Baik, aku akan revisi Bab 5 dengan bahasa yang lebih menarik, tetap mempertahankan makna aslinya, dan membuatnya lebih dramatis.
---
**Bab 5 - Jejak yang Hilang**
Sudah seminggu berlalu, dan Vazal belum juga melihat Zera di sekolah. Rasa khawatir yang terus mengganggu pikirannya membuatnya sulit berkonsentrasi. Dia mulai berpikir yang tidak-tidak—bagaimana kalau Zera diserang monster? Atau mungkin ada sesuatu yang lebih buruk terjadi?
Dia mencoba bertanya kepada guru, tetapi mereka juga tidak tahu alasan Zera tidak masuk sekolah.
*"Apa dia pulang ke kampung halamannya?"* pikirnya. Semakin lama, kegelisahannya semakin besar. *"Aku harus mencarinya."*
Keesokan harinya, tanpa berpikir panjang, Vazal memutuskan pergi ke kampung halaman Zera. Ia menaiki bus dengan rute perjalanan yang cukup jauh. Jalanan terasa sepi, hanya suara mesin kendaraan yang mengisi keheningan.
Di tengah perjalanan, Gerad tiba-tiba memperingatkan sesuatu.
*"Vazal, ada sesuatu yang mengikuti kita."*
"Hah?" Vazal menoleh ke kaca jendela, tetapi tidak melihat sesuatu yang mencurigakan.
*"Ini bukan keberadaan manusia biasa,"* lanjut Gerad. *"Aku merasakan hawa monster tingkat tinggi."*
Vazal langsung waspada. Monster tingkat tinggi seharusnya hanya keluar saat malam, ketika kegelapan memberi mereka kekuatan. Makin gelap suatu tempat, makin besar kekuatan monster. Tapi ada satu pengecualian—monster High End.
*"Jika dia bisa bergerak di siang hari, berarti dia telah merasuki manusia sebagai inangnya,"* kata Gerad. *"Itu satu-satunya cara mereka bisa berkeliaran dengan bebas."*
"Apa masih banyak monster lain yang menggunakan manusia sebagai inang?" tanya Vazal, suaranya penuh kewaspadaan.
*"Kemungkinan besar iya,"* jawab Gerad. *"Kita saja sudah melakukannya."*
Vazal langsung meminta sopir berhenti dan turun dari bus. Ia berjalan menuju daerah yang lebih sepi, berharap bisa menghilangkan bayang-bayang yang mengikutinya. Tapi monster itu tidak berhenti mengejarnya.
Bahkan, justru sebaliknya—makhluk itu semakin penasaran.
Di dalam pikirannya, Vazal mendengar suara lain yang bukan berasal dari Gerad.
*"Hmmm... aku sudah merasakan hawa ini sejak tadi,"* suara itu terdengar berat dan dalam. *"Samar, tapi tak bisa disembunyikan... Ini hawa monster tingkat High End. Tapi anehnya, kenapa monster agung seperti dia menyatu dengan manusia?"*
Vazal menghentikan langkahnya. Jantungnya berdebar.
*"Dia tahu keberadaanku,"* bisik Gerad dalam pikirannya.
Vazal memutuskan untuk tidak lari lagi. Ia berbalik dan menatap ke arah suara itu berasal. Dari balik pepohonan, muncul seorang pria dengan tatapan tajam dan senyum samar.
"Akhirnya kau berhenti juga," kata pria itu, suaranya tenang tapi penuh tekanan. "Aku hanya ingin tahu... kenapa monster agung sepertimu mau menyatu dengan tubuh manusia?"
Vazal menegang. *Dia tahu Gerad ada di dalam tubuhku...*
"Heh, monster agung?" Vazal mencoba mengulur waktu. "Apa maksudmu?"
Pria itu menyipitkan mata. "Jangan pura-pura bodoh. Aku bisa merasakan keberadaannya. Sifat angkuh dan serakah itu tidak bisa disembunyikan. Monster sepertinya bukan tipe yang mau tunduk pada manusia. Tapi kali ini berbeda... Kau memilih menjadi inang bagi manusia?"
Ia tertawa kecil. "Tiga tahun lalu, kami mendapat perintah untuk menginvasi planet ini. Kami menyatu dengan makhluk hidup di dalamnya, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang. Apakah perang besar akan segera dimulai?"
Vazal terdiam. Informasi ini baru baginya. Gerad pun akhirnya berbicara dengan nada kasar.
*"Sebelum aku menjawab pertanyaanmu, siapa kau sebenarnya?"*
Pria itu tersenyum tipis. "Aku adalah Re, salah satu monster kelas tinggi. Aku mendapat perintah langsung dari Raja Rufus untuk mengamati planet ini sebelum invasi dimulai."
*"Hmph... Jadi kau hanya kaki tangan raja lemah itu?"* Gerad mengejek.
Re tetap tersenyum. "Kalau kau memang salah satu monster agung, kenapa bisa berada di sini? Seharusnya kau ada di sisi Raja Rufus, bukan?"
Gerad menghela napas panjang. *"Aku memang monster agung, tapi aku bukan salah satu dari mereka. Aku disegel di kuil Demonia. Mereka takut padaku. Takut kekuatanku melebihi mereka. Mereka membuat kelompok khusus untuk menjebakku dan menyegalku saat aku lengah."*
*"Aku tersegel selama seratus tahun. Dan selama itu, kekuatanku terus diserap oleh Raja Rufus. Aku kehilangan hampir semua yang kupunya. Tapi akhirnya aku berhasil membebaskan diri. Saat itu, aku sudah sangat lemah. Aku terpaksa masuk ke tubuh bocah ini untuk memulihkan kekuatanku."*
Re mendengarkan dengan ekspresi netral, lalu tersenyum. "Menarik..." Ia menundukkan kepalanya sedikit. "Terima kasih atas informasi ini."
Kemudian, tatapannya berubah dingin.
"Tapi tetap saja, aku harus membunuhmu."
Vazal merasakan hawa membunuh yang begitu kuat.
"Aku adalah prajurit yang setia pada Raja Rufus. Kau adalah musuhnya. Jadi, walaupun kau monster agung, aku tidak akan ragu membunuhmu."
Re langsung menyerang. Vazal melompat mundur, tetapi Re sudah lebih cepat.
Monster itu mengeluarkan kekuatan pengendali pikiran. Seketika, hewan-hewan di sekitar mereka mengamuk dan menyerang Vazal dengan brutal. Serangga, burung, bahkan serigala hutan—semuanya tiba-tiba menjadi liar.
Vazal mengangkat tangannya. "Huh, kalau begitu..."
Api menyala di sekelilingnya, membentuk pusaran badai api yang besar.
"Aku akan membakar semuanya."
Dalam sekejap, hewan-hewan yang dikendalikan Re hangus terbakar. Hutan mulai dilalap api, nyala merah menyala di tengah siang yang seharusnya tenang.
Re melompat mundur, menghindari api. "Hah, panasnya... hanya dari sebuah badai api?"
"Kalau begitu, coba ini!"
Kabut tebal tiba-tiba menyelimuti hutan. Suhu turun drastis, dan dari dalam kabut itu, muncul bayangan monster-monster besar.
Vazal menegang.
"Apa itu? Kenapa ada monster di sini? Ini belum malam..."
Gerad mendengus. *"Ini ilusi. Kemampuan standar monster tingkat tinggi. Dia mencoba menerormu dengan ketakutan."*
Vazal mulai merasa pusing. Penglihatannya berbayang. Bayangan monster semakin banyak, semakin dekat.
*"Jangan terpengaruh,"* suara Gerad bergema di kepalanya.
Vazal menggertakkan giginya, menggenggam tangannya erat. Ia menutup matanya sejenak, lalu membukanya kembali.
Dan saat itu, ilusi itu menghilang.
Re tampak terkejut. "Hah... kau bisa keluar dari ilusiku?"
Vazal tersenyum miring. "Sayangnya, aku tidak sendiri."
Tanpa aba-aba, Re melesat ke arahnya, kukunya yang tajam mengarah ke jantungnya.
*Crack!*
Re terkejut. Serangannya gagal. Kukunya tidak bisa menembus kulit Vazal.
Gerad tertawa di dalam pikirannya. *"Raga kita sudah menyatu sempurna. Bahkan, daya tahan tubuhmu sudah jauh meningkat. Harusnya kau bersyukur, serangan fisik biasa tidak akan mempan padamu lagi."*
Vazal tersenyum. "Kalau begitu, sekarang giliranku."
Ia maju, siap menyerang balik.
**Bersambung...**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Alif Rahman
wow bagus, tingkat kan
2024-06-11
0