmu membenci Ricko nak? memangnya kamu sudah lama mengenal dengan Ricko? setahu mama, kamu tidak begitu mengenal Ricko"
Sejenak Nilam diam, entah apa yang harus ia katakan kepada mamanya. Ia tak mau membuat mamanya bersedih.
"Aku hanya tidak suka dia saja ma, dia angkuh"
Mama Nilam tersenyum sembari menarik tubuh anaknya kedalam pelukannya dan memberikan usapan lembut di punggung anaknya.
"Jangan menilai seseorang seperti itu nak, sebelum kamu kenal betul orang itu, kenali lah dulu Ricko. Mama yakin Ricko laki-laki yang baik, dia pasti bisa membahagiakanmu nak" ucap mama Nilam.
"Aku membencinya, sungguh membencinya. Bagiku dia bukan laki-laki baik. Apapun yang berhubungan dengannya, aku sungguh membenci itu semua" batin Nilam.
#POV Author
Nilam melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Keluar dari kamar mandi, Nilam langsung merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Rasanya hari ini begitu melelahkan, bukan hanya tubuhnya, tapi hati & pikirannya juga lelah. Lelah dengan semuanya, ingin rasanya ia pergi jauh, namun ia tak sanggup melakukannya.
Tak butuh waktu lama, akhirnya Nilam pun tidur.
Di kamar Amora, anak itu ternyata tidak bisa memejamkan matanya. Ia menggigil kedinginan, selimut bulu yang menutupi tubuhnya tak mampu menghilangkan rasa dingin di tubuhnya
Di saat seperti ini, ingin rasanya ia di peluk oleh ibunya untuk menghangatkan tubuhnya. Namun ia sadar, itu semua tak mungkin. Ibunya tak akan memeluknya. Mungkin ketika ia sekarat sekalipun, ibunya tak mungkin memeluknya.
Amora hanya bisa menangis memikirkan itu semua, kapan ibunya akan mau memeluknya? Walau hanya sebentar saja, pikirnya.
Ia hendak menghubungi bi Rose untuk menemaninya tidur, namun ia tak enak jika menganggunya karena ini sudah hampir tengah malam. Bi Rose pasti sudah tidur lelap di kamarnya.
Keesokannya
Setelah hujan deras tadi malam, dan pagi ini terlihat cerah karena matahari sudah memperlihatkan dirinya, membuat siapa saja merasakan kehangatannya.
Sinar matahari memasuki jendela kamar Amora yang tirainya sedikit tersingkap, namun itu tak membuat Amora terbangun akan silaunya matahari yang masuk ke kamarnya.
Bibi Rose merasa heran, karena sudah jam 06.27 Amora belum juga keluar dari kamarnya. Biasanya anak itu akan keluar dari kamarnya jam 06.15 untuk membantunya membuat sarapan.
Bukan karena ia tak bisa membuat sarapan sendiri, bukan. Hanya saja tak biasanya Amora seperti ini, membuat bi Rose khawatir dengan anak itu.
Bi Rose memasuki kamar Amora setelah beberapa kali mengetuk pintu, namun tak ada jawaban. Bibi Rose berdiri di samping tempat tidur, mencoba membangunkan Amora
"Nona Amora"
"Nona tidak berangkat ke sekolah?"
Namun rasanya sia-sia, tetap saja anak itu tak kunjung bangun.
Bibi Rose memperhatikan wajah Amora yang terlihat pucat, kemudian mengulurkan tangannya ke dahi Amora.
"Astaga nona... nona Amora demam, panasnya sangat tinggi" dengan panik bibi Rose keluar kamar menuju ke dapur untuk mengambil kompres
Ketika hendak kembali ke kamar Amora, ia berpapasan dengan Nilam di dekat pintu dapur.
"Apa itu bi?" tanya Nilam sembari memperhatikan barang yang ada di tangan asisten rumah tangganya itu.
Bibi Rose terjingkat karena kaget ada Nilam di hadapannya. Membuat air kompresan yang ia bawa hampir tumpah.
"oh ini air untuk kompresan nyonya"
" Untuk siapa? siapa yang sakit bi?" tanya Nilam dengan mengangkat salah satu alisnya.
Dengan ragu bi Rose menjawab "Nona Amora sedang sakit nyonya, panasnya tinggi"
Kening Nilam berkerut samar, "Oh, bisa sakit juga dia?"
"Reaksi nyonya biasa saja, tak ada pedulinya sama sekali" batin bi Rose
"Apa perlu di bawa ke rumah sakit saja nyonya? saya takut terjadi sesuatu dengan nona Amora, mungkin ia sakit akibat kehujanan tadi malam nyo... "
"Tidak perlu, nanti juga sembuh sendiri" potong Nilam sembari berlalu menuju ke ruang makan.
Bibi Rose terlihat kecewa dan sedih dengan jawaban majikannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Yume✨
Terus semangat nulis, cerita ini bikin mood aku ke atas.
2024-04-24
1