Mas Avian

Seruni

Ya ampun, mimpi apa aku semalam, hari ini adalah hari yang sangat sial dalam hidupku. Tadi aku hampir dijual dan disuruh bekerja melayani bapak-bapak tua, kini aku bertemu dengan anak laki-laki Nyonya Anita yang kelihatannya saja baik tapi ternyata kejam juga. Ternyata benar kata orang, kita bisa lepas dari sarang buaya dan tak lama masuk sarang singa. Semua sama-sama berbahaya. Entah apakah aku bisa selamat atau tidak.

"Yeh ... kenapa malah melamun? Aku nanya sama kamu. Kamu disuruh Mama ya buat memata-matai aku? Kamu pura-pura bisu ya? Jawab deh yang jujur!" Anak Nyonya Anita ini masih mencengkram daguku dan menatapku dengan tatapan tajam. Padahal matanya sangat bagus, tatapannya tegas dengan alis mata tebal yang hampir menyatu. Tampan sekali.

Aku menggelengkan kepalaku lalu mengeluarkan kertas catatanku dari dalam saku. Ia menurunkan tangannya dan menatapku yang segera menulis apa yang ingin aku katakan. "Maaf, aku memang sungguh tidak bisa berbicara. Aku disuruh bekerja di rumah ini oleh Nyonya Anita. Aku janji tidak akan melaporkan Mas ke Nyonya Anita. Tolong biarkan aku bekerja di rumah ini, aku butuh pekerjaan untuk menyambung hidup." Kuberikan kertas tersebut pada laki-laki tampan yang agak sedikit kejam tersebut dengan tanganku yang gemetar.

Laki-laki itu lalu menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Aku rasa ia sedang menilai apakah aku jujur atau tidak kalau aku ini tuna wicara. Secara tiba-tiba ia mengagetkanku.

"Dor!"

Aku terkejut dan memegang dadaku. Laki-laki itu tertawa terbahak-bahak melihat reaksiku. "Ha ... ha ... ha ... rupanya kamu beneran tidak bisa bicara ya? Kaget kok tidak ada suaranya? Ya ampun ... Mama dapat dari mana lagi orang kayak begini? Ya udah, kalau kamu memang mau bekerja di rumah ini, kerja yang benar! Satu lagi, jangan bawel ya! Aku enggak mau kamu menceritakan apa saja yang sudah aku lakukan di rumah ini sama Mama dan Papa. Ingat itu!"

Aku menganggukkan kepalaku beberapa kali. Baru kali ini aku ketemu dengan laki-laki yang agak stress. Awalnya mengancamku lalu mengagetkanku tiba-tiba dan kini tertawa terbahak-bahak. Benar-benar tidak bisa aku perkirakan ia akan berbuat apa.

"Ayo, aku antar kamu ke kamarmu!" ajak laki-laki stress itu.

Aku mengikuti langkah anak Nyonya Anita yang hanya memakai kaos dan celana Boxer pendek tersebut. Dia pergi ke bagian belakang rumah lalu menunjukkan sebuah kamar kecil yang akan aku tempati nanti. "Kamu tidur di sini. Besok pagi ada yang akan mengajari kamu bekerja, Bu Surti namanya. Bu Surti hanya bekerja pulang pergi saja karena rumahnya tak jauh dari sini. Kamu belajar sama dia saja deh, aku tak bisa ajarin kamu."

Laki-laki tersebut lalu berbalik badan dan hendak meninggalkanku. Baru beberapa langkah dia berhenti dan kembali berbalik badan. "Oh iya, hampir lupa! Namaku Avian." Mas Avian menatapku yang tanpa membawa barang sama sekali. "Pakai saja baju ganti yang ada di lemari. Ada seragam kerja juga. Tidurlah!" Mas Avian kembali melanjutkan langkahnya dan masuk ke dalam kamarnya.

Aku kini bisa bernafas lega. Aku membuka pintu kamar dan masuk ke dalamnya. Ternyata kamar yang disediakan untuk aku tinggali adalah kamar yang cukup nyaman. Aku mengucap syukur karena sudah bertemu dengan Nyonya Anita yang baik hati. Andai aku tidak bertemu dengan Nyonya Anita, entah bagaimana nasibku kelak.

***

Seperti yang dikatakan oleh Mas Avian, di pagi hari ada orang lain lagi yang bekerja di rumah ini selain aku. Seorang ibu-ibu paruh baya yang terlihat baik dan ramah, Bu Surti namanya. Bu Surti mengajarkanku tentang pekerjaan yang harus aku lakukan di rumah ini. Apa kesukaan Mas Avian, apa saja yang tidak boleh aku lakukan dan hal-hal penting lainnya. Semua aku catat dan harus aku hafal.

"Mas Avian itu suka bangun siang tapi dia ada jadwal kuliah pagi. Kalau kamu bangunkan dia di pagi hari, siap-siap saja deh kamu bakalan kena semprot. Orangnya galak, suka ketus kalau ngomong. Sebenarnya hatinya baik, Mas Avian hanya tidak suka tinggal rumah ini." Cerita Bu Surti padaku

Aku menyentuh tanganku ke kening. "Kenapa?"*

Bu Surti agak bingung dengan bahasaku. Ia mencoba memahami maksud ucapanku.

"Yang Ibu tahu, Mas Avian itu bercita-cita ingin menjadi arsitek. Dia suka sekali melukis. Sayangnya, Mas Avian itu anak tunggal, Papa Mas Avian tidak mendukung anaknya jadi arsitek karena rencananya Mas Avian itu yang akan mewarisi seluruh harta kekayaan Papanya. Papanya memaksa Mas Avian kuliah sesuai jurusan yang sudah direncanakan, tentu saja anaknya menolak, itulah mengapa Mas Avian terlihat malas-malasan kuliah padahal aslinya Mas Avian itu pintar. Pokoknya kamu jangan heran deh melihat kelakuan Mas Avian, dia tuh suka nyari perhatian agar orang tuanya tahu kalau dia tidak suka kuliah di sini."

Sekarang aku paham kenapa laki-laki itu memintaku untuk tidak melaporkan apa yang ia lakukan pada kedua orang tuanya. Ia pasti ingin hidup bebas. Kasihan sekali dia, hidupnya begitu terkekang dan harus mengikuti apa yang orang tuanya suruh.

"Runi, kamu siram tanaman saja, biar Ibu yang masak," ucap Ibu Surti.

Aku menganggukkan kepalaku lalu pergi ke halaman belakang rumah. Aku terkejut saat melihat di halaman belakang yang luas ini terdapat kolam renang dengan air yang jernih dan taman yang sangat indah. Bunga krisan berwarna merah muda sedang bermekaran, indah sekali dipandang mata. Dengan mata berbinar-binar aku berjalan mendekat. Aku menyentuh bunga-bunga cantik tersebut dan langsung menyukainya.

Pesan Nyonya Anita padaku adalah aku disuruh merawat bunga-bunga miliknya. Tentu saja dengan sepenuh hati aku akan merawatnya. Aku suka sekali dengan bunga krisan merah muda ini. Sangat cantik dipandang mata. Aku menyirami bunga krisan merah muda tersebut dengan hati yang riang. Sejak dulu aku punya cita-cita, aku ingin tinggal di sebuah rumah yang memiliki taman yang indah. Ternyata doaku dikabulkan, kini aku bisa tinggal di rumah mewah dengan banyak bunga krisan yang tumbuh dengan sangat cantik. Betapa beruntungnya aku.

"Runi! Runi!" Aku mendengar namaku dipanggil. Kumatikan kran air, kurapikan selang lalu aku pergi menemui Bu Surti yang memanggilku.

Ternyata Mas Avian sudah bangun. Ia sedang makan di meja makan dengan lahap sambil mengangkat satu kakinya ke atas kursi. "Runi, Bu Surti harus pulang sekarang. Suami Ibu sakit lagi. Kamu tolong lanjutkan pekerjaan Ibu seperti yang sudah Ibu ajarkan tadi ya. Ingat, jangan buat Mas Avian marah," pesan Bu Surti padaku.

Aku menganggukkan kepalaku seraya menatap Bu Surti pamit pulang pada Mas Avian yang hanya mengangguk sambil tetap menikmati makanannya.

"Heh, Gagu!" panggil Mas Avian padaku. Mas Avian rupanya sudah memiliki panggilan untukku. Si Gagu. Aku sudah biasa dipanggil seperti itu. Teman-temanku biasa mengejekku seperti itu. Aku berjalan mendekat dan siap menerima perintah darinya.

"Kamu bisa nulis, bukan?" tanya Mas Avian.

Aku menganggukkan kepalaku.

"Bagus. Bantuin aku!" Mas Avian lalu berdiri dan pergi ke kamarnya. Tak lama ia kembali dengan beberapa lembar kertas polio dan sebuah buku tebal. "Nih, kamu rangkum! Tulis yang rapi ya!"

Aku mana mengerti kalau disuruh merangkum? Aku hanya sekolah sampai SMP. Mana bisa aku merangkum pelajaran anak kuliah?

"Kenapa? Tidak bisa merangkum? Bilang, kalau tidak bisa," kata Mas Avian dengan ketus. Mas Avian lalu menandai apa saja yang harus aku tulis. Rupanya sangat banyak, aku pikir hanya sedikit. "Kerjain ya! Aku mau berenang dulu! Jangan lama-lama! Awas kalau lama!"

Mana aku bisa menolaknya? Huft ... nasib jadi babu, mana bisa menolak perintah majikan. Sudahlah, aku kerjakan saja!

****

Terpopuler

Comments

Avon 𝐙⃝🦜

Avon 𝐙⃝🦜

krisan itu kembang kertas kan 🤔

2024-05-15

0

Mawar Hitam

Mawar Hitam

Semangat Rum..

2024-05-16

0

Lusiana_Oct13

Lusiana_Oct13

Semangaaattttt runnnniiiiiii💪🏼💪🏼💪🏼💪🏼

2024-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!