02

Ditemani oleh Gina, Clara menunggu di sebuah cafe. Dadanya terasa akan meledak dengan rasa gugup yang kuat. Kepalanya terasa akan pecah oleh skenario-skenario liar di otaknya.

Hari ini ia akan menemui Dean untuk pertama kali semenjak kejadian itu. Itu sudah cukup lama bagi mereka bertemu. Jika ia mengaku pada Gina lebih dulu, mungkin saja mereka akan bertemu satu dua kali.

Ia terus menoleh ke arah pintu setiap kali ada pengunjung yang masuk. Saat yang datang bukan Dean, ia merasa entah lega atau ketakutan.

"Bagaimana kalau dia tidak datang Gin?" suara Clara tercekat akan kemungkinan buruk itu.

"Dia akan datang, Ra," Gina menenangkan sahabatnya meskipun ia sama takutnya dengan Clara.

Ia memang tak menyebutkan apapun dalam pesan singkatnya pada Dean, tapi Dean pastinya cukup pintar untuk tahu mengapa Gina memintanya datang.

"Itu dia!" Gina melambai ke arah pintu masuk.

Clara meneguk salivanya kemudian menoleh dengan pelan. Perasaannya semakin berkecamuk saat mata keduanya bertemu.

Entah bagaimana, Dean terlihat lebih tampan daripada saat mereka pertama bertemu. Atau memang pertemuan terdahulu mereka terlalu singkat bagi Clara untuk mengingatnya dengan jelas.

"Kau mau pesan apa?" tanya Gina saat Dean mengambil tempat di salah satu kursi di depan keduanya.

"Americano," jawabnya singkat.

Gina pun bangkit berdiri untuk memesan pesanan Dean, meninggalkan Clara dan Dean dalam suasana yang sangat canggung. Tak ada yang memulai percakapan.

"Ada apa?" tanya Dean saat Gina kembali ke kursi.

"Kamu apa kabar?" tanya Gina basa basi, memaksakan senyum yang terkesan tidak tulus.

"Baik." Lagi-lagi Dean hanya menjawab singkat.

"Eh begini... Ada yang ingin Clara sampaikan." Gina melirik sahabatnya, memberinya kode untuk bicara.

Dean mengalihkan pandangannya pada Clara yang tertunduk lesu. "Ya? Ada apa?" Ia menyeruput kopi americano-nya yang pahit.

Dean menunggu dengan tenang sampai Clara memulai pembicaraan.

"Kau ingat aku kan?" tanya Clara dengan hati-hati.

Setelah jeda singkat, Dean mengangguk. "Ya."

"Kau tahu kan apa yang kita lakukan saat itu? Aku rasa kau masih mengingatnya," kata Clara dengan nada berbisik, takut jika ada yang menguping.

"Mm."

"Karena kejadian itu, aku...aku..." suara Clara tercekat di tenggorokannya. Ia mengepalkan tangannya, menguatkan dirinya sekali lagi. Kata itu sangat sulit untuk diucapkan.

"Kau hamil?" tebakan Dean membuat Clara tercekat. Dean memang sudah mengira dari awal arah pembicaraan ini. Ia sudah curiga saat menerima pesan teks Gina yang mendadak.

Clara mengangguk pelan.

"Apa itu milikku?"

Pertanyaan itu membuat Clara yang terus menunduk menatap Dean yang memandangnya dengan tatapan datar, tanpa ekspresi yang dapat Clara tafsir.

"Apa maksudmu?" sergah Gina yang sedari tadi membiarkan keduanya berbicara.

"Aku tidak menyangkal apa yang kita lakukan saat itu, tapi aku juga ragu bahwa itu memang milikku."

"Kau menyebutku tidur dengan orang lain? Kau kira aku menipumu?" Clara tak mengira dengan tuduhan langsung Dean yang menyakitkan itu.

"Apa kau bisa membuktikan bahwa itu milikku?" tanya Dean tanpa basa basi.

"Clara bukan wanita seperti itu," bantah Gina tak terima. Ia menghabiskan waktunya dengan Clara, ia tahu Clara luar dan dalam.Satu-satunya hal yang ia tidak ketahui hanyalah hubungan Dean dan Clara saat itu. Itupun karena ia terlalu mabuk untuk tahu.

"Itu bukan kali pertama kalian ke klub kan? Itu tidak menutup kemungkinan bahwa kalian tidak berhubungan denganku saja," terang Dean yang tak bisa dibantah keduanya.

"Bagaimana bila ini memang anakmu? Apa kau akan bertanggung jawab sepenuhnya?" Clara menatap Dean dengan sorotan tajam. Ini sama saja Dean menuduhnya perempuan sembarangan. Ia memang sering ke klub malam tapi bukan berarti ia akan tidur dengan sembarang orang. Clara tak terima dengan tuduhan itu.

"Gugurkan saja bayi itu."

"Apa?!" Gina setengah berteriak. "Dean kenapa kau bre*sek begini? Apa maksudmu?"

"Kau tidak mau bertanggung jawab?" tuduh Clara.

"Kau mau kita menikah?"

"Memang ada solusi lain?" tanya Clara balik.

"Jika memang itu yang kau inginkan, berarti sama saja kau merusak masa depan kita," tegas Dean tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun. Seolah membunuh janin bukanlah sebuah dosa.

"Bayi ini tidak salah." Suara Clara meninggi. Rasa-rasanya ia ingin menampar pria itu. Clara merasa jijik selama ini terus memikirkannya.

"Aku tahu." Dean tetap dengan ekspresi tenangnya. "Seperti yang kukatakan, dengan pernikahan ini sama saja merusak masa depan kita. Kita masih terlalu muda untuk menghidupi diri kita sendiri. Kita tidak punya penghasilan dan aku tidak yakin orang tua kita akan mau menghidupi kita. Lalu bayi itu, dengan apa kita besarkan?"

Penjelasan rinci Dean seolah menampar Clara. Ia sudah memikirkan skenario ini, tapi tetap saja bagaimana mungkin Dean mengatakannya seperti itu seolah itu bukan hal besar.

"Jadi... itu maumu?"

"Aku hanya mengatakan apa yang akan terjadi nantinya. Terserah jika kau tetap ingin menikah, aku akan melakukannya. Tapi, jangan harap aku bisa memenuhi segala kebutuhanmu. Kita mungkin akan hidup dalam situasi di bawah pas-pasan."

Gina menggenggam tangan Clara, mengerti apa yang Dean maksud. Hal itu ada benarnya. Ini akan berat bagi keduanya.

"Bayi ini tidak salah," ucap Clara sekali lagi menahan air mata yang sudah hampir melampaui batas kekuatannya.

Dean menarik napas berat. "Ya, kita lah yang salah. Apa kau ingin ia menanggung kesalahan kita saat lahir nanti?"

Tak terasa air mata Clara berjatuhan di pipinya. Dalam hati ia paham betul apa yang diucapkan Dean. Ia menyentuh bagian perutnya, tak sanggup bila harus membunuh kehidupan kecil di rahimnya ini.

Tapi bagaimanapun Dean benar. Keadaan orang tuanya pas-pasan, tidak akan mampu mendukung mereka secara finansial. Orang tua Dean pun mungkin di posisi yang sama.

"Aku akan memikirkannya," ucap Clara final. Menyeka air matanya.

"Bicaralah dengan orang tuamu, dan aku akan menghadap orang tuaku setelahnya," ujar Dean menyarankan.

"Baiklah. Aku akan memberi tahu orang tuaku terlebih dahulu."

"Apa ada hal lain lagi?" tanya Dean memastikan.

"Tidak. Kau boleh pergi," jawab Clara sudah tak peduli dengan Dean.

Setelah kepergian Dean, Clara tak mampu menahan air matanya. Ia terisak dengan perih. "Aku harus gimana Gin?" rintihnya putus asa. Situasi ini semakin memburuk.

"Sebaiknya kita ikut saran Dean untuk membicarakannya dengan orang tuamu dulu. Mungkin sebaiknya orang tua yang mendiskusikannya," ucap Gina menyarankan.

Mereka benar. Ia harus membicarakannya pada orang tuanya terlebih dahulu. Entah bagaimana nasib janin ini selanjutnya. Apakah ia akan lahir ke dunia yang menyakitkan ini? Atau selamat dari orang tua yang tidak berguna ini.

Terpopuler

Comments

❀⃝✿𝐋il 𝐌σσηℓꪱׁᧁׁhׁׁׅׅ֮֮t✿⃝❀

❀⃝✿𝐋il 𝐌σσηℓꪱׁᧁׁhׁׁׅׅ֮֮t✿⃝❀

salahkn siapa klu sudah begitu 😮

2024-06-26

0

❀⃝✿𝐋il 𝐌σσηℓꪱׁᧁׁhׁׁׅׅ֮֮t✿⃝❀

❀⃝✿𝐋il 𝐌σσηℓꪱׁᧁׁhׁׁׅׅ֮֮t✿⃝❀

makanya jgn ajeb ajeb uda tau gelap dunia gelap/Toasted//Toasted/

2024-06-26

0

❀⃝✿𝐋il 𝐌σσηℓꪱׁᧁׁhׁׁׅׅ֮֮t✿⃝❀

❀⃝✿𝐋il 𝐌σσηℓꪱׁᧁׁhׁׁׅׅ֮֮t✿⃝❀

kan bener pait/Smug/ ga mau tanggung jawab

2024-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!