Jalanan hari ini sudah lumayan ramai oleh kendaraan berpolusi. Nampak di sebuah rumah minimalis terjadi drama di pagi hari. Hari itu, Kannita diminta untuk menghantar sahabat sejak kecilnya, Nadine, ke sekolahnya karena sahabatnya tersebut tidak ada yang mengantarkannya. Meskipun Kannita bersekolah di SMA Negeri 09 Sedangkan Nadine di SMK Negeri 09, karena sekolah mereka bersebelahan, mereka memutuskan untuk berangkat bersama.
"Ayo Nit, ngebut lagi bentar lagi masuk tau!" teriak Nadine sangat keras.
"Iya-iya, bawel banget sih!" jawab Kannita sembari menambah laju kecepatan sepeda motor matic-nya.
Mereka berdua menikmati perjalanan menuju sekolah sambil berbincang-bincang tentang hal-hal sepele seperti cuaca dan acara sekolah yang akan datang. Namun, ketika tiba di gerbang sekolah, suasana menjadi sedikit tegang.
"Nadine, kamu yakin lo boleh masuk ke sini?" tanya Kannita ragu.
"Bolehlah, Nit. Kayak apa aja lo mah!" ujar Nadine meyakinkan.
Setelah melewati gerbang, Kannita dan Nadine berpisah untuk menuju ke gedung sekolah masing-masing. Namun, tiba-tiba, terdengar suara sorakan dari anak-anak yang sedang berkumpul di lapangan sekolah.
"Nit, lihat! Mereka sedang menggelar acara pagi ini," ujar Nadine antusias.
Kannita melihat ke arah lapangan dan melihat sekelompok siswa yang sedang berkumpul di tengah-tengah. Di podium, terdapat seorang siswa yang sedang memberikan sambutan. Terlihat juga seorang pemuda tampan yang memegang mikrofon, menjadi salah satu pembicara di atas panggung.
"Oh ya, aku dengar pemuda itu adalah ketua OSIS mereka. Dia cukup populer di sekolah," kata Kannita sambil memperhatikan.
Nadine yang penasaran langsung berlari menuju lapangan untuk melihat lebih dekat acara pagi itu. Kannita mengikuti di belakangnya, mencoba untuk tidak terlalu mencolok.
Setelah acara selesai, Nadine berlari kembali ke arah Kannita dengan wajah sumringah. "Nit, aku baru saja tahu bahwa acara ini adalah persiapan untuk pertukaran siswa antar sekolah. Mereka mencari siswa yang bisa mewakili sekolah untuk mengikuti program ini."
Kannita tersenyum, "Itu suatu pengalaman yang menarik. Lo tertarik untuk mengikuti program itu, Nadine?"
Nadine menggelengkan kepala, "gue enggak yakin. Tapi, gue mendengar bahwa mereka akan mengadakan seleksi untuk memilih siswa yang akan mewakili sekolah. Mungkin gue akan mencoba."
"Nit, bagaimana denganmu? Apa lo akan mencoba juga?" tanya Nadine.
Kannita terdiam sejenak, kemudian menjawab, "Siapa tahu, Nadine. Kita lihat saja nanti."
Setelah itu, Kannita pergi dari parkiran dan menuju ke sekolahnya yang terletak persis di sebelah sekolah ini. Sedangkan Nadine, masih menunggu Kannita hingga sosoknya benar-benar menghilang dari balik pagar gerbang sekolah.
"Nit, jangan lupa nanti pulang sekolah langsung ke parkiran," kata Nadine sambil tersenyum tulus.
"Iya ngerti, Nadine," jawab Kannita ramah sambil menghidupkan motor matic-nya.
***
Setelah selesai jam di sekolahnya Kannita pun bergegas ke parkiran dan menuju sekolah di sebelah. Ia menunggu di parkiran sekolah, seperti yang diinstruksikan oleh Nadine sebelumnya. Sembari menunggu, dia sibuk dengan ponsel pintarnya, terlena dengan dunia digital yang menyapanya dengan beragam pesan dan notifikasi. Namun, di tengah keasyikan, pandangannya tersadar pada sosok pemuda yang melewatinya. Harum semerbak wangi maskulin terhirup oleh hidungnya. Ia pun mendongkak dan melihat siapa yang melewatinya. Ternyata, Ia adalah salah satu siswa yang bersekolah disana, bahkan satu kelas dengan Nadine.
Sosok pemuda itu adalah Fais Alfiansyah, salah satu siswa yang dikenal di sekolah sebagai pria yang tampan dan menarik perhatian populer karena menjadi ketua dari team basket. Kannita merasakan merasa kagum dengannya, namun ia pura-pura tidak memperhatikan keberadaannya dan tetap asyik dengan ponselnya.
Tiba-tiba, ponsel Fais berdering, dan membuat Kannita melirik yang sekilas. Dia mengangkat teleponnya, dengan suara samar.
"Ya, halo?" ucap siswa tersebut ketika tersambung.
Kannita mendengar siswa tersebut tengah di telepon oleh anggota keluarga nya untuk segera pulang. Bunga hanya mencuri pandang sembari bermain ponselnya. Sementara itu, Fais yang menyadari keberadaan sosok Bunga, hanya meliriknya, lalu mendengkus geli seraya menggelengkan kepalanya.
Setelah berbicara di telepon, Fais menutup panggilan dan memakai helm-nya, dan duduk di atas motor sportnya, bersiap untuk pergi meninggalkan area parkiran sekolah. Bunga yang melihat Fais akan pergi, berniat untuk menyapanya meskipun merasa ragu.
Fais menyadarinya, dia menoleh ke arah Kannita dan tersenyum lebar, dan mengatakan dengan suara pelan saat melintas di depan Bunga "Hai, sampai jumpa lain waktu!"
Kannita tersenyum malu-malu, "Hai juga."
Fais melambaikan tangan ke arah Kannita sebelum memacu motornya menjauh dari parkiran sekolah. Kannita menghela nafas lega, merasa sedikit kecewa dan sekaligus bahagia atas pertemuan singkat mereka.
Setelah itu, Nadine akhirnya muncul di parkiran sekolah. "Nit, maaf aku terlambat. Ada urusan dadakan di kelas tadi," ujar Nadine sambil berjalan mendekati Kannita.
"Tidak apa-apa, Nadine. Aku juga baru saja disini kok," jawab Kannita sambil tersenyum.
"Kita mau kemana dulu nih, Nit?" tanya Nadine.
"Ke taman dulu lah," jawab Kannita.
Mereka berdua memakai helm mereka masing-masing dan bergegas menuju tempat teman kota yang menjual banyak sekali makanan. Sambil berjalan, Kannita tidak bisa menghilangkan senyumnya, masih teringat akan pertemuan singkatnya dengan Gabriele di parkiran sekolah.
Pulang bersama Nadine, Kannita masih terbayang dengan senyum Fais dan rasa kegugupannya. Dia tidak sabar untuk melihat Fais lagi, dan mungkin, kali ini, dia akan berani untuk menyapa pria tampan itu.
"Gue tadi ketemu sama Fais, loh!" ucap Bunga bernada riang.
Seketika Nadine langsung mengarahkan spionnya ke wajah Kannita.
"Serius? Terus dia gimana?" tanya Nadine Penasaran.
Kannita menekuk alisnya, "ya, enggak gimana-gimana sih. Kenapa emang?"
Nadine mendengkus kasar, "lo tau enggak, kalo dia tuh deket tau sama si Wulan!"
Kannita memutar bola matanya dengan malas, "ah, Wulan lagi!"
"Kenapa emang? Naksir sama Fais?" tanya Nadine dengan tatapan menyelidik.
"Enggak sih, cuma ya gitu tau lah kan namanya cewek," jawab Kannita sembari menggidikkan bahunya.
"Tapi jangan terlalu, gak baik! Kan kalian beda," ucap Nadine dengan suara pelan.
"Iya tau kok," jawab Kannita seraya menunduk, tangannya memilih ujung bajunya dengan perasaan cemas. Ntah mengapa ia merasa sedikit takut akan sesuatu.
Setelah beberapa menit berkendara, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Mereka berdua pun melangkahkan kakinya ke salah satu bangku taman sembari menikmati semilir angin yang lewat mampu menghipnotis pandangannya. Pemandangan indah nanti ramai-ramai bisa mereka lihat secara bersamaan. Sembari berbincang ringan dan tertawa bersama, untuk menikmati sore hari yang menyenangkan. Di sela-sela senyumnya, kadang kala Kannita masih teringat akan sosok Fais yang mampu membuat hatinya berdebar tak karuan. Walaupun berusaha menampiknya, Nadine masih bisa melihat adanya romansa yang seharusnya tidak tercipta diantara dua insan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Kiyo Takamine and Zatch Bell
Gagal fokus kerja karena kepikiran endingnya yang bikin penasaran.
2024-04-10
0