Seruni
"Sudah belum?" tanya Mas Avian secara tiba-tiba.
Aku terkejut dan makin terkejut saat melihatnya hanya memakai boxer pendek. Tubuhnya yang berotot begitu silau dipandang mataku. Aku cepat-cepat membuang pandanganku. Ya ampun, baru kali ini aku melihat tubuh laki-laki yang terbuka. Kenapa ototnya banyak dan kencang ya? Runi ... Runi ... mata kamu sudah tidak suci lagi!
"Yeh ... ditanya malah nunduk! Norak ya belum pernah liat tubuh cowok atletis macam aku?" Mas Avian malah berpose layaknya model iklan tempat fitness yang biasa kulewati saat aku mengangkat sedikit wajahku. Cepat-cepat aku menunduk kembali. Jantungku berdegup lebih kencang, membuat wajahku terasa agak panas.
"Dih, mukanya merah tuh, mikir apa kamu? Masih kecil, woy! Udah mikir mesum aja!"
Aku tak terima dibilang mesum, aku mengangkat wajahku dan menggelengkan kepalaku beberapa kali. Mas Avian malah tertawa puas melihatku.
"Udah selesai belum nulisnya?" tanya Mas Avian setelah puas tertawa.
Aku mengangkat kertas polio yang kukerjakan lalu memberikannya pada Mas Avian sambil membuang pandanganku. Ia terlalu dekat dan aku tak nyaman saat ia hanya memakai boxer saja. Tak pantas perempuan dekat dengan laki-laki yang bukan suaminya. Bisa marah Ibu Pertiwi kalau tahu aku tak menuruti nasehatnya.
"Bagus juga tulisannya. Lanjutkan lagi! Aku mau mandi. Selesai aku mandi, aku mau semua sudah selesai kamu tulis, oke?"
Aku mengangkat jempolku dan kembali menulis tugas yang Mas Avian suruh. Aku mengerjakan tepat waktu. Mas Avian tak memarahiku dan pergi ke kampus dengan hati riang. Huft ... selamat.
****
"Gagu eh maksudnya Runi! Runi!" teriak Mas Avian memanggil namaku.
Kutinggalkan piring yang sedang kucuci lalu bergegas menghampirinya.
"Nih!" Mas Avian memberikan sebuah kantong plastik padaku. "Buat kamu, sebagai bayaran sudah membantuku mengerjakan tugas. Aku mau tidur. Bangunkan aku saat adzan maghrib, oke?"
Aku membuka kantong plastik yang Mas Avian berikan. Di dalamnya ada kantong plastik berisi siomay. Wah, ternyata Mas Avian baik juga orangnya. Siomay yang diberikan pun lezat. Aku senang sekali bekerja di rumah ini. Aku berjanji aku akan kerja yang rajin sampai aku bisa menghasilkan uang yang banyak untuk membantu Ibu Pertiwi membangun kembali rumah kami.
Aku melanjutkan lagi pekerjaanku. Semua pekerjaan kulakukan dengan ikhlas dan tak mengeluh. Jam setengah 6 sore rumah sudah rapi, aku sudah mandi dan makanan untuk makan malam sudah terhidang di meja makan. Sebentar lagi adzan maghrib dan aku harus membangunkan Mas Avian.
Kuketuk pintu kamar Mas Avian. Beberapa kali aku ketuk namun tak ada jawaban. Aku memberanikan diri membuka pintu dan masuk ke dalam kamar yang gelap tersebut. Mas Avian tertidur sambil mendengarkan radio di samping tempat tidurnya. Pantas dia tak mendengar aku mengetuk pintu.
Kutepuk pelan lengan Mas Avian. Ia perlahan membuka matanya dan terkejut melihatku ada di kamarnya. "Loh? Ngapain kamu masuk kamarku?" Mas Avian langsung duduk tegak dan menatapku dengan tajam.
Kukeluarkan kertas dan pulpen. "Maaf, Mas, tadi aku mengetuk pintu tapi Mas tidak bangun jadi aku masuk untuk membangunkan Mas Avian secara langsung."
"Kalau ngetuk doang mana aku dengar? Makanya kalau ngetuk sambil panggil nam-" Seakan baru sadar kalau aku tak bisa bicara, Mas Avian tak jadi mengomeliku. "Sudahlah, siapkan saja makan malam. Aku lapar!"
Aku mengangguk dan keluar dari kamarnya. Kusiapkan makanan untuk Mas Avian. Sehabis mandi, Mas Avian pergi ke ruang makan. Ia nampak lebih segar dan wangi sekali. Mas Avian menarik kursi lalu duduk sambil mengangkat sebelah kakinya. "Ambilkan nasi dan lauk untukku!"
Dengan patuh aku mengikuti perintah Mas Avian. Aku berdiri di dekat meja makan agar saat Mas Avian butuh sesuatu, bisa aku kerjakan dengan cepat.
"Kenapa hanya berdiri saja? Ayo duduk, makan bersamaku!" perintah Mas Avian.
Aku tak bergeming dan tetap berdiri. Mana boleh pembantu sepertiku makan bersama majikannya dalam satu meja makan? Aku ini masih sadar diri. Bisa diomeli kalau Nyonya Anita tahu aku makan satu meja dengan Mas Avian.
"Kenapa malah melamun? Cepat duduk. Aku paling tak suka makan sendiri. Kalau kamu tak mau makan bareng denganku, nanti aku suruh Mama potong uang gaji kamu setengahnya!" ancam Mas Avian.
Dipotong? Aku tak mau. Aku butuh uang banyak untuk menolong Ibu Pertiwi. Jangan sampai gajiku dipotong karena menolak perintah Mas Avian. Aku duduk dan ikut makan bersama Mas Avian. Mana bisa aku melawan perintah tuan muda? Siapa aku? Pembantu harus sadar diri. Udah deh, nurut aja, Runi, kalau mau pekerjaan langgeng.
****
"Runi! Runi!" panggil Mas Avian padaku.
Aku pamit pada Bu Surti dan meninggalkan pekerjaanku untuk memenuhi panggilan Mas Avian.
"Tolong bantu aku menghafal bahan ujian. Peganglah!" Mas Avian memberikan sebuah buku agak tebal padaku. Mas Avian lalu menarik tanganku dan mengajakku ke taman belakang. Ia lalu memberikan instruksi apa saja yang harus aku lakukan. "Kamu hanya perlu mencocokkan apa yang kukatakan dengan isi buku di tanganmu. Kalau salah, kamu geleng kepala dan kalau benar kamu mengangguk, mengerti?"
Aku menganggukkan kepalaku.
"Oke. Aku mulai ya!" Mas Avian mulai menyebutkan apa yang ada di buku. Sesuai perintahnya, setiap ia salah aku menggelengkan kepalaku dan kalau ia benar aku mengangguk. Mas Avian pintar ternyata, jarang sekali salah. Hebat, padahal jurusan ini bukalah jurusan yang ia inginkan tapi ia menguasainya apalagi kalau ia kuliah dengan jurusan yang ia inginkan? Pasti ia jauh lebih hebat lagi.
"Wuih, aku sudah hafal semua nih. Kalau aku bisa saat ujian nanti, kamu akan aku belikan makanan. Doakan aku ya!" Mas Avian mengacak rambutku lalu bergegas ke kampus.
Deg ... jantungku kembali berdegup kencang. Ada apa ya? Kenapa jantungku sering berdegup kencang kalau di dekat Mas Avian? Apa aku punya penyakit aneh?
"Kenapa melamun, Runi?" tanya Bu Surti seraya membawa kain pel untuk mengepel lantai rumah. Aku menggelengkan kepalaku dan dengan sigap aku menggantikannya mengepel. "Rajin sekali kamu, Runi. Pekerjaan Ibu jadi cepat selesai berkat kamu. Ibu senang kamu bekerja di rumah ini."
Aku membalas ucapan Bu Surti dengan tersenyum. Aku juga senang bisa bekerja di rumah ini. Bisa bekerja dengan tenang dan halal.
"Oh iya, Runi, aku perhatikan Mas Avian kayaknya baik sekali sama kamu. Sejak Mas Avian tinggal di sini, setiap ada yang bekerja membantu Ibu, selalu saja tidak betah menghadapi ulah Mas Avian. Kata mereka Mas Avian itu galak dan menyeramkan. Kenapa sama kamu Mas Avian baik ya?" tanya Bu Surti padaku.
Aku mengangkat kedua bahuku. "Aku tak tahu."*
"Bagus sih kalau dia baik sama kamu. Semoga begitu seterunya. Oh iya, minggu besok Tuan Perdana dan Nyonya Anita mau makan malam di rumah ini. Kamu bantu Ibu ya. Hmm ... Runi, tolong ingat pesan Ibu ya, kalau Tuan Perdana datang, jaga sikap kamu. Jangan terlalu akrab dengan Mas Avian. Tuan Perdana ... sangat galak dan tegas. Ibu minta kamu jaga sikap ya. Jangan sampai kamu dipecat karena sikap tak sopanmu, kamu mengerti?"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
kadihan Rumi, semoga PP Avian kadihan mskihan keadaan Rumi🙏🏻
2024-10-09
0
Sry Handayani
siap bi
2024-08-30
0
❤️⃟Wᵃf✰͜͡ᴠ᭄ᴇʟᷜᴍͣuͥɴᷤ✪⃟𝔄⍣⃝కꫝ🎸
Lhaaaa... Emangnya selama ini dia makan sama siapa???
2024-06-29
1