PERSELINGKUHAN

"Kok Ian sudah jarang main kemari, Ndi? Lagi sibuk apa dia?" Tanya Haris sewaktu menyadari kalau sudah hampir 2 bulan dia tidak mendapati Devian di rumahnya. Biasanya bisa hampir setiap minggu Devian datang. Entah sekedar mampir ataupun mengerjakan tugas bersama Indira.

"Aku gak tahu, Yah."

"Kalian.. bertengkar?"

Indira menghela nafas lalu menutup bukunya dan beranjak dari sofa. "Aku ngantuk, Yah, aku ke kamar dulu ya." Indira lalu menuju kamarnya.

"Beneran mereka bertengkar?" Tanya Haris kali ini ke Nadia yang duduk di sampingnya.

Nadia mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu. "Biar aku yang urus." Nadia pun ikut beranjak menuju kamar Indira.

Nadia mengetuk pintu kamar Indira lalu membukanya sedikit. "Ibu boleh masuk, Ndi?"

Indira mengangguk lalu kembali memandang keluar jendela dan tidak berapa lama, Nadia duduk di hadapannya.

"Ada masalah apa, Sayang?"

"Gak ada pa-pa, Bu."

"Ian kenapa?"

Indira terdiam sejenak lalu menghela nafas. "Gilang gak suka aku dekat sama Ian, karena ternyata.. Ian suka sama aku, dari awal."

Nadia tersenyum lalu mengelus tangan Indira.

"Aku merasa kecewa sih, Bu, karena dia gak jujur sama aku."

"Sekarang Ibu tanya, apa mungkin kalau dari awal Ian jujur sayang sama kamu, kamu masih mau temenan sama dia? Apa kamu masih merasa nyaman sama dia?"

Indira terdiam.

"Mungkin itu alasan Ian kenapa dia gak jujur sama kamu. Ditambah, kamu jadian sama Gilang. Dia lebih memikirkan hubungan kamu sama Gilang dan juga rasa nyaman kamu temenan sama dia. Jadi.." Nadia menggenggam tangan Indira. "Gak adil rasanya kamu menyalahkan dia sepenuhnya."

"Tapi tetap saja dia bohongkan, Bu?"

"Mungkin caranya yang salah. Tapi menurut Ibu, ada baiknya kamu kasih dia kesempatan kedua dan Ibu yakin, semua akan baik-baik saja."

Nadia mengelus kepala Indira lalu beranjak keluar dari kamar dan membiarkan Indira kembali melamun. Tanpa Indira tahu, Nadia terlihat menelepon seseorang sewaktu keluar dari kamarnya.

"Besok bisa temui Tante di cafe depan? Jam 5 sore. Oke." Nadia menyudahi hubungan teleponnya sambil tersenyum.

***

Keesokan harinya, Nadia melihat Devian memasuki cafe lalu menuju ke arah mejanya setelah Nadia melambaikan tangan ke arahnya. Devian pun mencium tangan Nadia sambil tersenyum lalu duduk di hadapannya.

“Aku minta maaf ya, Tante.”

“Karena kamu gak jujur sama perasaan kamu ke Indi?”

“Untuk apapun yang membuat Indi benci sama aku.”

“Tante juga minta maaf atas sikap Indi ya.”

“Indi gak salah, sikap dia wajar karena aku sudah buat dia kecewa.”

Nadia menepuk-nepuk punggung tangan Devian. “Makasih ya, Yan, sudah menjaga Indi.”

“Kalau memang aku dikasih kesempatan lagi..” Devian terdiam sejenak. “Aku mau jagain dia seterusnya.”

Nadia tersenyum. Aku bisa melihat dengan jelas ketulusan anak ini, apa mungkin...

“Aku mau banget ketemu Indi, Tan.”

“Tante mengerti, Yan, tapi kasih dia waktu ya buat menenangkan diri.”

Devian hanya bisa tersenyum lalu mengangguk.

Setelah dari cafe, Devian langsung menuju rumahnya. Dia merasa lelah setelah seharian kuliah. Dia memarkirkan mobil jeepnya di garasi yang memang terpisah dari bangunan rumah utama. Setelah memastikan mobilnya terkunci, dia memasuki rumahnya yang sebelumnya melihat ada mobil sedan mewah berwarna putih terparkir di depan pintu rumahnya.

"Mas Ian sudah pulang? Mau Bibi siapkan makan malam?" Sambut ARTnya.

"Gak usah, Bi, aku sudah makan. Mama mana? Lagi ada siapa?"

"Hmm.. Nyonya sedang ada tamu, Mas. Mereka ada di ruang kerja Tuan."

"Kalau gitu, aku ke kamar ya."

"Iya, Mas."

Devian berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai 2 dengan tanda tanya besar, siapa tamu yang sedang bersama mamanya di malam hari.

Di lantai dasar, Bibi menatap Devian yang sedang menaiki tangga lalu berpaling ke ruang kerja majikannya yang ada di samping ruang keluarga.

Semoga Mas Ian gak tahu soal ini, karena dia bakal merasa sangat kecewa.

Beberapa hari setelahnya, Farel melihat perbedaan dari sikap Devian yang terlihat pendiam. Semenjak masalahnya dengan Indira dia sudah terlihat berbeda, namun kali ini lebih parah. Dan yang membuat Farel semakin bingung, dia tidak diijinkan untuk datang ke rumahnya seperti biasanya namun Devian tidak memberitahu alasannya.

"Ian kenapa ya?" Tanya Farel sewaktu makan siang bersama Indira dan juga Viana.

"Gue juga mau menanyakan hal yang sama ke lo. Dia kenapa jadi pendiem banget ya, kaya ada yang lagi dipikirin."

"Menurut lo kenapa, Ndi?" Tanya Farel ke Indira yang sedang sibuk dengan ponselnya dan hanya menjawab dengan mengangkat kedua bahunya.

"Ada masalah di rumah kali, Rel." Sahut Viana.

"Gak biasanya dia kaya begini. Dan tiap ada masalah, dia pasti cerita ke gue, tapi kali ini, gue gak tahu dia kenapa."

"Semoga dia gak pa-pa."

Indira terlihat menatap kosong ponselnya. Kenapa gue jadi kepikiran dia? Memang benar kata Farel, beberapa hari ini dia kelihatan beda banget. Sebenarnya dia kenapa?

Devian lagi-lagi melihat mobil yang sama beberapa minggu terakhir terparkir di rumahnya. Dia penasaran sebenarnya ada urusan apa Kinar dengan orang ini. Devian hanya memantau dari CCTV dan melihat mereka langsung masuk ke ruang kerja Papanya dan baru keluar saat malam hari, entah apa yang sedang mereka kerjakan. Dan yang paling membuat Devian merasa bingung, Kinar selalu tidak ada waktu untuk dirinya semenjak mobil ini sering ke rumahnya. Kinar selalu berkilah kalau dia sedang ada proyek penjualan komplek perumahan.

"Mama mana, Bi?"

"Nyonya.. Nyonya masih ada urusan di dalam, Mas."

"Bibi tahu siapa tamu Mama?"

Bibi menggeleng. Devian beranjak menuju ruang kerja Arvin, Papanya, namun Bibi menahannya.

"Mas Ian mau kemana?"

"Aku mau tahu, Mama ada urusan apa sama orang itu."

"Jangan, Mas, nanti Nyonya marah sama Mas Ian."

"Aku gak peduli, Bi."

"Tapi, Mas.."

Devian lepas dari pegangan Bibi dan berjalan menuju ruang kerja papanya dan Bibi tidak bisa berbuat banyak. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Devian membuka pintunya lalu terkejut melihat apa yang ada di hadapannya.

"I.. Ian.." sahut Kinar yang terdengar sangat panik.

"Damn!!" Devian memukul keras pintu lalu membantingnya hingga tertutup lalu berlari menuju kamarnya tanpa peduli panggilan Kinar.

Di dalam kamar, Devian mendengar deru suara mobil yang pergi dari rumahnya, lalu terdengar ketukan pintu.

"Ian, Sayang, buka pintunya, Nak, Mama mau bicara."

Devian semakin membenamkan mukanya di kedua lutut dan menutup kedua telinga dengan lengannya.

"Please, Ian, Mama bisa jelaskan." Kinar terus mengetuk pintu sambil berkali-kali membukanya namun Devian sengaja mengunci pintunya.

"Devian, buka pintunya!"

"Jangan ganggu anak aku."

Kinar terkejut dan menoleh lalu melihat Arvin sudah sampai di tangga teratas dan berjalan ke arahnya.

"Mas Arvin.. Kamu sudah pulang, Mas?"

"Ternyata ini alasannya kenapa kamu sengaja mematikan CCTV? Biar kamu bebas membawa selingkuhan kamu ke rumah? Iya?"

"Bu.. bukan begitu, Mas.. Aku.."

"Tapi kamu gak tahukan? Kalau Ian sendiri yang memasang CCTV lain, dan membongkar kelakuan kamu."

Kinar terkejut dan menatap pintu kamar Devian lalu kembali menatap Arvin.

"A.. aku minta maaf, Mas."

"Aku akan urus surat perceraian kita besok dan Ian ikut sama aku."

Kinar lagi-lagi membelalakan matanya lalu bersimpuh di bawah Arvin. Arvin pun mencoba menghindar dan membiarkan Kinar menangis sambil bersimpuh.

"Ini memang salah aku sampai kamu tega melakukan ini semua, tapi kamu sadar gak? Yang jauh lebih kamu sakiti adalah Ian!!"

"Aku minta maaf, Mas, aku gak mau pisah sama Ian."

"Keputusan aku sudah bulat. Kita cerai." Arvin berbalik lalu pergi tanpa menghiraukan Kinar yang semakin histeris.

Di dalam kamar Devian pun mencoba menahan emosinya dengan tangan terkepal dan membiarkan airmatanya terus mengalir.

To be continued....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!