3. Manipulatif

~Mencintaimu menjadikanku laki-laki yang punya impian.

...🌸🌸🌸...

Sudah beberapa hari aku tak mengunjungi rumah Olivia karena harus menemani ibu dan adikku di rumah disaat ayah sedang berada di negara Green Life.

Dan hari ini aku datang, melihatnya di balik pagar yang butuh waktu untuk terbuka. Claudya yang sedang tertawa dengan laki-laki lain halaman rumah.

Laki-laki lain?

Kenapa kalimat itu terasa berulang-ulang di kepalaku dan, dan tubuhku panas karena cuacanya yang terik hari ini.

Ya, karena itu.

"Claudya!"

Aku menghampiri terkesan buru-buru seraya merentangkan tangan dengan harapan melompat padaku seperti saat pertama kali bertemu. Namun harapan tetaplah menjadi harapan, Claudya hanya tersenyum dan menyapu seperti biasa.

"Kak Aga!"

Sontak kumasukkan satu tanganku dalam saku celana dan berdiri tegap. "Siapa dia?"

Claudya menunjukkan. "Ini kak Kevin, tetangga di sebelah rumah kami."

"Oh, tetangga." Mata biruku melirik Kevin yang tetap tersenyum.

"Iya, kak Kevin sering ke sini dan main sama Dya."

Dengan raut bahagia Claudya mengatakannya, dan itu sanggup memanaskan diriku di cuaca yang cerah ini.

"Kak Kevin juga membawakan coklat untuk Dya."

Pernyataan yang membuatku terasa ditampar dikarenakan tak pernah memberikan apapun pada Claudya.

Aku mengepal tanganku.

"Claudya banyak bicara juga ya." Tiba-tiba Kevin menyambut pembicaraan sambil mengelus kepala Claudya.

Tap!

Suara yang dikeluarkan akibat aku yang menepis tangannya. Aku tak peduli atas keterkejutannya. Lantas menggenggam tangan Claudya, membawanya ke sampingku.

Dia tertawa canggung seraya mengusap tekuknya. "Aku sok akrab ya, maaf Agra. Ngomong-ngomong aku belum memperkenalkan diri dengan lengkap ya."

Dia menjulurkan tangannya. "Kevin Albert, putra sulung Geral Albert. Agra pasti mengenalnya karena ayahku bekerja pada ayahnya Agra."

Aku melirik uluran tangan yang tidak ada niatan untuk ku sambut. "Anda-saya. Kosakata yang harus kau gunakan ketika berbicara denganku."

"Apa?" Dia bingung.

"Aku ini anak dari bos ayahmu lho. Tentunya kau harus menghormati ku seperti yang diberitahukan paman Geral, atau jangan-jangan paman sama sekali tidak memberitahumu?"

Oh, lihatlah wajahnya yang menahan murka. Aku sebenarnya tak bermaksud memusuhi mu, tapi kau duluan yang mendekati milikku.

Ku pandangi Claudya yang menatapku bingung. Aku tersenyum.

"Ma-maafkan saya yang sudah lancang." Dia menunduk.

"Tidak papa." Aku pun tersenyum tipis.

"Ah, Agra juga datang. Bagaimana ini, aku cuma bawa dua gelas minuman? Aku ambil lagi ya." Olivia baru bergabung dengan membawa nampan dan berniat masuk ke rumah lagi.

"Gak perlu, aku minum punya Claudya saja. Susu coklat ini 'kan?" Aku mengambil dan meminumnya di depan Claudya yang menatapku tak percaya.

"Kak Aga, itu punya Dya."

Lihatlah keningnya yang menyatu dan ekspresi cemberutnya. Benar-benar....

Aku berjongkok dan memberikannya. Dia kegirangan meminum minuman yang aku tinggalkan setengah. Aku tersenyum.

"Dan ini untukmu, Kevin." Olivia menyerahkan gelas satunya pada Kevin.

"Terima kasih." Kevin menerimanya disertai ekspresi bahagia berlebihan menurutku. Mukanya memerah jika diperhatikan baik-baik.

Oh, bibirku tertarik sebelah.

.

.

.

.

Aku mengetuk pintu sebelum memasuki kamar ayah, dan kulihat beliau sedang duduk di kursi sofa sambil mengerjakan pekerjaan di laptop. “Ayah.”

“Ada apa?” sahut ayahku. Beliau menepuk paha mengisyaratkan agar aku duduk di sana.

“Aku bukan anak kecil lagi.” Ku palingkan wajah pertanda ketidakmauan ku, namun keras kepalaku berasal dari ayahku yang langsung menarikku untuk duduk di pangkuannya.

Ku pandangi layar laptop yang memperlihatkan gambar gedung-gedung. “Apa ada proyek yang sedang ayah kerjakan?”

“Ada, kenapa?”

“Berapa banyak proyek yang mengharuskan ayah keluar negeri?”

“Kalau proyek yang mengharuskan ayah keluar negeri sepertinya ada empat.”

Empat ya?

Aku mengambil alih laptop ayah dan ku ketikkan jari-jariku di sana seiring berjalannya pikiranku yang dipenuhi ide-ide.

“Nah, ini.”

Ayah melihat layar yang kuhasilkan. “Kenapa dengan hotel kita di negara Night Eyes?”

“Aku tahu Ayah pekerja keras dan suka melakukan semuanya sendiri, tapi tanggung jawab Ayah terlalu banyak dan butuh bantuan orang lain. Jadi, aku berpikir lebih baik Ayah menugaskan seseorang kepercayaan untuk memimpin beberapa usaha Ayah di negara lain. Dengan begitu, Ayah gak perlu bolak-balik dari satu negara ke negara lainnya.”

Ayah tersenyum mendengar penjelasan ku. “Kau benar, tapi apa alasanmu tiba-tiba menyarankan ini?”

Alasan?

“Aku cuma khawatir sama Ayah.”

Sungguh, aku merasa perutku mual.

Sesuai dugaanku, ayah menatapku tak percaya. “Gak usah norak ya. Ayah tahu setiap perkataan dan perbuatan mu ada maksudnya.”

Iya.

“Tapi siapa yang mau kau kirim ke negara Night Eyes,” tanya Ayah.

“Paman Geral Albert.”

“Geral? Kenapa?”

"Aku dengar paman Geral ahli di bidang manejemen, tentunya mengurus hotel sangatlah cocok untuknya. Aku juga kasihan padanya yang harus berpindah-pindah negara karena urusan pekerjaan, sehingga tidak punya tempat khusus untuk ditinggali," jelas ku dengan ekspresi datar.

"Kau benar, tapi kenapa paman Geral? Padahal banyak bawahan Ayah yang bekerja seperti itu juga."

Aku melirik ayahku. Dapat ku pahami ayah mencurigai ku ditambah mulutnya yang menyeringai sambil menuturkan kalimatnya.

"Selain karena kondisi dan keahlian paman Geral memumpuni untuk mengurus bidang ini.... Alasan lainnya karena aku kenal paman Geral dan beliau dapat dipercaya. Terlebih-lebih aku kasihan pada anaknya yang harus homeschooling karena hanya bisa menetap beberapa hari di sekolah."

Aku memberi penjelasan detail hari ini dan berbicara panjang lebar, tapi ayah tetap tersenyum jahil begitu dan itu membuatku mulai kesal.

"Tapi, benarkah alasannya itu? Bukan karena anaknya Geral mendekati kekasih kecilmu untuk terlihat baik di depan Olivia 'kan?"

"Bukan."

Menjawab secara spontan karena sudah ku perkirakan ayah akan berpikir begitu. Jadi, aku bisa mengatur ekspresiku tetap tak berlebihan seperti biasanya.

Dan aku juga tahu selama ini ayah menempatkan bawahannya untuk menjagaku, sehingga tak mungkin informasi begini tak diketahuinya.

Aku pun turun dari pangkuan ayahku dan keluar dari kamar dengan gaya satu tangan di saku celana.

Keesokan harinya.

Aku menyaksikan Kevin yang berpamitan pada Olivia dan Claudya di depan rumahnya. Di melirik tajam ke arahku.

Oh tentu, aku sedang tidak menyembunyikan diri dibalik mobil yang terparkir di seberang jalan, malah dengan senang hati menurunkan kaca mobil dan tersenyum padanya.

Namun senyumanku luntur seiring dia yang mengusap kepala Claudya sambil tersenyum. Lebih-lebih lagi Claudya senang atas perlakuan dan menunjukkan raut cerah seperti biasa.

Aku menaikkan kaca mobil dan memutuskan tidak melihatnya lagi. Jika tidak, kepalaku ini akan memikirkan cara agar bekas sentuhannya itu menghilangkan, baik bekasan perlakuannya dan waktu yang dihabiskan untuk perbuatannya.

Aku tak mau memikirkan cara agar hal ini tak pernah terjadi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!