"Tiga puluh, enam puluh, Sembilan puluh, sembilan puluh satu, sembilan puluh sembilan" wanita yang sebentar lagi memasuki usia dua puluh delapan tahun itu memberi lingkaran pada tanggal dikalender yang ia anggap sebagai hari penting
"99 hari lagi, apa masih ada waktu?" Gumamnya pelan. Ia menarik nafasnya panjang dan menghembuskannya keras
"Apa aku jujur saja? Tapi bagaimana kalau mereka menganggap aku berbohong dan hanya mencari perhatian, memang siapa yang percaya?" Ia tersenyum miris namun kemudian segera menggeleng
"Apa ini takdir untuk sebuah antagonis sepertiku? Tapi aku bukan sengaja menghancurkan hubungan orang lain"
"Mama" sebuah suara dari depan pintu membuatnya segera mengusap kasar wajahnya dan membuka pintu dengan senyuman penuh kasih sayang menatap putranya yang semakin nampak menggemaskan di matanya
"Kenapa sayang?" Ia berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan sang putra, tak lupa menyingkirkan beberapa anak rambut yang jatuh di kening putranya
"Ayo, beli es klim" dengan semangat anak laki-laki itu menarik tangan ibunya ketika mendengar suara sirine es krim yang lewat di depan rumah mereka
"Pelan-pelan sayang" ucapnya ketika sang putra menyeretnya sampai hampir beberapa kali terjatuh
"Saga mau rasa apa?" Saking seringnya bocah itu membeli, sampai si pedagang es krim sudah hafal namanya
"Cokat" ucapnya dengan semangat, penjual itu terkekeh, padahal sudah hafal betul pesanan yang tak pernah berubah itu
"Belum bisa ngomong huruf 'L' ya ternyata"
"Dia udah bisa ngomong L pak, tinggal huruf R aja yang belum. Tapi khusus untuk coklat huruf L nya hilang" Oryza turut tertawa melihat tatapan polos putranya, ia membayar ketika sang anak sudah mengambil es krim dari tangan si penjual dengan semangat
"Bibi Alice" Saga mengangkat tangan dengan semangat ketika melihat perempuan muda yang berdiri didepan gerbang rumah mereka
Oryza hanya tersenyum pelan, seandainya ia tak pernah ada diantara hubungan wanita itu dan suaminya, maka Saga tak perlu hadir kedunia dan menerima kenyataan kalau keluarganya tak akan bisa lengkap seperti kebanyakan anak lain
"Orion tidak ada dirumah" ucap Oryza menghampiri, nadanya terdengar lebih ramah daripada biasanya yang terkesan ketus. Oryza akui memang tak tau diri saat itu, padahal ia yang mengambil kekasih orang lain malah ia yang bersikap lebih ganas. Itu bukan cemburu karena cinta dan Oryza sudah memastikan hal itu, hatinya sudah mati untuk urusan cinta
"Aku tau, Kak Orion mengabari akan pulang sebentar lagi" walau sedikit heran dengan nada bicara Oryza yang agak ramah, Alice tetap menjawab lembut seperti biasa. Padahal Orion sudah bilang akan menjemput dirinya, tapi Alice yang bilang ingin bermain dengan Saga
"Kalian mau keluar?" Alice menunduk dan mengangguk. Predikat wanita paling tenang saat istri sah memberikan suaminya dekat dengan wanita lain sepertinya untuk Oryza. Bahkan terang-terangan berselingkuh didepannya. Tidak, ia yang lebih dulu berselingkuh walau dalam keadaan tak sadar. Bukankah Oryza disini lebih cocok disebut antagonis?
"Ayo tunggulah didalam" baru separuh gerbang yang terbuka, suara klakson mobil membuat keduanya menoleh
"Kak Orion" Alice menyapa dengan semangat, raut penuh cinta tergambar jelas diwajahnya
"Ayo kita berangkat" tanpa memikirkan Oryza yang melihat mereka, Orion dengan santainya menarik tangan kekasihnya
"Apa kita juga bisa membawa Saga?" Alice sedikit menahan tangan kekasihnya membuat Orion berbalik dan menatap Oryza juga sang putra yang menatap mereka diam
"Apa Saga mau ikut sama Papa dan Bibi Alice?" Oryza berjongkok untuk menyamakan tinggi dengan sang putra saat sadar kedua orang itu sebenarnya menunggu jawaban darinya bukan Saga. Ia tak pernah membiarkan Saga terlalu dekat dengan papanya sendiri karena ia tak ingin anak itu merasa terlalu kehilangan ketika mereka resmi bercerai. Tapi beda lagi ceritanya sekarang, kalau bukan papanya maka siapa yang menjaga anak itu di masa depan?
"Mama tidak ikut?" Mata polos itu menatapnya sendu. Oryza tersenyum kemudian mengusap sedikit noda coklat bekas es krim di sudut bibir putranya
"Mama ada pekerjaan dirumah, jadi tidak bisa ikut"
"Nanti kita beli mainan yang banyak dan bermain bersama" ucap Alice membujuk, mendengar kata mainan, balita yang akan menginjak usia tiga tahun itu tentu berbinar senang. Otak polosnya hanya berisi tentang itu, memang apa yang Oryza harapkan?. Ia sadar tak boleh lagi egois tentang ini
"Mama" anak itu menatap ibunya dengan tatapan memelas seolah agar diizinkan pergi, karena biasanya ketika Papanya dan Bibi Alice pergi, mamanya tak akan pernah membiarkan dia ikut
"Pergilah, hati-hati ya" Oryza mengusap pelan rambut anaknya yang terasa begitu lembut
"Yeay main, dadah mama" anak itu dengan semangat masuk mobil dan melambaikan tangan senang kearah ibunya. Suasana dalam mobil benar-benar terlihat sebagai sosok keluarga sempurna di mata Oryza, jika ia tak mabuk malam itu maka saat ini mungkin mereka sudah bahagia pikirnya
Lamunannya buyar ketika suara dering handphone dari saku bajunya terdengar nyaring
"Halo?"
"Kak, aku dikantor polisi" suara laki-laki diseberang sana ingin sekali membuat Oryza langsung mengumpat namun segera ditahan
"Kakak akan kesana"
Gerutuan sepanjang jalan tak henti-hentinya Oryza keluarkan, adik laki-lakinya benar-benar bandel dan tak pernah mau mendengar ucapan orang tuanya, selalu melawan dan saat terkena masalah hanya bisa mengandalkan Oryza, padahal sudah memasuki semester 4 di salah satu universitas terkenal di Indonesia
"Gabril ada didalam buk" lihatlah bahkan sampai polisi didepan sangat mengenalinya karena seringnya ia bolak balik ke tempat itu
"Kali ini apalagi?" ucapnya langsung tanpa basi-basi begitu melihat adiknya duduk dimeja dan seperti sedang diintrogasi polisi
"Aku dikira ikut balap liar tadi malam kak, padahalkan aku dirumah"
"Masalahnya balap liar ini sampai mengakibatkan korban jiwa Oryza, mereka tak hanya mengganggu warga sipil tapi juga mencelakakan mereka" jelas polisi berusia setengah abad itu. Jangan heran kenapa ia memanggil Oryza dengan sebutan nama, gadis itu pernah berkali-kali masuk kesini untuk kasus serupa dengan adiknya. Jadi para polisi disini mengenalnya bukan hanya karena seringnya adiknya berulah, tapi akibat ulahnya sendiri dulu. Masa remaja yang ia nikmati dengan menguasai jalan bersama para pemotor yang lain
"Adik saya memang biangnya masalah pak, tapi saya pastikan ia tak akan mencelekai orang lain. Kalau ia terbukti melakukannya, saya sendiri yang akan menyerahkannya ke kantor polisi" polisi itu menarik nafasnya panjang, mereka menangkap Gabril, karena para warga menyebut ciri-ciri umum yang ia curigai sebagai Gabril
"Baiklah, mohon kerjasamanya"
"Tentu saja pak"
"Sepertinya Gabril juga harus menikah seperti kamu agar tidak seperti itu lagi" Oryza hanya tersenyum menanggapi dan menyeret kerah belakang jaket adiknya untuk keluar dengan sedikit kasar
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
YuWie
kasihan jg klo Oryza hrs menyerah krn penyakitnya.
2024-11-17
0
Sri Astuti
ya ampuun..
2024-09-25
0
Bzaa
oryza cemungut 💪😘
2024-08-04
1