Kyotaka terbangun perlahan, mendekap Flores yang tidur dengan damai di sampingnya. Ia tersenyum, tapi senyum itu segera memudar saat matanya menangkap sesuatu yang aneh di luar jendela. "Apa itu?" gumamnya.
Keluar dari kamar, Kyotaka terkejut melihat hutan yang dulu subur berubah kering dan gersang. Di tengah hutan itu, terlihat pecahan monster seperti ular yang berdiri tegak. Di sekitar ular itu, berbagai elemen mengalir, seperti api, air, dan petir. Ada simbol daun yang melayang di udara, dikelilingi oleh tanaman-tanaman misterius.
Kyotaka mencoba mendekati aliran listrik yang berkilauan di depan matanya, tapi sengatan listrik terlalu kuat untuk dihadapi. "Aku tidak bisa masuk lebih dalam," pikirnya.
Saat ia berbalik, tiba-tiba Flores muncul tanpa suara di belakangnya.
Kyotaka tersentak, "Kau mengejutkanku!"
Flores hanya tersenyum dingin, mendekat dan menempatkan tangannya di leher Kyotaka. Lalu, dengan lembut, ia melepaskan tangannya.
"Kamu sudah terlalu percaya diri, Kyotaka," kata Flores dengan nada tajam. "Lihat dirimu. Bahkan sisik monster ini pun tidak bisa kau hancurkan."
Flores melangkah dengan tenang ke dalam aliran listrik yang kuat, melintasinya seakan-akan angin sepoi-sepoi yang berlalu. Tidak ada luka, tidak ada rasa sakit.
"Masuk aja nggak bisa, apalagi mengalahkannya," kata Flores mengejek. "Pemikiranmu masih terlalu dangkal, Kyotaka."
Tanpa peringatan, Flores menyedot tubuh Kyotaka ke sebuah pohon dan berbisik di telinganya, "Manusia sampah yang tidak berguna, hidupmu seperti ini saja?"
Tiba-tiba, giginya menancap di leher Kyotaka, seperti vampir yang haus darah. Kyotaka menjerit, tapi jeritannya tertahan oleh tangan Flores yang menutupi mulutnya.
"Aku berjanji, aku akan berubah," kata Kyotaka sambil menahan rasa sakit. "Aku akan konsisten leveling, fokus penuh, dan tidak lagi membohongi diriku sendiri. Aku akan berusaha lebih keras."
Flores berhenti sejenak, senyum jahat tersungging di wajahnya. "Begitu dong," katanya lembut, namun segera melanjutkan menghisap darah Kyotaka.
"Flores, aku... aku semakin lemas," kata Kyotaka, napasnya semakin terengah-engah.
"Ini adalah hukumanmu, sayang. Darahmu itu manis dan lezat," jawab Flores dengan tawa yang jahat, sambil terus menelan darah Kyotaka.
Dalam pikirannya yang samar, Kyotaka berpikir, "Kapan aku bisa sekuat Flores dan keluarganya? Mereka yang hanya dengan menghempaskan sayap bisa menimbulkan bencana di mana-mana. Aku pasti bisa. Aku harus bisa."
Kyotaka berusaha menjerit, tapi gigitannya semakin dalam. Tubuhnya mulai melemas, dan akar pohon di sekitar mereka mulai melilit tangan dan kakinya. Ia tak bisa lari. Suaranya perlahan menghilang, dan kesadarannya mulai memudar.
---
Ketika Kyotaka terbangun, ia sudah berada di dalam kamar naga yang megah dan mewah. Tubuhnya lemas, hampir tak berdaya. Flores duduk di sampingnya, membawa makanan dan minuman.
"Kemarin kamu begitu memuaskanku," kata Flores sambil tersenyum manis. "Ayo makan bersama."
Kyotaka ingin langsung bangkit dan melanjutkan leveling. "Aku harus mulai leveling," katanya lemah.
Namun, Flores menggeleng dan menatapnya tajam. "Dengar baik-baik, Kyotaka. Hidupmu ini, kalau kau ikuti nasihatmu sendiri, akan jadi sampah. Atau kau bisa mendengarkanku dan mengikuti jalan hidup yang hanya dimiliki oleh para pemenang. Kau mau jadi kuat, bukan? Seperti aku?"
Kyotaka terdiam, berpikir sejenak. "Iya, aku mau, sayang."
Flores tersenyum puas. "Bagus, anak baik." Dia mendekat, matanya bersinar nakal. "Karena kamu membuatku kesal, boleh nggak aku gigit lehermu lagi?"
Kyotaka tahu apa yang akan terjadi, tapi ia hanya bisa mengangguk dan membuka kerah bajunya, memperlihatkan lehernya yang penuh bekas gigitan.
Flores mendekat, matanya berkilat penuh gairah. Ia melahap Kyotaka lagi, hisapannya kuat dan cepat. "Jangan semuanya dihabiskan," ujar Kyotaka pelan, namun tak dihiraukan oleh Flores yang terus menghisap darahnya hingga ia merasa lemas dan tak berdaya.
"Manis sekali. Kau milikku, Kyotaka. Jangan pernah pergi dengan perempuan lain," ucap Flores dengan nada cemburu. "Aku takut kau akan menghilang."
Hisapannya berlangsung dari subuh hingga jam satu siang. Ketika akhirnya ia berhenti, tubuh Kyotaka terkulai lemas, tak bisa bergerak, dan bahkan untuk bersuara pun sulit. Flores menjilat sisa darah di pipinya, lalu dengan penuh kasih, ia menyuapi Kyotaka makanan lezat dan minuman segar. Yang paling manis adalah es krim coklat dingin, disuapi langsung ke mulutnya.
"Ingat, Kyotaka," kata Flores sambil tersenyum, "habis ini kita latihan, oke? Nggak perlu nunggu besok. Sekarang juga bisa."
Kyotaka tersenyum kecil, masih lemah, tapi ia menikmati es krim yang disuapkan istrinya sambil bersandar di pahanya. Rasanya seperti surga.
---
Di dunia tempat mereka tinggal, ada banyak kamera gaib yang memantau, baik oleh para pendahulu yang sudah tiada, maupun mereka yang hidup di masa depan dan masa kini. Semuanya menyaksikan, menilai, apakah cerita hidup seseorang layak atau tidak. Namun yang menentukan bukan hanya kata-kata, melainkan tindakan dan usaha yang dilakukan untuk mencapai impian.
Jalan menuju impian itu mungkin penuh darah dan keringat, tapi di ujung cerita, selalu ada sesuatu yang indah, seperti taman surga yang menanti. Dan meski sulit, Kyotaka tahu, dengan kerja keras, belajar tanpa henti, dan komitmen yang konsisten, ia pasti bisa menjadi yang terbaik dari dirinya sendiri.
---
Arigatou gozaimasu yang telah meluangkan waktu untuk membaca. Semoga cerita ini bermanfaat dan membawa inspirasi.
Dadah!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments