Misi Pertama!

Semuanya sudah berkumpul, para senior dan atasan sudah berdiri tegap sambil menatap tegas para siswa/siswi yang akan melakukan misi pertama mereka hari ini.

“Dengar! hari ini kalian akan melakukan misi pertama. Jika kalian bisa menyelesaikan misi ini, maka kalian resmi menjadi anggota kepolisian!” tegas Astro.

“SIAP MAYOR!!” seru semua dengan semangat.

Tap ….. tap … , suara langkah memasuki ruangan. Semua orang melihat seseorang yang baru saja datang, dengan santai dan angkuh orang itu melangkah padahal dirinya sudah memperlihatkan ketidakdisiplinan sebagai seorang polisi.

“Pagi semua, saya suka kalian yang disiplin begini.”ucap Ronald dengan santai.

Tara memutar bola mata malas, sungguh pria itu tidak patut menjadi seorang letnan kepolisian.

“Ciuh! dasar sialan! pengen gue ludahi muka songongnya!” sinis Tara.

Astro menghela nafas kasar, dia sungguh benci melihat Ronald yang tidak menunjukkan kedisplinan yang seharusnya selalu diperhatikan dan diterapkan sebagai bagian dari kepolisian.

“Ehem! Semua! Kalian harus ingat! misi kali ini bukan main-main! ini sungguh misi sungguhan! Jika kalian menganggap ini main-main, maka nyawa kalian taruhannya!” tegas Astro dengan serius.

“Ih ngeri sih, aku kira cuma simulasi.”

“Huwa … , mama aku pengen pulang… , aku gak lagi pengen punya cita-cita jadi polisi.”

Kepala Tara berdenyut nyeri saat mendengar keluhan dari seorang gadis berambut potongan bob itu. Sungguh gadis itu lebay sekali bagi Tara 

“Ck, berisik amat sih! Bisa diam gak lo?” tanya Tara.

“Hiks … , aku takut. Aku kira jadi polisi bisa keren-keren, ternyata gak. Huwa….” jawab gadis itu.

“Huuf, udah lo tenang aja. Lo bakalan baik-baik aja kok.” ucap Tara dengan wajah datar.

“Benarkah? Apa aku baik-baik saja nanti?” tanya gadis itu yang mulai meredakan tangisnya.

Tara mengangguk yakin, lalu dengan wajah datar tanpa dosa itu. Dia menatap ke arah gadis cantik berambut bob dengan wajah imut itu.

“Palingan mati, jadi santai aja.” ujar Tara dengan santai.

“Hiks … , huwa!!! mama mau pulang!!” teriak gadis itu yang semakin menangis dengan keras.

Tara mengelus dada karena terkejut, dia geleng-geleng kepala melihat gadis cengeng yang berdiri bersebelahan dengan dirinya.

“Moga-moga gue gak setim sama nih gadis dah. Ngerepotin aja!” monolog Tara dalam hati.

Astro mulai membagi tim, masing-masing tim terdiri dari 5 orang. Tim di acak, sehingga mereka semua tidak bisa memilih sendiri. Tara diam membeku di tempat saat mengetahui siapa-siapa saja yang berada dalam satu tim dengannya.

“Hai! kita setim. Mohon bantuannya, aku Abel.” sapa Abel sambil tersenyum.

Tara menoleh perlahan, dirinya menatap cengoh melihat gadis yang masih bisa tersenyum walupun hidung dan matanya memerah karena habis menangis.

“Lo emang gila deh, perasaan beberapa menit yang lalu lo nangis-nangis kejer. Sekarang malah senyum.” ucap Tara merasa bingung.

“Hehe … , ya mau gimana lagi. Tapi, aku percaya akan selamat kalau setim sama kamu.” kata Abel dengan yakin.

Tara mendengus, dia merasa pusing karena harus setim dengan wanita imut yang bersikap seperti anak kecil itu. Di tengah obrolan mereka, 3 orang pria datang menghampiri mereka.

“Hallo, aku Satria, mohon kerjasamanya.” sapa Satria dengan ramah.

“Aku Akas, aku akan jujur. Aku tidak terlalu mahir berkelahi, tapi masalah membuat strategi aku bisa. Jadi, mohon bantuannya.” ucap Akas si kacamata.

Abel menyambut dengan penuh kebahagiaan, sementara Tara hanya berdehem dan mengangguk untuk merespon para rekan timnya. Namun kedua manik matanya tertuju kepada seorang pria dengan yang sedari hanya diam.

“Lo, siapa nama lo?” tanya Tara.

Pria itu menoleh, menatap Tara dengan tatapan dingin. Tara malah tersenyum miring, dia sungguh tak akan pernah menunduk hanya di tatap begitu. Justru dirinya merasa tertantang dan malah balik menatap dingin pria itu.

“G-gue! gue Arion!” jawab Arion sedikit gugup.

Tara menyunggingkan senyuman kemenangan ketika melihat Arion berhasil menciut karena tatapan matanya.

“Lo pikir gue bakalan nunduk gitu? Sorry yee! gue gak akan nunduk gara-gara lo!” monolog Tara dalam hati sambil tersenyum miring.

Setelah usai pembagian kelompok, Astro mulai memberikan misi-misi kepada semua murid. Tara berada di tim 6, misi mereka adalah menangkap pengedar narkoba yang bebas berkeliaran di jalanan.

“Aneh, kenapa kita di kasih misi yang tergolong mudah ya? mencari pengedar narkoba. Kenapa kita gak langsung di kasih misi buat nangkap bosnya?” ucap Abel dengan polosnya.

“Lo mau mati cepat ha!? Kita kan masih junior, ya wajarlah dapat misi ringan.” jelas Tara.

“Oh begitu, benar juga ya ….” jawab Abel sambil mengangguk paham.

Akas mengotak-atik i-pad miliknya, dia berusaha mencari titik kemungkinan keberadaan pengedar itu.

“Jadi, menurut titik lokasi yang diberikan. Pengedar narkoba itu sering terlihat di gang-gang sempit yang berada dekat pasar.” jelas Akas dengan serius.

“Hem, ayo kita ke sana.” jawab Tara.

Semuanya mengangguk setuju, namun tiba-tiba Tara mulai memikirkan sesuatu. Dia menatap semua rekan timnya.

“Kenapa? ada apa?” tanya Satria.

“Hem, kayaknya kita gak boleh pakai seragam polisi.” saran Tara.

“Kenapa? padahal keren loh seragam ini.” ungkap Abel.

“Gue setuju.” timpal Arion.

Semua mata tertuju kepada Arion, wajah datar itu berbicara namun tak menatap mereka semua.

“Lo setuju apa!? Lo setuju yang mana ha? gue atau sih Abel?” tanya Tara merasa jengkel dengan ucapan setengah-setengah Arion.

“Gue setuju ama lo!” jawan Arion dengan wajah datar.

“Ck, biasa aja jawabnya!” tegas Tara.

Tara memutar bola mata malas, dia melipat kedua tangannya depan dada dan mulai memimpin jalan.

“Eh? Tara tunggu AKU!!!” teriak Abel sambil berlari.

Ketiga pria itu hanya mengikuti langkah dua wanita itu dengan santai.

“Kita kayak ngawasi anak pertama sama anak bungsu ya.” ujar Satria.

“Ya juga sih, tubuh mereka kelihatan mungil dan lucu. Tapi, kepribadian mereka berdua berbeda. Yang satu lincah, riang dan berisik. Yang satunya lagi cuek, dingin, tegas dan bar-bar.” ucap Akas.

“Hem, ya.” sahut Arion dengan wajah datar.

Satria dan Akas saling menatap, lalu mereka kompak menoleh ke arah Arion yang menyahut walau dengan wajah datar.

“Dia pria aneh.” bisik Satria.

“Aku rasa begitu, wajahnya seperti psikopat.” timpal Akas mengangguk setuju.

***

“Bagus, kayaknya misi kita kemungkinan berhasil.” ujar Tara tersenyum puas.

“Tapi, kenapa aku pakai kaos oblong sambil mengalungi tempat semir sepatu?” protes Abel.

“Ck, itu dah paling mudah buat penyamaran lo!” jawab Tara.

“Aku sama Satria kenapa malah jadi penjual kain lap keliling?” tanya Akas merasa bingung.

“Ck, ngebacot terus! Udah deh terima aja!” tegas Tara.

“Huf, iya deh. Tapi, kok kamu sama si Arion malah pakai baju hitam-hitam kayak preman?” tanya Satria.

“Gue ama Arion nyamar jadi preman! kita berdua bakalan mancing tuh pengedar!” jelas Tara dengan tegas.

“Kenapa? Kok kamu sama si Arion jadi preman? Aku juga mau, keren banget!” protes Abel.

“Huf, lo lihat muka si Arion? mukanya pas banget buat jadi sosok antagonis. Jadi, gue pilih dia. dan kebetulan gue lebih suka beraksi, gue mau nonjok-nonjok gitu.” ungkap Tara.

Ke-4 rekan timnya molongo tak percaya dengan jalan pikir gadis muda berbadan mungil itu. Bagaimana bisa dia begitu bersemangat untuk menghajar seseorang dengan kedua tangan mungil yang halus itu.

“Aku rasa Tara lebih psikopat dari si Arion.” bisik Akas.

“Aku setuju, Tara memang aneh!” jawab Satria.

Mereka semua mulai melakukan penyelidikan, Abel berpura-pura menyemir sepatu sambil memperhatikan sekitar dengan duduk sambil memerhatikan arah gang. Sementara Akas dan juga Satria berjalan untuk mengawasi sekeliling mereka. Tara dan Arion sama-sama bersandar di dekat tiang bambu, mereka dengan serius mencari pengedar itu.

“Lo gak lihat apa-apa? lama amat sih tuh orang dateng! bosen gue!” keluh Tara.

“Gak lihat.” balas Arion seadanya.

“Ck, kenapa gue harus dihadapi sama pria-pria gila? satu cowok dingin kayak tuan Shaga aja cukup deh. Ini malah tambah si Arion!” gumam Tara dengan suara pelan.

Sejenak dia tertegun, kenapa dia malah memikirkan sosok Shaga di tengah misinya.

“Apa-apaan sih lo Tara! FOKUS! lo gak boleh ingat tuh paman!” monolog Tara tegas dalam hati.

Di tengah lamunannya, tiba-tiba suara alat komunikasi yang mereka pakai di telinga berbunyi.

“Aku melihat seseorang!” lapor Abel.

“Dimana?” tanya Tara.

“Mereka akan berjalan menuju ke arah Akas dan juga Satria!” lapor Abel.

“Oke, kita bakalan awasi terus!” jawab Akas.

“Gue ama Arion Otw ke gang itu!” balas Tara.

Tara langsung menoleh ke arah Arion, keduanya saling memberikan kode. Dengan cepat mereka berlari untuk segera meringkus buronan. Seorang pria tinggi jangkung yang menggunakan pakaian serba hitam dengan topi yang menutupi wajahnya. Berjalan dengan cepat menuju ke dalam gang sempit dan jauh dari keramaian. Langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis berpakaian preman tengah menyadarkan punggung ke dinding sambil mengulum sebuah permen bergagang.

“Siapa kau!? apa yang kau lakukan disini?” tanya pria itu sedikit keras.

“Ck, berisik lo om! Lo gak lihat gue lagi makan permen ha!?” jawab Tara dengan ketus.

“KAU! berani sekali membantah ku! menyingkir lah! aku ingin lewat!!” bentaknya.

Tara menoleh sambil menyunggingkan senyuman remeh. Dia berjalan perlahan mendekati pria misterius itu sambil terus mengulum permennya.

“Siapa kamu ha!?” tanyanya dengan tegas.

Tara melepaskan permen dalam mulutnya, lalu dia menatap dingin pria yang berada didepannya.

“Gue maut lo!” bisik Tara.

“Apa!? kau sudah gila ya! anak kecil seperti mu seharusnya tidak sok seperti ini!!” bentaknya dengan marah.

“Bacot lo! Kalau lo mau lewat, lo harus perlihatkan apa yang lo bawa dalam plastik itu!” tegas Tara.

“Ini cuma plastik sampah! MINGGIR!” ujarnya.

“Ck! dasar pikun, kan gue bilang akan kasih jalan kalau lo tunjukkan apa isi plastik hitam itu!” tegas Tara.

“Dasar gadis bodoh!!!” bentaknya dengan marah.

Pria itu mengangkat satu tangannya, dia hendak menampar preman kecil yang tak tahu diri. Dengan sigap Tara menangkap tangan lancang itu, lalu melayangkan tatapan kematian.

“Wanita itu harus patuh!! menurut lah!!” teriaknya.

“Tolong ampuni aku … , aku mohon. Jangan sakiti aku, aku hanya ingin pulang dan bermain bersama adik-adik ku!” ucap Tara dengan suara lirih, namun tatapan tajamnya tak pernah luput dari pria di depannya.

Glek!

Pria itu bergidik ngeri, gadis didepannya berpura-pura menunjukkan suara ketakutan. Tapi, matanya dan raut wajahnya tak menunjukkan ketakutan sama sekali.

“Apa kau ingat setiap kata-kata itu p-a-m-a-n!?” bisik Tara dengan suara penuh penekanan.

“A-apa!? apa maksud mu? Aku tidak paham!!” bantahnya.

“6 tahun yang lalu, sama seperti suasana gang sempit ini!” kata Tara dengan raut wajah datar dan tatapan membunuh.

Pria itu diam tak berkutik, sekujur tubuhnya berkeringat dingin ketika sekilas memori 6 tahun yang lalu kembali terlintas.

“Aku menuntut pembalasan!” tegas Tara dengan tatapan penuh kebencian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!