Setelah pulang ke rumah, Kyotaka langsung menuju kamar, melemparkan tubuhnya ke kasur dengan perasaan lelah yang berat. Ia menghela napas panjang, merasakan betapa tubuhnya lemas dan pikirannya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang terjadi belakangan ini.
“Kenapa ibunya Flores melakukan ini padaku?” gumamnya, masih berusaha mencerna peristiwa yang baru saja dialaminya. Kyotaka menatap telapak tangan kanannya, di mana simbol-simbol mitologi naga terus berwarna-warni, berubah-ubah dari hitam, biru, dan putih. Simbol-simbol itu aneh, misterius, dan entah bagaimana, mereka terasa hidup.
"Apa ini elemenku?" Kyotaka berpikir keras sambil menatap tangannya yang kini dipenuhi cahaya samar. Perasaan bingung dan penasaran terus menyelimuti pikirannya.
"Aaarrgh... sudahlah, aku tidur dulu!" Tapi sebelum sempat beristirahat, ia teringat sesuatu dan langsung melangkah keluar kamar untuk menemui kakaknya, Sairn.
“Kak, coba lihat tangan kananku. Kelihatan nggak?” tanyanya dengan nada serius.
Sairn yang sedang sibuk dengan pekerjaannya hanya menatap sekilas, lalu mengucek mata lelahnya. “Kelihatan jelas. Memangnya kenapa?”
“Kelihatan nggak ada sesuatu di tanganku? Gambar atau simbol-simbol gitu?” Kyotaka menatap kakaknya dengan penuh harap.
Sairn mendekat dan memeriksa tangan Kyotaka lagi, tapi kemudian menggelengkan kepala. “Kyotaka, tanganmu kosong. Kamu kebanyakan imajinasi. Udahlah, aku lagi sibuk.”
“Tapi beneran, Kak...” protes Kyotaka, merasa ada yang tidak beres.
“Sudah, sana. Aku ada banyak kerjaan.” Sairn menutup obrolan dengan nada tegas. Kyotaka akhirnya keluar dari kamar kakaknya, masih menatap tangan kanannya yang bercahaya.
“Mungkin hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat ini,” gumamnya. Dia kembali ke kamarnya, merebahkan diri lagi di kasur. "Main HP aja ah," pikirnya sambil mengambil ponsel dan membuka game favoritnya, Gangsing Impek. Jam terus berjalan, tanpa sadar sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi dia masih tidak bisa tidur.
"Ah, menyebalkan," gumamnya lagi. Merasa resah, Kyotaka memutuskan untuk keluar kamar dan berjalan-jalan di sekitar rumah. Dengan hati-hati, dia keluar secara sembunyi-sembunyi, menghindari para penjaga yang bertugas.
Namun, di tengah malam itu, sesuatu yang tak terduga menarik perhatiannya. Dari balik semak-semak, ia melihat para penjaga dan seorang maid yang sepertinya terlibat dalam hubungan yang tidak seharusnya dilihat.
“Apa-apaan ini...” bisik Kyotaka, merasa canggung dan sedikit malu melihat pemandangan itu. Pipinya memerah saat ia berbalik dan berjalan pergi dengan cepat, berusaha melupakan apa yang baru saja dilihatnya.
Jalanan malam itu gelap dan sepi. Taman bermain yang biasa ramai kini tampak seperti tempat yang menyeramkan, terutama dengan pohon besar yang menjulang tinggi, memberikan suasana horor. Tapi Kyotaka mencoba tetap tenang. “Aku nggak takut hantu. Kalau berani, datang saja,” katanya pada diri sendiri.
Saat dia berjalan lebih jauh, perutnya mulai terasa lapar lagi. Banyak toko makanan sudah tutup, tetapi untungnya, toko roti favoritnya masih buka. Dia masuk dengan senyum di wajahnya, merasa beruntung.
“Selamat datang di toko roti Re—" sapaan penjual disambut dengan anggukan Kyotaka.
“Roti kepang cokelat satu, sama yang keju dan susu,” pesan Kyotaka.
Setelah membayar, dia keluar dari toko, melihat ponselnya yang sudah menunjukkan pukul 00.00. Rasa takut sedikit menjalar di pikirannya, tapi dia menepisnya. Setelah berjalan-jalan sebentar, dia menemukan tempat di bawah pohon besar yang tampak nyaman. Di situ, dia duduk, menikmati roti yang baru dibelinya.
Namun, belum lama dia menikmati makanannya, matanya tertuju pada sekelompok orang yang tampak berbahaya. Kyotaka segera bersembunyi di balik pohon, berusaha mencari tahu siapa mereka. Ternyata, mereka bukan penjahat, melainkan keluarga miskin yang tampak kelelahan dan kelaparan.
Hatinya tersentuh melihat pemandangan itu. Seorang ibu bersandar di dinding dengan dua anak, satu perempuan dan satu laki-laki, yang tampak sangat lemah.
Tanpa berpikir panjang, Kyotaka mendekati mereka dengan hati-hati. Sang ibu langsung waspada, matanya terbuka lebar, melindungi anak-anaknya.
“Tenang, Bu, aku bukan penjahat. Kebetulan aku bawa makanan,” ucap Kyotaka sambil menunjukkan roti yang dibawanya.
Ibu itu masih tampak curiga, namun setelah Kyotaka membuktikan bahwa roti itu tidak beracun dengan memakannya terlebih dahulu, ia pun perlahan percaya.
Anak-anaknya yang kelaparan segera ingin mengambil roti, tapi sang ibu berkata, “Biar ibu dulu yang coba.” Setelah mencicipi, senyum terbit di wajah ibu itu. “Ini enak sekali, terima kasih banyak, Nak.”
Kyotaka tersenyum, merasa bahagia bisa membantu. Mereka makan bersama dengan penuh canda tawa, dan Kyotaka berjanji akan membantu mereka lebih lagi. Keesokan harinya, dia bahkan membeli sebuah rumah untuk keluarga itu dan memenuhi kebutuhan mereka setiap hari. Ibu itu menangis penuh rasa syukur, memeluk Kyotaka erat-erat.
“Terima kasih, Nak. Terima kasih banyak,” ucap ibu itu dengan suara penuh haru.
Saat Kyotaka pulang, perasaannya begitu bahagia. Namun tiba-tiba, sebuah panel muncul di hadapannya, mirip dengan sistem game yang biasa dia mainkan.
“Eh, apa ini?” tanyanya bingung.
Panel itu menunjukkan statusnya:
Nama: Kyotaka
Umur: 16
Level: 4
Kekuatan: 33
Kecerdasan: 32
Kelincahan: 21
Vitalitas: 12
Dengan keterampilan elemen yang tercantum di panel, Kyotaka merasa semakin penasaran dengan kekuatan yang ada di dalam dirinya. Tapi sebelum dia sempat mendalami, Flores tiba-tiba muncul.
"Kyotaka, ayo masuk ke portal sebelum ada yang melihat," ucap Flores.
Tanpa berpikir panjang, Kyotaka mengikutinya melalui portal yang membawa mereka kembali ke dunia para naga. Di sana, dia merasa lebih dekat dengan takdirnya, dan bersama Flores, dia tahu petualangannya baru saja dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 155 Episodes
Comments