TERUNGKAP

Gilang menghentikan mobil sedan hitam metaliknya tidak jauh dari pintu pagar rumah Indira. Dia melihat motor Devian terparkir dan yang punya sedang duduk di teras sambil sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Devian seperti tersadar lalu menoleh melihat mobil terparkir. Diapun berdiri namun Gilang lebih memilih menjalankan kembali mobilnya.

Kita lihat seberapa besar rasa cemburu lo sama gue, Lang. Devian pun tersenyum sinis. Dan gue yakin lo bakal menyesal kalau sampai lo gak percaya sama Indi.

“Pokoknya aku gak suka ya kamu dekat-dekat lagi sama Devian.” Sahut Gilang melalui sambungan telepon pada malam harinya. “Apalagi dia sering ke rumah kamu.”

“Maksud kamu?”

“Jangan dipikir aku gak tahu ya kalau tadi siang dia ke rumah kamu.”

“Aku sama Ian cuma teman biasa, Kak, dan soal dia ke rumah tadi karena kita memang ada tugas kelompok, dan ada Farel sama Viana juga.”

“Aku gak peduli, Ndi. Tapi kalau emang kamu gak bisa jauhin dia, jangan salahin aku kalau aku sendiri yang minta sama dia buat jauhin kamu.”

“Kamu cemburu? Dan kamu gak percaya sama aku kalau aku sayang banget sama kamu?”

“Aku melakukan hal ini karena aku tahu kalau Devian..” Gilang menggantung kata-katanya.

“Ian kenapa, Kak?”

“Pokoknya jangan dekat dia lagi.”

Gilang memutuskan sambungan teleponnya dan Indira terdiam.

Apa maksud omongan Gilang tadi? Kenapa dia bisa semarah itu?

***

Keesokan harinya Gilang terlihat mencari Devian di gedung fakultas Ekonomi & Bisnis yang hanya berjarak beberapa meter dari gedung fakultas Hukum. Tanpa perlu waktu yang lama, Gilang berhasil menemukan Devian yang sedang berjalan di lobby.

Mereka lalu berdiri berhadapan.

“Jauhi Indi.” Kata Gilang tanpa basa basi.

Devian tersenyum sinis.

“Jauhi Indi karena dia cewek gue.” Lanjut Gilang.

“Lo masih pacarnya, bukan suaminya, jadi lo belum sepenuhnya berhak melarang dia dekat sama siapapun yang dia mau.”

“Gue peringatkan lo.”

“Kekhawatiran lo gak beralasan. Dengan kata lain, lo gak percaya sama cewek lo sendiri, dan gue yakin lo pasti bakal menyesal.”

Devian kembali berjalan keluar dari lobby tanpa menghiraukan Gilang yang menoleh menatapnya sambil mencoba menahan emosinya dengan tangan terkepal.

Beberapa hari kemudian.

"Lo menunggu cewek lo?" Tanya salah seorang teman Gilang dan Gilang hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Biasanya juga lo jemput."

"Dia gak ada kelas pagi kaya kita, jadinya dia gak mau gue jemput."

Tidak berapa lama, dari jauh Gilang melihat Indira dan Devian jalan beriringan dari arah parkiran.

"Itukan Indira? Bisa bareng sama Devian."

Gilang hanya bisa terdiam dengan sedikit kesal menatap mereka masuk ke dalam gedung fakultas mereka.

***

"Hai, Kak." Indira duduk di hadapan Gilang di salah satu meja kantin kampus yang saat itu tidak terlalu ramai.

"Sejak kapan kamu sering bareng sama Devian?"

"Maksud kamu?"

"Tadi aku lihat kamu bareng sama dia, dia jemput kamu?"

"Gak kok, Kak. Tadi ada insiden sedikit sama ojol aku, terus kebetulan banget ada Ian, jadi aku bareng."

Gilang tersenyum sinis. "Bisa kebetulan banget ya?"

"Kamu gak usah mikir macam-macam deh."

"Gimana aku gak mikir macam-macam kalau cewek aku dekat banget sama cowok lain? Kemarin kan aku sudah minta kamu buat jauhin dia."

"Tapi kamu tahu, aku sama Ian cuma teman biasa, gak lebih. Toh aku juga gak pernah mempermasalahkan kedekatan kamu sama Lusi."

"Kamu memang gak berpikiran lebih, gimana kalau Devian yang mau hubungan kalian lebih?"

"Maksud kamu apa, Kak?"

"Pokoknya aku gak suka ya kamu masih dekat sama teman kamu itu." Gilang bangun dari duduknya dan pergi meninggalkan Indira yang sedikit terlihat bingung.

***

"Kebetulan ketemu sama lo." Sahut Gilang ketika berpapasan dengan Devian di koridor menuju perpustakaan.

"Lo duluan saja, Rel."

Farel mengangguk lalu menatap Gilang dan pergi.

"Ada apa? Kalau lo mau bahas masalah kemarin, maaf gue gak ada waktu." Devian kembali berjalan.

"Sudah berapa lama lo antar jemput cewek gue?"

Devian berhenti. "Maksud lo? Oh.. Jangan bilang tadi lo lihat gue bareng sama Indi."

"Gue bilang gue gak suka lo dekat-dekat sama Indi."

"Tapi Indi baik-baik saja, gak ada masalah, karena apa? Karena dia bisa memposisikan dirinya. Jadi kecemburuan lo sama gue, gak beralasan." Devian kembali melangkah pergi.

"Gak beralasan ya?"

Devian menghela nafas dan kembali berhenti lalu berbalik dan berhadapan dengan Gilang.

"Gue tahu banget lo lagi berpura-pura di depan Indi buat menutupi perasaan lo sama dia."

"Maksud lo apa? Jangan merasa lo tahu apapun tentang gue, apalagi tentang perasaan gue."

"Tanpa lo bilang, gue bisa lihat dengan jelas di mata lo." Gilang mendengus sinis. "Lo sukakan sama Indi? Dan lo sengaja menyembunyikan perasaan lo."

Devian tersenyum sinis.

"Lo benar. Gue sayang sama Indi. Mungkin jauh lebih besar dari rasa sayang lo ke dia. Dan lo benar juga, gue sengaja menyembunyikan itu semua karena gue.. menghormati hubungan kalian."

"Kalau lo menghormati hubungan gue sama Indi, gak seharusnya lo dekat sama dia."

"Kenapa ya, Indi bisa jatuh cinta sama lo? Sama cowok yang gak percaya sama ceweknya. Karena asal lo tahu, dia sayang banget sama lo. Harusnya lo gak meragukan kesetiaan dia karena dia dekat sama gue."

"Gue gak terima karena lo *f*ake mau temenan sama dia."

"Someday gue bakal bilang ke dia, kalau gue sayang sama dia, dari dulu. Sayang saja, lo pertama kali yang muncul depan dia."

"Dan gue yakin, Indi bakal kecewa banget sama lo."

"Kak Gilang benar."

Devian terkejut lalu menoleh dan melihat Indira berada tidak jauh di belakangnya.

"Gue kecewa banget sama lo, Yan."

"Ndi, dengar gue dulu."

Indira menahan Devian yang ingin menghampirinya. "Gue pikir lo tulus mau temenan sama gue, ternyata selama ini lo modus doang."

"Ndi, please.."

"Mulai sekarang, gak usah dekat-dekat gue lagi."

Gilang menghampiri Indira lalu merangkulnya sambil tersenyum sinis ke arah Devian dan mengajaknya pergi. Devian hanya bisa menatap mereka semakin menjauh.

***

Beberapa hari setelahnya, Indira pun terlihat menghindari Devian. Nomornya pun sampai diblock. Dan terlihat sekali Indira tidak memberikan celah sedikitpun untuk Devian.

Devian pun nekat segera menyusul Indira yang terlihat bergegas keluar kelas ketika mata kuliah terakhir mereka selesai. Dan tanpa persetujuan Indira, Devian langsung menangkap lengan Indira lalu menariknya tanpa peduli kalau Indira berusaha melepaskan tangan Devian.

"Gue lagi malas sama lo, jadi tolong lepasin tangan lo atau gue bakal teriak."

"Teriak sekencang yang lo bisa karena gue gak bakal lepasin tangan gue sampai lo mau dengar penjelasan gue."

Devian membuka pintu mobil jeep mewahnya setelah sampai di parkiran tanpa adanya drama teriakan minta tolong dan memaksa Indira masuk ke dalamnya. Setelah memastikan Indira tidak akan kabur, Devian masuk ke dalam mobilnya.

"Pakai seatbelt-nya."

Indira hanya terdiam sambil terlihat marah. Devian menghela nafas lalu tanpa Indira duga, Devian mendekat ke arahnya. Beberapa saat Indira hanya bisa terpaku karena posisi muka Devian, karena tangannya sedang meraih sabuk pengamannya, sangat dekat dengan mukanya. Ditambah dengan harumnya parfum Devian yang masuk ke dalam hidung Indira membuatnya semakin terpaku.

Devian kembali ke posisinya sambil menyalakan mobilnya. Indira pun juga sudah kembali sadar dari rasa terkejutnya.

"Gue tahu lo benci banget sama gue, tapi please, kasih gue satu kesempatan."

Devian lalu menjalankan mobilnya dan pergi dari kampus tanpa peduli kalau Gilang menatap kepergian mereka.

***

“Maafin gue ya, Ndi.”

Indira masih belum bereaksi. Dia hanya diam menatap pantai di depannya dan membiarkan angin pantai yang masuk ke dalam mobil melalui kaca yang sengaja di buka lebar oleh Devian, memainkan rambutnya.

“Gue emang gak jujur soal perasaan gue sama lo, tapi perasaan gue gak bohong kalau gue emang sayang sama lo, dari pertama kali gue melihat lo, melihat senyum lo.”

Indira menghela nafas. “Lo cuma buang waktu gue.”  Indira ingin membuka pintu mobil namun Devian menahannya.

“Please..”

Indira menatap Devian. “Jelasin alasan lo yang mungkin masuk akal, ke gue, kenapa lo gak jujur dari awal?”

“Apa lo bisa terima gue kalau dari awal gue bilang, gue dekatin lo karena gue suka sama lo?”

“At least (seenggaknya), lo gak bohong sama gue.”

“Jawab gue, Ndi..”

Indira terdiam. Devian menghela nafas.

“Gue semata-mata cuma mau menghormati hubungan lo sama Gilang. Tapi mau gimanapun gue tetap salah dan gue minta maaf ya, hak lo kalau emang lo mau benci sama gue, tapi Ndi..” Devian terdiam sejenak. “Gue mohon.. jangan jauhin gue.”

“Setelah apa yang lo lakukan?”

Indira ingin keluar namun lagi-lagi Devian menahannya.

“Gue antar lo pulang.” Devian menyalakan mobilnya dan menjalankannya. Gue takut banget lo pergi dari gue, Ndi.

Kenapa lo gak jujur saja dari awal, Yan, jadi gue gak merasa sekecewa ini sama lo dan apa mungkin rasa nyaman itu akan masih sama kalau kita tetap temenan..

To be continued...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!