Bab 3

Tok

Tok

Tok

Sofia yang masih tertidur dibawah selimut menggeliat pelan. Perlahan, matanya terbuka, sedikit menyipit saat jemarinya berhasil meraih jam digital diatas nakas. Pukul 08.23 menit. Gadis itu kembali menarik selimut lalu melanjutkan tidurnya, akan tetapi suara ketukan dari luar kembali terdengar.

Tok

Tok

Tok

“Aku berangkat jam sepuluh bibi.” Sofia sedikit berteriak dengan mata terpejam.

“Nona Sofia, tuan dan nyonya sudah menunggu anda di meja makan untuk sarapan.”

Mata yang tadinya enggan terbuka, tiba-tiba terbuka lebar. “Papa sama mama udah pulang?”

“Iya nona, mereka sedang menunggu anda.”

Terbilang sejak 17 tahun lalu saat gadis itu berumur 4 tahun. Sofia Ayana gadis kecil yang kini tumbuh menjadi gadis cantik jelita dalam keluarga Ganendra. Setelah kematian kedua orang tuanya, Sofia diadopsi oleh Ares Ganendra saat istrinya di fonis tidak bisa melahirkan keturunan. Kehadiran Sofia memberi kehangatan dalam rumah itu, semua begitu menyayanginya kecuali seorang pria. Erlan Diaskara Ganendra adik dari ayahnya sendiri, pria ber-wajah rupawan namun begitu dingin dan menyebalkan

*^*

Beberapa menit kemudian, Sofia keluar dari kamarnya. Melenggangkan kakinya tampak terburu-buru keluar dari kamar hingga suara sepatu heels tiga centi miliknya terdengar brisik mengetuk-ngetuk lantai. Celana Jeans ketat berwana biru dongker dipadukan dengan baju kemeja putih membalut sempurna ditubuhnya. Surai hitam panjang sepinggang dia biarkan terurai, berayun-ayun menyentuh ujung punggungnya. gadis itu melangkah pelan, menuju meja makan.  Disaat yang bersamaan Erlan juga baru saja tiba, semalam pria itu pasti menginap lagi di apartemennya.

“Selamat pagi om…”

“Aku bukan om mu.” Balasnya dingin, terus bejalan hingga pria itu benar-benar duduk disisi kiri kakaknya.

Sofia hanya menanggapinya santai, sejak memasuki rumah ini, Erlan-adik dari ayahnya memang tidak pernah bersikap ramah padanya. Sebuah keberuntungan saat kemarin pria itu datang menyelamatkannya

“Kau masih seperti itu Erlan.” Ucap Hanin setelah meletakkan sepiring nasi goreng didepan putrinya.

“Tidak masalah ma, anggap saja itu bentuk kasih sayang Om Erlan.”

Pria yang sejak tadi fokus dengan mackbook ditangannya, mengadah, menatap Sofia yang tersenyum padanya. Sorot mata pria itu mengarah pada kening Sofia yang masih ter-plaster.

“Pa, ma. Kapan kalian kembali?

“Tadi malam, mama sama papa nggak tega bangunin kamu sayang.”

Ares yang sejak tadi hanya diam melipat koran ditangannya lalu meletakkan diatas meja. Pria itu melihat Sofia yang sedang menikmati sepiring nasi goreng. “Kenapa dengan keningmu Sofia? Apa kau terluka?”

Hanin yang tidak terlalu memperhatikan kening putirnya, menghehentikan aktifitasnya lalu melihat kearah Sofia. “Apa yang terjadi, kenaapa bisa seperti ini?” Wanita itu bahkan lebih khawatir dari sang ayah.

“Mama, aku sungguh tidak apa-apa. Ini hanya kegores.”

“Dimana, bagaimana?” Pertanyaan itu bertubi-tubi keluar dari mulut Ares.

“Pa, ini sungguh tidak apa-apa. Lagi pula aku sudah mengobatinya kok.” Balas gadis itu berusaha tetap tenang.

“Kau yakin sudah diobati dengan benar?”

“Iya mama sayang.”

“Tidak. Papa akan memastikannya sendiri.” Ucapnya sambil mengetik sesuatu diponselnya lalu menghubungi seseorang. “Aturkan jadwal dengan dokter Daniel, kening Sof…”

“Papa.” Gadis itu lebuh dulu merebut ponsel sang ayah lalu mematikan sambungan telepon. “Tenang! Aku benar-benar sehat, luka ini hanya sebuah goresan kecil. Bener kan om?”

Erlan yang sedikit bingung, akhirnya mengangguk pelan. “Kalau putrimu masih terlihat aneh, itu artinya dia baik-baik saja.”

Pada akhirnya kedua orang tua yang memiliki kecemasan berlebihan itu percaya.

”Lalu dimana mobil mu? Papa tidak melihatnya dibagasi.”

Deg

Deg

Deg

Jantung Sofia tiba-tiba berdegub kencang, bibirnya kering, lidahnya keluh, dibawah sana gadis itu meremas jemarinya ketakutan.

“Mobil Sofia aku pinjam.” Tukas Erlan setelah meletakkan cangkir kopinya diatas meja. “Kemarin mobilku mogok jadi aku menyuruhnya menjemputku.”

Untuk sesaat Ares terdiam, menatap adiknya. “Kenapa bisa mogok, kau punya banyak mobil. Kenapa menyuruh putriku menjemputmu?”

“Anggap saja aku memanfaatkan putrimu sebagai ucapan terima kasih karena aku berhasil memenangkan proyek itu.” Balas Erlan dengan santinya.

“Lain kali jangan lakukan! Aku akan memberikan mu uang sebagai ucapan terima kasih.”

“Eiihhh… Aku juga punya uang Ares. Kapan lagi aku memiliki kesempatan memanfaatkan putri dari pengusaha kaya sepertimu.”

“Kau…”

“Sudah! Hentikan kalian berdua.” Ucap Hanin melerai kedua pria bersaudara itu. Mereka berdua lahir dari rahim yang sama namun, tidak pernah akur sedikit pun.

Susana meja makan kembali hening, Detik selanjutnya Ares menoleh pada Sofia.

“Bagaimana dengan kuliahmu? Apa kau menyukai kampus yang papa rekomendasikan?”

Sofia mengangguk. “Aku suka, hanya saja…” Gadis itu mengantung kalimatnya, melirik Ares yang juga menatapnya dengan kening mengerut. “Kali ini aku nggak mau ada yang tau kalau aku putri papa.” Lanjut Gadis itu dengan nada menyindir.

“Papa tidak mengerti Sofia.”

Sofia menghelai nafasnya panjang. Meletakkan sendoknya “Sejak kapan Universitas Galaksi jadi milik papa? Apa sejak aku memutuskan memilih kampus itu?” Tanya gadis itu. “Pa, aku mohon jangan seperti ini. Jangan hanya karena aku kuliah disana papa menjadi ketua yayasan kampus itu.”

“…” Ares kehabisan alasan .

“Sofia pengen kuliah seperti mahasiswa pada umumnya pa.”

Untuk sesaat meja makan yang tadinya begitu riuh tiba-tiba hening, Area menyandarkan tubuhnya lalu memasukkan kedua tangannya pada saku celana yang ia pakai. Pria yang baru memasuki kepala empat itu menatap lurus kearah putrinya yang kini berubah menjadi gadis yang sangat cantik.

“Papa hanya ingin melakukan yang terbaik untukmu.”

“Semua papa berikan padaku adalah yang terbaik. Jadi, percaya sama aku semua akan baik-baik saja.”

Hanin tersenyum, menyentuh lembut pucuk kepala putrinya. “Putri mama ternyata sudah besar.”

Diam-diam tepat didepan Sofia pria yang tengah memainkn ponselnya tersenyum tipis nyaris tak terlihat.

“Hemm… Sofia.”

“Iya papa.”

“Apa kau sedang dekat sama seseorang saat ini?” Tanya Ares kemudian

“Hem?”

Gadis itu melirik Erlan yang tiba-tiba mengangkat pandangannya ke arah Ares. Sofia menggeleng. “Tidak pa, memangnya kenapa?”

Ares tidak membalas, untuk sesaat pria itu hanya menatap putrinya. Otak dan hatinya sedang berdebat hebat sampai pada akhirnya dengan satu tarikan nafas pria itu akhirnya mengeluarkan kalimat yang beberapa hari ini menganggunya.

“Ada anak tuan Luxier dia teman papa. Kamu tidak keberatan kan menemuinya.”

Deg.

Bodoh jika Sofia tidak mengerti makna dari pembicaraan ini. Gadis itu melihat ayahnya , terbungkam dalam diam yang rapuh. Dia ingin menolak tapi sungguh dia tidak ingin melukai hati pria yang selama ini merawat dan menyayanginya. Dia menatap netra Ares, berusaha tersenyum meski tidak mungkin.

“Sayang, kita sudah membicarakannya.” Hanin kemudian melirik pada Sofia menyentuh pundaknya lembut. “Jangan terlalu dipikirkan, tidak apa jika kamu tidak ingin.”

“Jika papa ingin aku menemuinya aku akan menemuinya mama.”

Erlan menarik lurus pandangannya menatap Sofia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!