"Eh, kamu?" kata Gilang ketika melihat Renata menengadah. Renata tersenyum.
'Hah? Dia tau aku?' batin Renata berbunga-bunga.
"Lo nggak apa-apa, Ren?" tanya Iko yang kemudian membantu Renata bangun.
"Nggak apa-apa, Ko. Buru-buru, sampe nggak liat jalan," kata Renata sambil nyengir.
"Alhamdulillah kalo nggak apa-apa. Sekali lagi maaf ya," kata Gilang mendengar Renata baik-baik saja.
"Eh, iya. Aku juga salah kok," kata Renata tersenyum. Iko melihat ada sesuatu di mata Renata yang tak biasa.
"Temennya Rena?" tanya Iko pada Gilang.
"Eh? Temen bukan ya, ehehe. Udah sering liat, cuma belum kenal aja," kata Gilang sambil menggaruk-garuk kepalanya. Iko melihat Renata tersipu.
"Sering liat? Dimana? Sejak kapan lo jadi artis?" tanya Iko pada Gilang dan Renata bergantian.
"Hih! Artis apaan?" kata Renata gemas.
"Jadi, saya sering liat si mbak jajan penthol deket kios baju ibu saya di pasar, gitu Mas," jelas Gilang sambil tersenyum ramah.
"Iko," kata Iko memperkenalkan diri.
"Oh, Gilang, Mas," kata Gilang.
"Kan tadi gue udah bilang Iko, masih panggil Mas aja," kata Iko protes.
"Eh, iya, maaf," ucap Gilang sambil meringis.
"Jangan panggil dia mbak, Lang. Dia ini adek-adek yang salah raga aja," kata Iko meledek Renata. Renata manyun.
"Hehe... Jadi manggilnya apa nih? Mbak? Adek? Atau...?"
"Renata. Panggil Rena aja," jawab Renata cepat.
"Imut-imut gini umurnya udah tua," ledek Iko lagi.
"Ngatain tua, kek kamu lebih muda aja," kata Renata sebal.
"Lhoh kan gue memang lebih muda dari lo," kata Iko.
"Cuma sehari doang,"
"Kan tetep lebih muda,"
Gilang tertawa kecil melihat tingkah kenalan barunya.
"Heh, kita disini bukan lawak ya," protes Iko melihat Gilang yang tertawa.
"Maaf, maaf. Kalian lucu," kata Gilang jujur. Renata lagi-lagi tersipu.
"Lo mahasiswa sini, Lang?" tanya Iko, sambil melihat jas almamater yang dipake Gilang.
"Tingkat akhir," jawab Gilang.
"Sama. Jurusan apa?" tanya Iko.
"Psikologi,"
"Wuiiih beraaaat..."
"Jadi anak seni lebih berat bukannya?" tanya Gilang yang sukses membuat Renata dan Iko terkejut.
"Kok kamu tau?" tanya Renata cepat.
"Anak psikologi bisa jadi cenayang ya?" tanya Iko.
"Bukaaan... Tadi pagi sempet ke kampus kalian ambil karya seni. Terus sempet liat kalian berdua," kata Gilang santai.
'Liat aku sama Iko di kampus? Atau boncengan? Dia nggak ngira aku sama Iko pacaran kan?' batin Renata kacau.
"Ooo~ jadi rombongan tadi pagi ada elo juga. Sempet liat kita juga? Wah, wah, benar-benar takdir yang lucu," kata Iko.
"Itu yang orang sering bilang jodoh," kata Gilang, lalu melirik Renata yang terdiam. Renata yang mendengar kata-kata Gilang jadi salah tingkah.
"Omong-omong, booth karya seni anak Sebelas Maret ada disebelah sana. Itu keliatan," tunjuk Gilang pada booth yang hendak dituju Renata tadi.
"Oh, oke. Makasih ya, Lang," ucap Iko.
"Sama-sama. Saya balik nugas dulu ya. Makasih udah dateng," kata Gilang lalu berlalu menuju segerombolan mahasiswa yang juga menggunakan jaket almamater yang sama.
"Lo suka sama dia?" tanya Iko pada Renata to the point.
"Hah? Apaan sih?" tanya Renata salah tingkah.
"Mending jangan," kata Iko.
"Kenapa?" tanya Renata mengerutkan alis.
"Berat. Beda," kata Iko sambil menatap punggung Gilang. Renata ikut menatap punggung Gilang.
"Nggak. Cuma sebatas vitamin A untuk cuci mata," kata Renata kemudian.
"Yakin?" tanya Iko memastikan. Renata mengangguk.
"Hati-hati. Dari mata turun ke hati," kata Iko, lalu berlalu menuju booth yang menggelar karya seni dari kampus mereka.
'Dari mata turun ke hati? Belum kan?'
***
Sepanjang jalan menuju rumah Renata hanya ada diam diantara Iko dan Renata. Keduanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Renata masih memikirkan kata-kata Iko bahwa jangan sampai dia jatuh hati pada Gilang. Ya. Mereka berbeda. Dan meski bukan masalah yang rumit bagi sebagian orang, hal itu menjadi rumit bagi Renata yang besar di keluarga katholik yang taat.
Iko mencoba memberi ruang bagi Renata untuk berpikir. Menelaah perasaannya. Karena Iko tahu, bahwa cara Renata menatap Gilang tidak seperti cara Renata menatap dirinya. Ada suatu yang Iko tahu itu apa.
'Jangan, Ren. Please,'
Motor Iko sudah memasuki halaman rumah Renata yang cukup luas. Rumah model lawas yang selalu mengingatkan Iko pada rumah neneknya dulu.
"Tumbenan dianter supir," celetuk Theressa yang melihat Iko mengantar Renata pulang.
"Mampir di kampus Muhammadiyah dulu tadi," kata Renata santai.
"Hah? Ngapain?" tanya Theressa kaget.
"Santai, Re. Kita cuma beli karya seni temen yang dipajang disana buat bantu galang dana Palestina," jelas Iko.
"Oooh~ beli apaan?" tanya Theressa sambil mengintip tas plastik yang dibawa Iko.
"Ada craft sama lukisan mini. Liat aja noh. Yang beli kakak lo semua," kata Iko sambil menyodorkan tas plastik yang dibawanya.
"Iiih... Lucu..." komentar Theressa ketika meng-unboxing tas plastik yang diberikan Iko.
"Buat kamu semua kalo mau," kata Renata sambil sibuk mengusap-usap layar ponselnya.
"Serius, Kak?"
"Hmmm,"
"Thankiss," kata Theressa sambil mencium pipi Renata.
"Kepoin siapa sih?" tanya Theressa ketika matanya mampir melirik ke layar ponsel kakaknya.
"Apaan sih? Kepo!" kata Renata yang sadar adiknya tengah ikut memonitor sosial media milik seseorang yang sedang dipantaunya.
"Awas lho. Jangan jadi stalker!" kata Theressa sambil menjauh dari Renata.
"Sabar ya, Bang Ko, dicuekin," kata Theressa sambil menepuk-nepuk bahu Iko.
"Udah biasa, Re. Udah kebal. Untung Tuhan selalu restock kesabaran gue, Re," kata Iko dengan nada memelas.
"Tau tuh. Woy, Kak Rena. Cowoknya jangan dianggurin!" teriak Theressa sambil masuk ke rumah.
"Cowok?" gumam Renata sambil melirik Iko yang duduk di hadapannya.
"Eh, sorry. Lupa," kata Renata, lalu menyimpan ponselnya.
"Aku bikinin minum dulu. Mau minum apa?" tanya Renata pada Iko.
"Apa aja yang penting manis kek kamu," kata Iko sambil tersenyum lebar.
"Kamu itu ya. Bisa nggak sebentar aja nggak nyebelin?" kata Renata sambil berlalu masuk ke dalam rumah.
"Kalo gue nggak nyebelin, lo nggak suka!!" kata Iko setengah berteriak. Iko melihat Renata yang berjalan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Iko tersenyum.
Iko tak pernah berharap perasaannya pada Renata selama ini berbalas. Cukup melihat Renata tersenyum dan tertawa setiap hari membuat Iko merasa perasaannya sudah bersambut, meski bukan menjadi sebuah hubungan kasih. Namun, melihat Renata yang seperti menaruh hati pada Gilang membuat Iko membulatkan tekadnya. Meski tak akan mudah, Iko akan berusaha membuat Renata melihat ke arahnya.
'Tunggu, Ren. Cinta ku akan menyelamatkan mu. Tunggu, Ren,'
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments