Terjerat Pesona Sahabat Suamiku
Tujuh tahun bukan waktu yang singkat bagi Zelmira dan Nathan menjalani biduk rumah tangganya. Suka duka mereka lalui bersama, bahkan lima tahun sebelum menikah, saat mereka masih pacaran, mereka juga mengalami suka duka bersama. Saling menyemangati untuk menggapai masa depan mereka.
Sekarang, di tujuh tahun pernikahan mereka, bukan hubungan mereka yang semakin erat dan harmonis, tapi malah semakin merenggang. Ditambah belum ada buah hati yang hadir di tengah-tengah mereka. Dan, itu membuat mereka semakin merasa jenuh, sepi, dan hampa. Terlebih Zelmira, ia juga semakin jenuh dengan kehidupan yang sedang ia lalui sekarang besama Nathan, karena Nathan dan dirinya sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Bertemu di rumah hanya sekadar saat sarapan berdua. Makan malam berdua, itu pun kalau Nathan belum makan di kantor, kalau sudah, Zelmira terpaksa harus makan malam sendiri di rumah. Selebihnya mereka menghabiskan waktu untuk menggeluti pekerjaan mereka masing-masing.
Zelmira selalu sibuk dengan pekerjaannya, kadang juga dia menyelesaikan pekerjaannya di rumah, dan pagi pun saat setelah menyiapkan sarapan untuk suami dan dirinya, ia masih saja berkutat di depan Ipad-nya untuk menyelesaikan laporan yang semalam belum sempat ia selesaikan sambil sarapan.
Pun dengan Nathan. Ia juga begitu, selalu membawa pekerjaan ke rumah, menyelesaikannya di rumah kalau di kantor belum sempat ia selesaikan. Padahal Nathan sudah pulang larut malam, tapi tetap saja paginya masih berurusan dengan laporan-laporan dari kantornya.
Hidup hanya berdua saja di rumah. Zelmira dan Nathan memang sepakat tidak menggunakan jasa pembantu. Itu semua karena, Zelmira merasa masih mampu mengerjakan semua pekerjaan rumah, pun dengan Nathan, dia juga tidak segan untuk membantu istrinya mengerjakan pekerjaan rumah kalau Zelmira sedang sibuk mengerjakan yang lain.
Seperti pagi ini, Nathan membantu Zelmira mengangsurkan teh dari poci kecil, dan air putih. Sedangkan Zelmira, ia sibuk membuatkan sarapan
“Pagi Honey ....” Nathan langsung menyambar bibir manis Zelmira saat Zelmira menghidangkan sarapan di meja makan.
“Pagi, Sayang ....” Jawabnya dengan sungkan.
Kecupan dari suaminya pun terasa sangat hambar sekali. Zelmira berdecak lirih saat Nathan mengecup bibirnya. Bukan, bukan karena bosan. Tapi, Zelmira merasa kecupan Nathan tidak seperti dulu. Tidak seperti saat mereka baru memulai rumah tangga. Sekarang hambar, tidak ada rasa. Tidak ada lagi kehangatan di setiap sentuhan fisiknya dengan Nathan. Kecupan itu hanya sebagai formalitas setiap pagi dan setiap bertemu saja. Itu yang Zelmira rasakan sekarang, setiap harinya. Bukan sebuah ciuman yang menggairahkan hasrat dan menambah imunitas juga semangat untuk menjalani hari.
Nathan duduk di depan Zelmira, dia menyuapkan satu sendok nasi goreng buatan istri tercintanya itu.
“Masakan kamu memang selalu enak, Sayang,” puji Nathan.
“Hmmm ... Memang seperti itu, kan?” jawab Zelmira.
“Iya, tidak akan pernah berubah, seperti rasa cintaku padamu, tidak akan berubah sedikit pun,” ucap Nathan.
“Oh, ya?” jawab Zelmira.
“Ya, aku mencintaimu, sekarang dan selamanya,” ucap Nathan.
Zelmira hanya menaikkan alisnya saja. Ucapan cinta dari suaminya sudah terasa biasa saja, tidak ada spesialnya sama sekali. Cintanya semakin mengabu, tidak ada lagi warna dan gairah seperti dulu. Mungkin karena mereka terlalu sibuk sendiri, sampai lupa warna cinta dan gairahnya kian memudar.
“Ze, nanti temanku dari London mau ke sini, namanya Alshad, kamu masih ingat?” tanya Nathan.
“Ya, masih. Mau apa ke sini? Ada urusan pekerjaan atau hanya sekadar pengin berkunjung ke sini saja?” jawab Zelmira dengan menatap layar iPad-nya yang ada di sebelah piring.
“Dia ada pekerjaan di sini selama kurang lebih satu tahun. Jadi dia mau tinggal di sini dulu, ya gak selama satu tahun itu sih, sampai dia menemukan apartemen untuk ia tinggal yang cocok. Lagian kita hanya berdua, dan masih ada dua kamar kosong, kan?” jelas Nathan.
“Gak masalah sih,” jawabnya singkat.
“Kamu marah, ya? Aku tidak mendiskusikan ini dulu sama kamu jauh-jauh hari?” ucap Nathan yang melihat istrinya begitu cuek menanggapinya.
“Sudah biasa seperti itu juga, kan? Apa-apa kamu putuskan sendiri tanpa mendiskusikan denganku, dan meminta pendapatku bagaimana?” jawab Zelmira santai
Nathan memang sekarang selalu begitu. Sering memutuskan apa-apa sendiri, tanpa meminta persetujuan atau pendapat istrinya. Zelmira juga sudah paham dengan kelakuan Nathan yang dari dulu seperti itu.
“Jadi kamu setuju, kan?” tanya Nathan
“Hmmm ....” jawabnya dengan bergumam, lalu menganggukkan kepalanya.
“Kok gitu jawabnya, Sayang?”
“Iya aku setuju, Sayang ...,” jawabnya.
“Oke, nanti aku bilang sama Alshad, kalau kamu setuju.”
“Kabari saja kalau sudah dekat. Jangan mendadak, aku juga kan harus mempersiapkan kamar buatnya, membersihkan kamar juga? Lagian kamar kan kosong gak ada bed-nya juga. Perlu beli juga, kan?” ucap Zelmira.
“Iya, nanti aku kabari kamu kalau dia mau ke sini. Nanti aku belikan bed sesuai ukuran dipannya. Aku beli sekarang, biar nanti sore datang,” jawab Nathan.
“Bener jangan mendadak, kamu tahu aku paling tidak suka apa-apa serba mendadak, kan?”
“Iya, Zelmira Sayang ... Aku gak akan dadakan ngasih tahunya. Janji,” ucapnya. Lalu beranjak dari tempat duduknya dan memeluk Zelmira, mengecup pipinya.
“Kamu belum selesai laporannya?”
“Sedikit lagi, semalam aku malah ketiduran. Lelah sekali,” jawab Zelmira.
Padahal semalam Zelmira ingin sekali bermanja dengan Nathan. Tapi, hingga ia jenuh menunggu Nathan sambil mengerjakan laporan, Nathan tak kunjung pulang sampai jam sepuluh malam. Akhirnya Zelmira memutuskan menutup kembali iPad-nya, dan memilih untuk tidur.
“Nanti malam pulang malam lagi tidak?” tanya Zelmira.
“Tergantung nanti,” jawabnya sambil menarik kursi di sebelah Zelmira, lalu duduk dan mengambil ponsel miliknya untuk mengecek laporan yang semalam.
“Masih belum selesai juga pekerjaanmu? Padahal semalam kamu pulang larut malam,” ucap Zelmira.
“Ya kamu seperti tidak tahu saja pekerjaanku sekarang sedang banyak. Yang penting kan aku pulang, nemenin kamu, dan gak pernah aku berpaling dari kamu,” ucap Nathan.
“Ya iya sih, tapi apa gak ada waktu gitu sehari saja kalau weekend untuk kita berdua? Kayaknya kamu selalu sibuk, meskipun weekend,” ucap Zelmira.
“Ya karena memang sibuk, Sayang? Kamu pun sekarang juga sibuk, kan?”
“Ya karena kamu sibuk, aku jadi ikutan sibuk deh.” Jawabnya santai, dengan nada yang seakan protes pada suaminya.
“Oh ya Ze, nanti kalau Alshad sudah berada di sini, mobil kamu biar dipakai dia, kamu aku antar jemput,” ucap Nathan.
“Oke gak masalah,” jawab Zelmira, meski dia sedikit keberatan.
Zelmira tahu siapa Alshad. Dia memang sahabat baik suaminya. Berkat Alshad bisnis Nathan semakin berkembang. Jadi tidak masalah bagi Zelmira, jika Alshad akan menetap di rumahnya untuk sementara sebelum Alshad menemukan apartemen yang cocok. Tidak masalah juga kalau Alshad memakai mobilnya untuk sementara saat berada di rumahnya. Toh dulu saat mereka sama-sama kuliah di London, Alshad pun banyak membantu mereka.
“Mau ke mana, Ze?” tanya Nathan saat melihat istrinya beranjak dari tempat duduknya.
“Mandilah, itu udah jam setengah tujuh,” jawab Zelmira. “Mau ikut?” tawar Zelmira dengan sedikit genit pada suaminya.
“Sudah sana mandi, orang aku lagi ngecek laporan,” jawab Nathan tanpa mengindahkan ajakan istrinya.
Padahal Zelmira seperti itu karena ingin memancing Nathan, supaya Nathan menyempatkan waktu untuk bermesraan dengannya. Sudah cukup lama Zelmira tidak bermesraan dengan Nathan. Bermesraan di atas ranjang pun sudah lama tidak ia lakukan , bahkan dia lupa rasanya seperti apa.
“Ya sudah, aku mandi,” ucapnya dengan berdecak kesal, lalu meninggalkan Nathan.
Padahal Zelmira seperti itu, kesal di hadapan Nathan supaya Nathan peka dengannya. Namun, kenyataannya tidak seperti yang ia duga. Nathan tetap diam, cuek, dan tidak menghiraukan Zelmira.
Semua sudah Zelmira lakukan supaya Nathan peka dengan apa yang ia inginkan. Namun ternyata tidak yang seperti Zelmira bayangkan, Nathan malah cuek, acuh padanya.
Zelmira tidak tahu harus bagaimana untuk mengatasi rumah tangganya yang semakin hari semakin hambar rasanya. Rasa nyaman dan tentram saja sudah tidak ia dapatkan lagi dari Natahan. Meski Nathan perhatian, dan sangat menyayanginya, tapi ia tetap saja merasa jenuh dengan pernikahannya, apalagi seperti saat ini, Nathan begitu disibukkan oleh pekerjaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments