"mas, jam 8 ya jemput, bapak ibu, tapi mba Ranti ga jadi ikut." Asih mengingatkan acara makan malam keluarga.
"siaaap bu juragan!" jawabku di layanan pesan singkat berlogo hijau ini.
Malam ini malam yang cukup penting bagi kedua keluarga kami, malam ini aku berencana melamar Asih di hadapan kedua keluarga kami. Tidak ada yang mengetahui rencana ini, baik ibuku maupun keluarga Asih.
Jarum di pergelanganku menunjukkan pukul 5 sore, aku segera meluncur ke rumah ibu, menjemputnya untuk terlebih dahulu mengantarnya ke restoran yang sudah kupesan minggu lalu. Jarak perjalanan dari tempatku tinggal dan kerja sekitar 1 jam dari kediaman ibu, dan kebetulan ibu dan keluarga Asih tinggal di kota yang sama, sementara aku tinggal sendirian di kediamanku di kota sebelah.
Setiba dirumah, ibu masih saja sempat membikinkan minum buatku, belum repot berdandan demi ketemu calon besan.
"mas Byan, nanti ibu pakai baju yang mana?" tanya ibu,
"yang mana aja bu, ibu pasti cantik koq!" jawabku dengan penekanan di ujung kalimat, bukan karena ibuku cantik, tapi karena teh buatan ibu terlalu panas!
Ibu selalu seperti itu, ini bukan makan malam pertama bagi kedua keluarga kami, tapi ibu selalu saja bertanya harus bagaimana. Padahal, buatku ibu datang dengan pakaian biasapun tidak masalah, yang penting bukan pakaiannya, yang penting apa yang akan terjadi nanti.
Ibuku, wanita yang mengajarkan aku segalanya, mulai belajar duduk hingga bertahan hidup di kondisi apapun. Almarhum ayahku, dulunya adalah seorang manager perusahaan negara, kami bergelimangan harta benda saat itu, namun sepeninggal ayah, ibu di terpa penyakit yang akan mematahkan semangat banyak orang. Dan ibu bertahan bahkan berjuang untuk mementaskan pendidikan formalku.
Ibuku, sepeninggal almarhum ayah adalah petarung sejati, ia berkali kali merangkak naik kembali memperebutkan nyawanya yang sudah di garis datar. Ia pernah hampir tercabut dari raganya, tapi ia tidak menyerah. Ia membuka kembali matanya, menggetarkan kembali garis datar tadi agar membentuk gunung dan lembah yang stabil. Ibuku adalah segalanya buatku. Ia memberi contoh nyata bagaimana aku akan melangkah di kehidupanku nanti.
"yuk, ibu udah siap!" kata ibu, menyadarkan lamunanku.
Aku raih kunci mobilku, kemudian bersama ibu menuju rumah Asih dan keluarganya, yang hanya berjarak 40 menit dari rumah ibu. Kami semua pun berkumpul malam ini, aku, Asih, Ibu, Bapak dan Ibu Asih. Banyak hal yang di bahas malam ini, mulai bercerita masa muda mereka, bagaimana mereka bertemu, bagaimana perjuangan mereka, sampai Bapak tiba tiba berkata,
"mas Byan, rencana kedepannya mau bagaimana?"
Wah, ini momen yang tepat pikirku, lalu aku mengambil sebuah kotak yang sudah aku simpan di kantong celanaku sedari sore tadi. Aku berdiri, meminta sedikit ruang dari band penampil di restoran yang kemudian memperkecil suara mereka.
"Asih, kau pernah berkata kau ingin diikat pertunangan bukan dengan cincin, melainkan dengan sebuah arloji kan?" kataku mantap
Tanpa memberikan kesempatan bagi Asih menjawab, akupun melanjutkan,
"lalu didepan kedua keluarga kita ini, aku memohon ijin dan restu untuk mengikatmu dengan arloji ini"
Kuhampiri Asih yang duduk di sebelah Bapak, memintanya berdiri dan kemudian meminta Bapak untuk berdiri, sembari menunggu respon mereka.
Asih tampak menatap Bapak untuk meminta respon dari orangtuanya, tak berapa lama, ia berpaling kepadaku, berhambur, dan memelukku.
"butuh 6th untuk membuatmu melamarku ya?" ujarnya
Ya syukurlah malam ini berjalan cukup lancar, kami mendapat restu untuk melanjutkan hubungan kami kearah yang lebih serius. Malam pun berlanjut, kami seperti berpesta kecil merayakannya. Tentu saja dengan sedikit kekolotan yang akan menjadi bagian dari hidupku kedepannya.
Aku pun kembali ke kediamanku, malam cukup menyenangkan dengan sedikit melelahkan. Ku buka ponselku ada pesan dari Asih, isinya ucapan ucapan dari teman temannya disertai beberapa emoticon emoticon, tapi aku terlalu lelah untuk membuka dan membalasnya. Bahkan aku tertidur tanpa sempat membersihkan badanku.
Minggu pagi, pukul 2 dini hari tepatnya, hanya 3 jam aku tertidur. Ada sesuatu yang membuatku terbangun sedini ini, dengan perasaan tidak tenang, hanya tidak tenang, aku tak yakin apakah aku senang, atau aku muram. Ini bukan tentang semalam aku melamar Asih di depan kedua orangtuanya, tentu saja aku senang tentang itu, tapi yang membuatku tak tenang ini tentang, Ony.
*****
"hanya butuh satu mimpi untuk mengguncang dunia"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Nadeshiko Gamez
Dahsyat, author kita hebat banget bikin cerita yang fresh!
2024-04-06
0