04

Setelah kembali dari kampungnya, Clara sama sekali belum menghubungi Dean. Gina memaksanya untuk menghubungi Dean tapi ia belum siap. Ia sudah sangat frustasi dengan masalah ini.

"Kamu yakin nggak mau hubungin Dean?" tanya Gina memastikan. Ia menatap Clara dengan perasaan iba. Wajah Clara yang biasanya ceria terlihat sangat tak berdaya.

"Aku belum siap Gin. Nanti dulu."

"Entar orang tuamu keburu datang Ra."

"Kepala aku mau pecah Gin. Jangan desakin aku. Plis."

Gina pun akhirnya menyerah mendengar permohonan itu. Ia hanya ingin membantu Clara yang sudah sangat putus asa. Paling tidak sesuatu yang bisa mengurangi beban Clara.

Ketukan di pintu menghentikan obrolan keduanya. Jelas itu bukan Nindy ataupun Zira. Jika mereka maka tak perlu ketok pintu.

Gina bangkit berdiri untuk membukanya. Ia mengerjap matanya tak percaya, mencoba mengingat siapa wanita yang berdiri di depannya. Wajah tak asing itu menguras otaknya.

"Umm... Maaf, dengan siapa ya?" tanya Gina hati-hati.

Wanita itu tak menjawab hanya melihat Gina dari ujung kepala sampai ujung kaki mengamati gadis di depannya itu.

"Umm... Tante mamanya Dean ya?" tebak Gina ragu-ragu. Ia yakin betul pernah melihat wanita ini. Mungkin itu beberapa tahun yang lalu saat hari kelulusan SMA. Yang jelas ia pernah melihat wanita ini.

"Ya. Kamu yang bernama Clara?" tanyanya langsung dengan nada tak enak di dengar. Di wajahnya tak terlihat kesan ramah sedikitpun.

"Bukan. Saya teman Clara."

Mata ibu Dean langsung beralih pada Clara yang mematung di belakang Gina. "Kamu?"

"Ya, tante. Saya Clara," jawab Clara gugup.

Ibu Dean menerobos masuk tanpa permisi bahkan sampai menyenggol Gina yang masih berdiri di depan pintu.

"Ada beberapa hal yang saya ingin bicarakan dengan kamu." Ia berbalik pada pada Gina. "Silakan keluar," perintahnya pada Gina.

Gina dan Clara bertukar pandang sebelum akhirnya Gina keluar dari kamar kos meninggalkan Clara dengan ibu Dean.

Clara mundur beberapa senti saat ibu Dean maju mendekatkan diri. Clara bisa merasakan aura kemarahan dari ibu Dean bak binatang buas yang siap menerkam.

"Berapa umur janin itu?"

"Sekitar dua belas minggu tante," jawab Clara. Terasa jantungnya berdegup sangat cepat.

"Saya akan bicara tanpa basa basi. Saya ingin kau buang anak itu." Mata ibu Dean mengarah pada perut Clara.

"Saya... saya tak ingin membuangnya tante," ucap Clara gemetar. Ia bahkan tak berani menatap wajah ibu Dean, hanya menatap lantai bawah.

"Apa kau tetap memaksa menikahi anak saya?" tanya ibu Dean lagi.

"Saya... saya..."

"Bicara yang jelas," hardik ibu Dean. "Kamu minta bayar berapa? Akan saya berikan."

"Saya tidak akan membuangnya tante. Ini anak Dean, ini cucu tante."

"Saya tidak peduli. Saya tak akan membiarkan kutu murahan sepertimu menghancurkan hidup anak saya." Suara ibu Dean semakin keras. Tak peduli jika ada tetangga yang mendengar percakapan mereka.

Clara merasa ketakutan. Lututnya gemetar, terasa tak mampu menopangnya untuk berdiri.

"Orang tua saya akan bertemu keluarga tante," ucap Clara yang langsung disambut dengan tamparan keras di pipinya.

"Kau kurang ajar. Berani-beraninya kau menghancurkan hidup anak semata wayang saya. Saya sudah meminta baik-baik tapi kau malah melawan. Saya tak sudi anak saya menikahi gadis sepertimu."

Tamparan dan perkataan itu membuat Clara terisak. Matanya sudah pedas karena air mata yang memberontak keluar. Mengapa semuanya ini harus terjadi?

"Saya..."

"Bicara yang jelas." Ibu Dean menguatkan dirinya agar tak mengotori tangannya pada gadis itu.

Ibu Dean merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah amplop tebal dari dalam. Ia menarik tangan Clara dan menyerahkan amplop berwarna coklat itu. "Gugurkan bayi ini, dan jangan pernah ganggu anak saya. Kau mengerti?"

Clara tak menjawab dan hanya menangis pilu.

"Jangan menangis, dasar cengeng. Kau kira kau bisa menjual air matamu itu padaku. Entah bagaimana caranya kau merayu anakku sampai bisa menidurimu... Atau.. jangan-jangan itu bukanlah anak Dean. Mengakulah!" bentak Ibu Dean sambil mendorong Clara.

"Apa itu benar-benar anak Dean?" desaknya lagi karena Clara tak kunjung memberi jawaban.

"Ini benar-benar anak Dean tante. Saya tidak menipu Dean dengan alasan apapun. Kami melakukan kesalahan."

"Kau pasti yang merayunya kan? Saya tahu betul Dean. Dia hanya mencintai Bella. Selamanya Bella."

Clara tak peduli siapa Bella yang ibu Dean maksud. Ia hanya ingin semuanya cepat selesai.

"Jika kau tak bisa sebaik Bella maka jangan harap kau bisa jadi menantu saya. Kau paham?"

Clara mengangguk. Ia sudah tak tahan menghadapi ibu Dean.

"Mami!"

Keduanya sama-sama menoleh saat mendengar teriakan itu. Pintu kos terbuka lebar dan menampilkan sosok Dean yang terengah-engah.

Ia masuk langsung berhadapan dengan ibunya, membuat tubuh Clara yang lebih kecil darinya tersembunyi di balik punggungnya.

"Mami, plis stop. Jangan ganggu Clara," ucap Dean memohon.

"Kenapa kamu melindunginya Dean? Dia harus menggugurkan kandungan itu agar masa depan kamu selamat."

"Tapi anak ini tidak salah Mam." Dean berusaha membujuk ibunya.

"Percayalah sama Mami, Nak. Mami hanya tak ingin masa depanmu hancur."

"Mami, inilah masa depan Dean. Ini kesalahan Dean dan Dean akan bertanggung jawab akan hal ini.

Wajah kemarahan ibunya berubah menjadi kesedihan. "Apa yang kau lakukan Dean? Mengapa kau jadi begini? Semuanya baik-baik saja saat kau bersama Bella."

Dean menatap ibunya dengan perasaan hancur lebur. "Maafkan Dean, Mam."

Ibu Dean tak kuasa menahan tangisannya. Dean pun langsung memeluk sang ibunda. "Maafkan Dean, Mam," bisik Dean, merasa benar-benar bersalah.

"Ayo kita pulang," ucap Dean yang langsung dituruti ibunya. Dean tak mengucapkan apapun pada Clara selain tatapan yang tak bisa Clara mengerti.

"Kamu nggak apa-apa Ra?" Gina langsung berlari masuk menghampiri sahabatnya saat Dean dan ibunya keluar dari kos.

"Aku nggak apa-apa Gin." Clara menenangkan dirinya.

Melihat kejadian tadi membuat Clara sadar akan satu hal. Bukan hanya dirinya yang menderita, Dean juga mengalami hal yang sama sulitnya dengannya.

Amplop uang yang diserahkan ibu Dean masih tergenggam olehnya. Ia terlalu bingung dengan semuanya sampai-sampai ia lupa sedang memegang amplop itu.

"Apa kamu bakalan gugurin bayimu?" tanya Gina yang melihat amplop tebal itu.

"Aku rasa itu yang terbaik Gin. Itu akan menyelamatkan masa depanku dan Dean, seperti yang ibu Dean katakan. Dan juga, aku akan mengembalikan uang ini besok ke Dean."

"Kau yakin? Maksudku... bagaimana dengan ayah dan ibumu?"

"Aku kurang yakin, tapi kupikir ini yang terbaik Gin. Masalah orang tuaku, aku akan menghadapinya. Mereka tidak semengerikan ibu Dean," ucap Clara memaksakan senyuman.

"Apapun itu, aku yakin kau akan bisa melewati semua ini. Dan kamu harus tahu, bahwa aku akan bantuin kamu, apapun itu," janji Gina dengan tulus.

"Makasih Gin, itu sangat berarti bagiku."

Terpopuler

Comments

Hard Demon

Hard Demon

sudah aku gift mawar biar tambah semangat thor ☺👌

2024-05-19

1

Arvilia_Agustin

Arvilia_Agustin

Pertahankan janin yang ada di kandungan mu kasian dia tidak bersalah

2024-05-17

1

NurAzizah504

NurAzizah504

Waduh

2024-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!