NovelToon NovelToon

Terjerat Pesona Sahabat Suamiku

Prolog

Tujuh tahun bukan waktu yang singkat bagi Zelmira dan Nathan menjalani biduk rumah tangganya. Suka duka mereka lalui bersama, bahkan lima tahun sebelum menikah, saat mereka masih pacaran, mereka juga mengalami suka duka bersama. Saling menyemangati untuk menggapai masa depan mereka.

Sekarang, di tujuh tahun pernikahan mereka, bukan hubungan mereka yang semakin erat dan harmonis, tapi malah semakin merenggang. Ditambah belum ada buah hati yang hadir di tengah-tengah mereka. Dan, itu membuat mereka semakin merasa jenuh, sepi, dan hampa. Terlebih Zelmira, ia juga semakin jenuh dengan kehidupan yang sedang ia lalui sekarang besama Nathan, karena Nathan dan dirinya sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Bertemu di rumah hanya sekadar saat sarapan berdua. Makan malam berdua, itu pun kalau Nathan belum makan di kantor, kalau sudah, Zelmira terpaksa harus makan malam sendiri di rumah. Selebihnya mereka menghabiskan waktu untuk menggeluti pekerjaan mereka masing-masing.

Zelmira selalu sibuk dengan pekerjaannya, kadang juga dia menyelesaikan pekerjaannya di rumah, dan pagi pun saat setelah menyiapkan sarapan untuk suami dan dirinya, ia masih saja berkutat di depan Ipad-nya untuk menyelesaikan laporan yang semalam belum sempat ia selesaikan sambil sarapan.

Pun dengan Nathan. Ia juga begitu, selalu membawa pekerjaan ke rumah, menyelesaikannya di rumah kalau di kantor belum sempat ia selesaikan. Padahal Nathan sudah pulang larut malam, tapi tetap saja paginya masih berurusan dengan laporan-laporan dari kantornya.

Hidup hanya berdua saja di rumah. Zelmira dan Nathan memang sepakat tidak menggunakan jasa pembantu. Itu semua karena, Zelmira merasa masih mampu mengerjakan semua pekerjaan rumah, pun dengan Nathan, dia juga tidak segan untuk membantu istrinya mengerjakan pekerjaan rumah kalau Zelmira sedang sibuk mengerjakan yang lain.

Seperti pagi ini, Nathan membantu Zelmira mengangsurkan teh dari poci kecil, dan air putih. Sedangkan Zelmira, ia sibuk membuatkan sarapan

“Pagi Honey ....” Nathan langsung menyambar bibir manis  Zelmira saat Zelmira menghidangkan sarapan di meja makan.

“Pagi, Sayang ....” Jawabnya dengan sungkan.

Kecupan dari suaminya pun terasa sangat hambar sekali. Zelmira berdecak lirih saat Nathan mengecup bibirnya. Bukan, bukan karena bosan. Tapi, Zelmira merasa kecupan Nathan tidak seperti dulu. Tidak seperti saat mereka baru memulai rumah tangga. Sekarang hambar, tidak ada rasa. Tidak ada lagi kehangatan di setiap sentuhan fisiknya dengan Nathan. Kecupan itu hanya sebagai formalitas setiap pagi dan setiap bertemu saja. Itu yang Zelmira rasakan sekarang, setiap harinya. Bukan sebuah ciuman yang menggairahkan hasrat dan menambah imunitas juga semangat untuk menjalani hari.

Nathan duduk di depan Zelmira, dia menyuapkan satu sendok nasi goreng buatan istri tercintanya itu.

“Masakan kamu memang selalu enak, Sayang,” puji Nathan.

“Hmmm ... Memang seperti itu, kan?” jawab Zelmira.

“Iya, tidak akan pernah berubah, seperti rasa cintaku padamu, tidak akan berubah sedikit pun,” ucap Nathan.

“Oh, ya?” jawab Zelmira.

“Ya, aku mencintaimu, sekarang dan selamanya,” ucap Nathan.

Zelmira hanya menaikkan alisnya saja. Ucapan cinta dari suaminya sudah terasa biasa saja, tidak ada spesialnya sama sekali. Cintanya semakin mengabu, tidak ada lagi warna dan gairah seperti dulu. Mungkin karena mereka terlalu sibuk sendiri, sampai lupa warna cinta dan gairahnya kian memudar.

“Ze, nanti temanku dari London mau ke sini, namanya Alshad, kamu masih ingat?” tanya Nathan.

“Ya, masih. Mau apa ke sini? Ada urusan pekerjaan atau hanya sekadar pengin berkunjung ke sini saja?” jawab Zelmira dengan menatap layar iPad-nya yang ada di sebelah piring.

“Dia ada pekerjaan di sini selama kurang lebih satu tahun. Jadi dia mau tinggal di sini dulu, ya gak selama satu tahun itu sih, sampai dia menemukan apartemen untuk ia tinggal yang cocok. Lagian kita hanya berdua, dan masih ada dua kamar kosong, kan?” jelas Nathan.

“Gak masalah sih,” jawabnya singkat.

“Kamu marah, ya? Aku tidak mendiskusikan ini dulu sama kamu jauh-jauh hari?” ucap Nathan yang melihat istrinya begitu cuek menanggapinya.

“Sudah biasa seperti itu juga, kan? Apa-apa kamu putuskan sendiri tanpa mendiskusikan denganku, dan meminta pendapatku bagaimana?” jawab Zelmira santai

Nathan memang sekarang selalu begitu. Sering memutuskan apa-apa sendiri, tanpa meminta persetujuan atau pendapat istrinya. Zelmira juga sudah paham dengan kelakuan Nathan yang dari dulu seperti itu.

“Jadi kamu setuju, kan?” tanya Nathan

“Hmmm ....” jawabnya dengan bergumam, lalu menganggukkan kepalanya.

“Kok gitu jawabnya, Sayang?”

“Iya aku setuju, Sayang ...,” jawabnya.

“Oke, nanti aku bilang sama Alshad, kalau kamu setuju.”

“Kabari saja kalau sudah dekat. Jangan mendadak, aku juga kan harus mempersiapkan kamar buatnya, membersihkan kamar juga? Lagian kamar kan kosong gak ada bed-nya juga. Perlu beli juga, kan?” ucap Zelmira.

“Iya, nanti aku kabari kamu kalau dia mau ke sini. Nanti aku belikan bed sesuai ukuran dipannya. Aku beli sekarang, biar nanti sore datang,” jawab Nathan.

“Bener jangan mendadak, kamu tahu aku paling tidak suka apa-apa serba mendadak, kan?”

“Iya, Zelmira Sayang ... Aku gak akan dadakan ngasih tahunya. Janji,” ucapnya. Lalu beranjak dari tempat duduknya dan memeluk Zelmira, mengecup pipinya.

“Kamu belum selesai laporannya?”

“Sedikit lagi, semalam aku malah ketiduran. Lelah sekali,” jawab Zelmira.

Padahal semalam Zelmira ingin sekali bermanja dengan Nathan. Tapi, hingga ia jenuh menunggu Nathan sambil mengerjakan laporan, Nathan tak kunjung pulang sampai jam sepuluh malam. Akhirnya Zelmira memutuskan menutup kembali iPad-nya, dan memilih untuk tidur.

“Nanti malam pulang malam lagi tidak?” tanya Zelmira.

“Tergantung nanti,” jawabnya sambil menarik kursi di sebelah Zelmira, lalu duduk dan mengambil ponsel miliknya untuk mengecek laporan yang semalam.

“Masih belum selesai juga pekerjaanmu? Padahal semalam kamu pulang larut malam,” ucap Zelmira.

“Ya kamu seperti tidak tahu saja pekerjaanku sekarang sedang banyak. Yang penting kan aku pulang, nemenin kamu, dan gak pernah aku berpaling dari kamu,” ucap Nathan.

“Ya iya sih, tapi apa gak ada waktu gitu sehari saja kalau weekend untuk kita berdua? Kayaknya kamu selalu sibuk, meskipun weekend,” ucap Zelmira.

“Ya karena memang sibuk, Sayang? Kamu pun sekarang juga sibuk, kan?”

“Ya karena kamu sibuk, aku jadi ikutan sibuk deh.” Jawabnya santai, dengan nada yang seakan protes pada suaminya.

“Oh ya Ze, nanti kalau Alshad sudah berada di sini, mobil kamu biar dipakai dia, kamu aku antar jemput,” ucap Nathan.

“Oke gak masalah,” jawab Zelmira, meski dia sedikit keberatan.

Zelmira tahu siapa Alshad. Dia memang sahabat baik suaminya. Berkat Alshad bisnis Nathan semakin berkembang. Jadi tidak masalah bagi Zelmira, jika Alshad akan menetap di rumahnya untuk sementara sebelum Alshad menemukan apartemen yang cocok. Tidak masalah juga kalau Alshad memakai mobilnya untuk sementara saat berada di rumahnya. Toh dulu saat mereka sama-sama kuliah di London, Alshad pun banyak membantu mereka.

“Mau ke mana, Ze?” tanya Nathan saat melihat istrinya beranjak dari tempat duduknya.

“Mandilah, itu udah jam setengah tujuh,” jawab Zelmira. “Mau ikut?” tawar Zelmira dengan sedikit genit pada suaminya.

“Sudah sana mandi, orang aku lagi ngecek laporan,” jawab Nathan tanpa mengindahkan ajakan istrinya.

Padahal Zelmira seperti itu karena ingin memancing Nathan, supaya Nathan menyempatkan waktu untuk bermesraan dengannya. Sudah cukup lama Zelmira tidak bermesraan dengan Nathan. Bermesraan di atas ranjang pun sudah lama tidak ia lakukan , bahkan dia lupa rasanya seperti apa.

“Ya sudah, aku mandi,” ucapnya dengan berdecak kesal, lalu meninggalkan Nathan.

Padahal Zelmira seperti itu, kesal di hadapan Nathan supaya Nathan peka dengannya. Namun, kenyataannya tidak seperti yang ia duga. Nathan tetap diam, cuek, dan tidak menghiraukan Zelmira.

Semua sudah Zelmira lakukan supaya Nathan peka dengan apa yang ia inginkan. Namun ternyata tidak yang seperti Zelmira bayangkan, Nathan malah cuek, acuh padanya.

Zelmira tidak tahu harus bagaimana untuk mengatasi rumah tangganya yang semakin hari semakin hambar rasanya. Rasa nyaman dan tentram saja sudah tidak ia dapatkan lagi dari Natahan. Meski Nathan perhatian, dan sangat menyayanginya, tapi ia tetap saja merasa jenuh dengan pernikahannya, apalagi seperti saat ini, Nathan begitu disibukkan oleh pekerjaannya.

Satu

Zelmira sudah sibuk menyiapkan sarapan. Ia baru saja membuat roti bakar, lalu membuatkan kopi untuk suaminya dan teh dengan sedikit gula untuknya.

“Pagi, Honey ....” Nathan langsung memeluk Zelmira yang sedang menaruh kopi dan teh di meja makan, lalu mengecup lembut bibir Zelmira.

“Pagi ....” Jawabnya tanpa melihat Nathan, lalu kembali ke dapur mengambil roti yang baru saja selesai ia panggang.

Nathan menarik kursinya lalu duduk dan langsung menyesap kopi yang masih sedikit panas di dalam cangkir. Zelmira duduk di sebelah Nathan, dia juga langsung menikmati teh dan rotinya.

“Semalam nyenyak tidurnya?” tanya Nathan.

“Ya begitu, seperti biasa lah,” jawab Zelmira.

“Maafkan aku, Sayang. Semenjak aku pegang proyek baru, aku jarang pulang tepat waktu. Aku janji, akan aku usahakan pulang lebih awal,” ucap Nathan dengan mengusap kepala Zelmira.

“Hmmm ... Udah biasa kok. Aku udah biasa merasakan seperti ini. Kamu kan memang dari dulu lebih mementingkan pekerjaan, daripada aku yang istrimu?” jawab Zelmira.

“Kok gitu bilangnya? Oke, aku janji, aku akan luangkan waktu untuk pulang lebih awal. Aku janji,” ucapnya untuk membanggakan hati istrinya.

“Gak usah sok janji-janji. Janjimu masih banyak yang belum kamu tepati!” tukas Zelmira.

“Benar, aku janji, aku akan luangkan waktu untuk pulang lebih awal,” ulang Nathan.

“Terserah deh!”

Nathan melihat istrinya ternyata sudah rapi, sudah memakai baju kerjanya. Bahkan istrinya sudah rapi dan cantik pun Nathan baru menyadarinya, saking otaknya hanya memikirkan pekerjaannya.

“Kamu tumben masih pagi sudah rapi sekali, Ze?” tanya Nathan.

“Aku tadi menyelesaikan pekerjaanku dulu, Nat. Ini saja belum selesai,” jawab Zelmira dengan membuka iPad miliknya. Nathan juga membuka ponsel miliknya, dia mengecek laporan, barangkali ada yang belum ia selesaikan.

Mereka setiap pagi selalu begitu. Masing-masing disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing. Zelmira berkutat dengan iPad miliknya, sedangkan  Nathan berkutat dengan ponsel dan iPad miliknya.

“Astaga, Ze ... Sorry, aku lupa!” Ucap Nathan panik, setelah sekilas melihat pesan dari sahabatnya sepuluh hari yang lalu.

“Kenapa lagi? Kebiasaan kamu seperti itu. Selalu melupakan hal penting! Memang apa yang lupa?” sergah Zelmira. “Jangan bilang kamu lupa memberitahu kalau teman kamu sudah mau datang ke sini?” imbuhnya.

Nathan terdiam, karena Zelmira sudah bisa menebak apa yang akan Nathan sampaikan, dan apa yang Nathan lupakan. Ya benar, Nathan lupa memberitahukan pada Zelmira kalau hari ini Alshad akan datang ke rumahnya. Dan, semalam sudah perjalanan dari London mungkin siang atau sore dia akan sampai di rumahnya. Padahal Alshad sudah memberitahukannya sepuluh hari yang lalu. Tapi, karena Nathan saking sibuknya, yang ia urus hanya pekerjaan saja, bahkan ia juga melupakan kalau ia memiliki istri yang harusnya ia perhatikan lebih.

Istrinya saja ia lupakan, apalagi pesan dari Alshad yang akan datang ke rumahnya?

Nathan benar-benar sedang diperbudak oleh pekerjaannya. Dia juga sudah lupa berapa bulan tidak menyentuh istrinya, memanjakan istrinya di atas ranjang dengan penuh gairah. Hanya pekerjaannya saja yang Nathan pikirkan, itu yang membuat Zelmira setiap hari merasakan kehampaan dalam rumah tangganya. Zelmira memulainya dulu pun Nathan cuek bahkan tidak ada hasrat ingin menyentuh lebih istrinya.

“Benar, kan? Siapa itu? Oh ya, Alshad. Apa dia akan datang? Kapan?” tanya Zelmira dengan nada kesal, sambil mengambil cangkir yang berisi teh, lalu meminumnya.

“I—iya, Sayang ... Maaf, aku sibuk sekali akhir-akhir ini. Jadi aku tidak memberitahukan kalau Alshad akan datang hari ini,” jawab Nathan dengan lirih.

“Apa?! Hari ini?! Astaga Nathan .... Kamu benar-benar, ya?” pekik Zelmira. “Gitu saja bisa lupa kamu, Nat! Lihat setelah kemarin kamu belikan bed baru, itu kamar belum aku benahi lagi! Belum beli bed cover dan sepreinya? Aku tidak habis pikir, pekerjaan mengalahkan segalannya kamu, Nat!” ucap Zelmira dengan kesal.

“Maaf, Honey ... Aku benar-benar lupa,” ucap Nathan menyesal.

“Kebiasaan!” cebiknya kesal. “Aku kan sudah bilang, jauh-jauh hari harusnya kamu beritahu aku kalau teman kamu akan datang! Gak bisa dadakan gini dong? Lama-lama kamu lupa ada aku, Nat! Kamu lupa kalau kamu punya istri, dan istrimu membutuhkan perhatian kamu!” erangnya jengkel.

“Maafkan aku, Ze. Maaf banget. Aku benar-benar lupa, Sayang,” ucapnya dengan mengusap lengan Zelmira.

“Sudah! Hilang selera sarapanku!” Zelmira menyingkirkan tangan Nathan, lalu beranjak dari tempat duduknya.

Zelmira langsung naik ke atas, pergi ke kamarnya dengan menggerutu kesal, dongkol, dan entah apa lagi yang Zelmira rasakan. Mulutnya tak henti komat-kamit mengumpat kesal karena suaminya yang kebiasaan seperti itu. Bukan sekali dua kali Nathan seperti itu. Selalu saja diulang, dan tidak pernah berubah. Padahal Zelmira sudah berusaha mengingatkan Nathan supaya tidak melalukan  kesalahan yang sama lagi.

Nathan melihat istrinya turun dari atas, dengan membawa tas kerjanya. Nathan langsung menghentikan langkah Zelmira dengan cepat saat sudah di depannya.

“Mau berangkat sekarang, Ze? Masih pagi sekali lho?” tanya Nathan dengan memegang tangan Zelmira.

“Iya mau berangkat sekarang! Daripada di rumah makin rungsing banget karena kamu pelupa! Gini saja sampai lupa, apalagi hal lain, Nat?! Kamu benar-benar keterlaluan sekali! Kamu tahu kan kita hanya berdua, apa-apa aku semua yang mengerjakan, kalau mendadak gini aku harus gimana coba? Belum aku bersihkan itu kamar, belum ada seprei dan bed cover baru juga. Belum aku belanja sayuran dan lainnya untuk menyuguhnya makan malam? Akkhh ... Nathan .... Kamu ih nyebelin! Lama-lama aku gila menghadapi kamu yang pelupa seperti ini!” Zelmira tambah kesal dengan suaminya yang pelupa, dan hanya mementingkan pekerjaannya.

“Oke, aku minta maaf. Aku akan pulang lebih awal hari ini. Aku janji. Maafkan aku, Zelmira Sayang ... Istriku yang paling cantik dan seksi,” rayu Nathan.

“Alah ... Percuma janji! Janjimu itu sudah terlalu banyak, tepati dulu janjimu yang sudah lama dan mungkin udah usang!” cebik Zelmira kesal.

“Iya aku janji sayang. Aku janji,” ucap Nathan dengan membujuk Zelmira.

“Ah percuma! Sudah aku  berangkat!” pamit Zelmira dengan kesal.

“Aku antar ya, Ze?”

“Gak perlu!” jawabnya ketus.

Nathan menarik tubuh Zelmira, lalu mendekapnya dengan sayang. Dia meminta maaf lagi pada istrinya dengan berbisik di telinganya. Terdengar tulus Nathan meminta maaf pada Zelmira, tapi tetap saja, namanya sudah kesal, Zelmira masih saja manyun, dan langsung menguraikan pelukan Nathan.

“Maafkan aku,” ucap Nathan tulus

“Hmmm ....”

Nathan mendekatkan wajahnya pada wajah Zelmira, lalu akan mencium bibir Zelmira. Seperti biasa sebelum mereka akan berangkat ke kantor, Nathan selalu mengecup mesra bibir Zelmira. Tapi pagi ini Zelmira menolaknya. Zelmira mendorong dada Nathan perlahan. Menolak untuk dicium Nathan.

“Ze ... kok gitu?”

“Udah ah! Aku lagi sebel, kesel, jengkel, dongkol, marah, sama kamu! Terus ulangi lagi sifat kamu yang gini sampai aku muak, Nat! Aku padahal sudah mengingatkan kamu, dan hampir setiap hari. Aku selalu tanya kamu kapan Alshad akan ke sini, tapi gini ujungnya! Bikin dongkol saja!” ucapnya dengan jengkel. “Lagian apa susahnya sih kirim pesan bilang sama aku, kapan Alshad mau ke sini?” pungkasnya.

“Ze, aku kan bilang, aku lupa karena aku sibuk, aku juga sudah minta maaf?”

“Sudah aku ke kantor!”

Zelmira langsung pergi meninggalkan Nathan untuk ke kantor. Dia semakin marah dan uring-uringan kalau terlalu lama di rumah.

Nathan memang lupa, tidak memberitahukan Zelmira kalau Alshad akan datang hari ini. Nathan tahu dan ingat saja baru tadi, saat membuka ponsel dan melihat ada chat dari Alshad sepuluh hari yang lalu.

Zelmira masih uring-uringan sendiri sambil menyetir mobilnya menuju ke kantornya, sambil memikirkan bagaimana menyiapkan semuanya untuk menyambut tamunya, yang tak lain adalah sahabat baik suaminya.

“Temannya siapa, sahabatnya siapa, aku juga yang ujung-ujungnya repot? Lagian Nathan kebiasaan pelupanya masih saja dipelihara! Nyebelin dia, setelah dapat proyek baru di tempat kerjanya, dia sampai melupakan segalanya! Jangankan jadwal kedatangan sahabatnya ke sini? Menyentuh aku saja dia sampai lupa? Sampai aku lupa rasanya bercinta seperti apa sekarang?” gerutu Zelmira dengan kesal, sambil mengemudikan mobilnya.

Dua

Nathan hanya bisa membuang napasnya dengan kasar jika istrinya sudah marah-marah seperti itu. Sudah menjadi kebiasaan Zelmira jika Nathan melakukan kesalahan seperti itu. Kesalahan yang selalu diulangi oleh Nathan sendiri, dan membuat Zelmira semakin jengkel dengannya. Nathan akui, dia memang sudah keterlaluan sekali bersikap seperti itu pada Zelmira. Lagi-lagi Zelmira dikecewakan oleh dirinya, hanya karena dia lebih mementingkan pekerjaannya, daripada apa yang Zelmira butuhkan.

Nathan mengambil tas kerjanya lalu langsung meninggalkan rumahnya untuk ke kantor. Ia sama sekali tidak menghubungi Zelmira, karena akan membuat Zelmira semakin kesal padanya. Tidak seperti dulu, saat Zelmira merajuk, Nathan benar-benar membujuknya sampai Zelmira tenang, dan tidak merajuk lagi. Bahkan Nathan rela mengajak Zelmira liburan lebih dulu, atau bercinta yang membuat Zelmira akan luluh dan tidak marah lagi.

Sekarang, boro-boro akan begitu? Pekerjaan adalah prioritas utama Nathan sekarang, mau Zelmira merajuk bagaimana, bahkan sampai marah berkepanjangan, Nathan tidak akan meninggalkan pekerjaannya, malah ia membiarkan Zelmira sendiri dengan kemarahan pada dirinya. Nathan berpikir, nanti juga Zelmira tidak marah lagi, kalau sudah lelah dengan marahnya. Marah pun Zelmira tetap baik padanya, masih mau menyiapkan sarapan, membuatkan kopi, dan mengurus keperluan kantornya.

**

Zelmira benar-benar merasa suaminya telah berubah seratus delapan puluh derajat! Sekarang sudah menjadi hal biasa jika marah Nathan malam balas marah dan mendiaminya, tidak seperti dulu, apa pun akan Nathan lakukan untuk Zelmira, supaya dirinya tidak marah lagi.

“Kamu masih cinta gak sih sama aku, Nath? Kenapa kamu seperti ini sekarang? Apa aku yang terlalu kekanak-kanakan? Tapi kamu sudah keterlaluan, Nath?” batin Zelmira dengan kesal, dan tak terasa air matanya menetes di pipinya saat mengingat bagaimana harmonisnya rumah tangganya dulu dengan Nathan.

Sekarang Nathan benar-benar cuek padanya. Bahkan hubungan intim pun selalu Nathan lupakan, jiak Zelmira mengingatkan, Nathan hanya menanggapi biasa saja, dan alasannya capek kerja.

Dengan wajah cemberut dan mulutnya masih saja komat-kamit menggerutu kesal karena suaminya itu, dia berjalan melewati beberapa karyawan lain. Dengan langkah cepat, sampailah Zelmira di ruang kerjanya.

“Pagi, Mbak?” sapa Sadira, asistennya di kantor.

“Pagi,” jawabnya singkat tanpa senyum ramah.

“Oh iya, Sadi. Aku minta tolong belikan seprei dan bed cover, ukuran standar, yang biasa saja, yang sering kamu gunakan, terus nanti aku minta pesankan makanan di restoran langganan kita. Nanti untuk menu apa saja aku kabari kamu lewat chat,” titah Zelmira pada Sadira.

“Baik, Mbak,” ucapnya. “Mbak Ze baik-baik saja?” tanya Sadira yang seperti sudah tahu kalau Zelmira sedang kesal dengan suaminya.

“Huh ...!” Zelmira membuang napasnya kasar. “Biasa Nathan, apa-apa serba mendadak. Padahal aku sudah ingatkan dia, kalau mau apa-apa bilang jauh-jauh hari sebelum hari H. Kamu ingat kan aku pernah cerita kalau teman Nathan dari London mau tinggal sementara di rumahku? Nah hari ini dia akan datang, herannya Nathan baru memberitahukan padaku tadi pagi, kesal gak kalau kamu jadi aku?” ucapnya dengan napas naik-turun saking kesalnya pada Nathan.

“Sabar, Mbak. Kan memang suami mbak seperti itu? Jadi ya jangan kaget?” ucap Sadira.

“Iya, tapi gak melulu mengulang kesalahan yang sama dong, Sadi .... Kan sebel! Jengkel gitu! Selalu saja seperti itu!” Zelmira masih saja kesal dengan suaminya yang selalu menyepelekan sesuatu, walaupun itu hal yang sangat penting sekali pun. Apa-apa selalu Zelmira yang mengingatkan, dan selalu Zelmira yang lelah ujung-ujungnya, karena harus uring-uringan dengan suaminya, seperti saat ini.

“Sudah, nanti aku bantuin mbak buat beberes rumah deh, aku balik kerja dulu, Mbak.” Sadira meninggalkan Zelmira di ruang kerjanya.

Zelmira kembali berkutat dengan setumpuk pekerjaannya. Dengan buru-buru dia menyelesaikan pekerjaannya, supaya bisa lebih awal pulang dari kantor untuk membereskan kamar dan rumah yang masih berantakan. Belum juga menghidangkan suguhan untuk tamunya nanti.

Zelmira pulang lebih awal setelah pekerjaannya selesai. Dia langsung meminta seprei dan bed cover yang  Sadira beli tadi.

“Nanti makanannya tinggal ambil sepulang kerja, Mbak. Buat nanti malam, kan? Nanti aku antar ke rumah mbak saja sekalian pulang,” ucap Sadira dengan memberikan seprei dan bed cover pada Zelmira.

“Oke, nanti tinggal ke rumah saja. Aku pulang dulu, Sadi,” ucap Zelmira.

Zelmira mengemudikan mobilnya untuk pulang. Sesampainya di rumah, mood-nya semakin tidak baik karena disambut dengan piring dan gelas kotor yang masih berserakan di atas meja makan.

“Astaga Nathan .... Gini saja gak mau beresin! Disemutin kan jadinya? Bisa gak sih Nat kamu bikin hati ini lega, tenang, bahagia sehari saja? Selalu kamu seperti ini, apa-apa serba aku, apa-apa yang repot aku!” erang Zelmira dengan jengkel.

Zelmira langsung melempar tasnya ke sofa yang ada di dalam ruang tengah. Ia melepaskan baju kerjanya dan melemparnya ke sofa, bertumpuk dengan tas kerjanya. Ya sebebas itu, asal lempar saja karena hanya dia seorang diri di rumah, yang beres-beres rumah juga dia, jadi biar sekalian nanti ia bereskan. Tersisa tank top dan hotpants saja yang melekat di tubuh seksi Zelmira.

Dia memang seperti itu kalau sedang beberes rumah. Mengenakan tank top dan hotpants saja. Karena biar ruang geraknya bebas, dan tidak ribet, apalagi dia harus cepat-cepat membersihkan kamar tamu juga semua ruangan di rumahnya. Mau ganti menggunakan daster, dia malas untuk naik ke atas, ke kamarnya untuk mengambil. Karena akan menyita waktu jika harus bolak-balik naik turun tangga.

Zelmira dengan cekatan membereskan kamar tamu, membersihkannya dari debu dan kotoran yang menempel di meja dan di tempat tidur. Lama sekali orang tua Zelmira dan Nathan tidak berkunjung dan menginap di rumahnya karena mereka sibuk, jadi kamarnya sedikit berdebu, dan pengap karena jarang terjamah orang. Bed lama di kamar tamu juga sudah rusak, jadi Zelmira mengganti yang baru, karena akan ada tamu di rumahnya.

Zelmira sudah terbiasa mengerjakan apa-apa sendiri. Sebelum menikah pun, dia sudah belajar mandiri dan bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Sejak SMP Zelmira sudah menjadi anak kost, dan saat SMA, dia memilih tinggal di Asrama, karena sekolahannya menyediakan Asrama Perempuan, jadi dia sudah terbiasa hidup mandiri tanpa bantuan asisten di rumah. Hingga dia kuliah di London dan bertemu Nathan di sana. Sebelum bertemu Nathan ia di London juga sendirian, apa-apa serba sendiri. Setelah bertemu dengan Nathan, dia sedikit terbantu karena Nathan lebih sering di apartemennya setelah mereka resmi pacaran.

Sebetulnya Zelmira tahu Nathan sejak SMA. Hanya sekadar tahu wajah dan nama saja. Tidak begitu akrab, hanya saling bertegur sapa karena mereka satu kelas. Dan setelah sama-sama menimba ilmu di negeri orang, mereka dekat dan akhirnya pacaran, karena Nathan memang sudah jatuh cinta pada Zelmira sejak ia duduk di bangku SMA.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!