Kesempatan Lain

Ternyata pekerjaan itu tidak layak untuknya. Kembali ke rutinitas biasa, Danisa datang ke rumah tetangganya–Bu Jamilah–untuk mengambil nasi rames dan jajanan pasar yang siap dijajakan keliling kota di sore hari.

Danisa melepas sandal jepitnya di teras rumah bu Jamilah yang merupakan pemilik usaha katering cukup kondang di sekitar tempat tinggalnya.

Setidaknya, pekerjaan itu yang dapat Danisa lakoni sekadar untuk membelikan seliter beras dan serempat telur untuk menu makan sehari-hari dirinya, dua adik, dan ibunya.

Ketukan pintu 3 kali dia berikan.

"Assalamualaikum, Ibu."

Sekali, dua kali, tiga kali. Berulang kali ketukan pintu dan salam Danisa berikan, tetapi tidak ada sautan dari dalam. Sesekali kepalanya menyembul ke jendela atau ke sela pintu yang sedikit terbuka untuk memastikan apakah penghuni rumah itu ada di dalam atau tidak.

“Apa suaraku kurang keras?” tanya Danisa.

Sontak, setelah itu Danisa berdehem sejenak. Dia ingin menambahkan volume suaranya. Bukan tanpa alasan, tetapi hari makin menjelang petang. Adik-adiknya tengah menunggu Danisa pulang membawa makanan untuk menu makan malam.

Jika dia menjajakan dagangannya terlalu sore, maka ia akan kehilangan pelanggan dan berimbas pada pengurangan upah yang akan dia dapatkan dari bu Jamilah.

Baiklah, sekali lagi.

“Assalamualaikum. Ibu Jamilah, permisi. Ibu?” ucap Danisa dengan volume suara lebih keras dari sebelummya.

Namun, suara yang menyaut bukan dari dalam rumah, tetapi dari belakang tubuhnya.

“Waalaikumsalam, Danisa. Cari Ibu, ya?”

Seorang pria muda dengan stelan busana rapi berhoodie navy dan menggendong tas ranselnya. Hasby, itu yang Danisa tahu tentang sosok pria yang kini ada di depan matanya. Anak bungsu ibu Jamilah yang terkenal pintar dan paling tampan di kompleks itu.

Dia seorang mahasiswa akhir jurusan teknik mesin yang merupakan tetangga sekaligus teman bermain Danisa masa kecil. Dia yang baru tiba di rumah, lumrah mahasiswa perantauan yang akan pulang setiap beberapa bulan sekali.

“Mas Hasby? Iya, Nisa cari ibu, Mas,” kata Danisa. Dia yang terbiasa dipanggil 'Nisa' oleh tetangga sekitar rumah.

“Iya. Sebentar ya, Nis. Mas panggilkan, mungkin ibu lagi di belakang. Masuklah dulu,” kata Hasby mempersilakan Danisa masuk ke dalam rumah.

Tidak lama kemudian seseorang yang Danisa cari muncul dari balik tirai.

“Ealah ... Nisa, maaf. Tadi ibu ada di belakang, kamu suaranya kecil banget jadi ibu nggak dengar lagi isah-isah, Nduk,” kata bu Jamilah dengan aksen jawanya yang Danisa tahu sejak dulu tetangganya itu pindahkan dari Solo.

Bu Jamilah lantas memberikan keranjang rajutan plastik berukuran cukup besar berisi beberapa bungkus nasi dan jajanan pasar yang dikemas, siap dijual.

"Ini seperti biasa, 50 bungkus ya, Nduk," kata Bu Jamilah.

“Baik, Bu. Ya sudah, Danisa pamit dulu ya, Bu. Nanti sebelum maghrib, Danisa kembali lagi bawa uang hasil jualan,” ujar Danisa.

Namun, sebelum gadis itu memakai kembali sendal bututnya yang sudah tipis bagian solnya, ada suara seseorang memanggilnya.

“Danisa, tunggu!”

Danisa berhenti dari langkahnya.

Hasby yang memanggilnya. “Aku bantuin jualannya. Boleh, ya, Bu?”

Walau ibunya sempat melarang dengan alasan jika Hasby masih lelah karena baru saja tiba setelah beberapa jam perjalanan, tetapi pemuda itu tetap ingin ikut membantu Danisa berjualan hari ini.

"Pengin tahu gimana cara Danisa jualan, Bu."

Akhirnya mereka berdua berjalan mengitari kota yang cukup ramai hingga berada di pinggiran jalan raya utama yang belum begitu padat merayap, pun tidak sepi juga. Jalan kota metropolitan selalu ramai dan berpolusi

“Kamu nggak capek, Nis? Tiap hari begini?”

Danisa menjawabnya dengan gelengan kepala. “Bagaimana aku bisa mengeluh capek kalau adik-adikku membutuhkanku, Mas? Allah Maha Baik, kan? Karena Dia memberiku rasa semangat yang bisa mengalahkan rasa lelahku, Mas,” ujar Danisa dengan senyuman dan penuh rasa syukur.

Hasby salut dengan pemikiran gadis itu. Dia yang tidak malu berjalan untuk menjajakan dagangannya di saat teman seusianya tengah sibuk hang-out and chill di mall atau kafe menikmati masa mudanya.

Jika membandingkan dengan beberapa tahun silam, bisa dibilang dulunya Danisa adalah anak orang berpunya. Walau rumahnya tidak besar, tetapi orang tuanya mapan dan cukup terpandang.

Danisa bunga desa kerena kecantikannya, bahkan saat ini pun gadis itu masih terlihat paling bersinar di kompleksnya walau kulitnya telah menggelap dan agak kusam karena terlalu sering berada di bawah sinar matahari demi se-upa boga untuk keluarganya.

Hasby cukup tahu apa yang menyebabkan keadaan perekonomian keluarga Danisa menjadi tidak stabil.

Desas-desus kabar perselingkuhan ayahnya yang berujung pada perpisahan kedua orang tua gadis cantik itu. Dan ibunya yang menjadi tulang punggung untuk anak-anaknya, tiba-tiba suatu hari ditemukan tergeletak di kamar mandi dan terdiagnosis terkena stroke.

Hingga kini sosok Danisa yang dilihat oleh matanya adalah sosok perempuan tangguh yang mempunyai rasa tanggung jawab besar kepada keluarganya, dapat dirasakan seberapa berat beban yang berada di pundaknya. Dia benar-benar melakoni peran anak pertama yang menopang harapan keluarga.

Gadis itu tetap berjalan santai dan ceria. Tangan Hasby yang bebas, ingin sekali meraih tangan Danisa untuk digenggamnya. Danisa menjadi motivasinya untuk tidak patah semangat saat dunia menghajarnya dengan kenyataan yang kadang terasa pahit walau tak sepahit kehidupan Danisa.

Namun, belum sampai genggaman tangan itu diraihnya. Danisa sudah berlari.

"Mas Hasby, lihat! Ada apa itu ramai-ramai di sana?"

Saat itu Danisa melihat ada beberapa orang bergerombol di depan sebuah kantor yang tak terlalu besar. Mereka yang terlihat seperti para demonstran, tapi di mata Danisa mereka adalah sasaran calon konsumennya.

“Hai, Halo. Permisi, Mbak-Mbak. Mau beli nasinya, Mbak? Masih anget dan lezat-lezat, cocok buat ganjel lapar,” Danisa masuk ke tengah keramaian di depan toko itu.

“Aduh, pas lagi lapar nih! Ada nasi apa aja, Mbak?” tanya salah seorang yang memakai stelan busana rapi dan wangi khas tampilan pekerja kantoran.

Danisa semringah, “Ada nasi udang balado, nasi cakalang bumbu woku, nasi paru, kue putu, comro, kue mayang. Mbak mau yang mana?" tanya Danisa memperlihatkan satu per satu dagangannya dari dalam keranjang.

“Berapaan? Mau deh, 1. Kamu mau, nggak?” ucap salah satu perempuan itu yang kemudian menyenggol salah seorang di sampingnya.

“Boleh, deh. Satu juga, bebas apa aja.”

“Aku dong!”

“Aku juga mau.”

Ya, sisa dagangan Danisa ludes saat itu juga.

“Alhamdulillah, habis juga,” ujarnya seraya membasuh wajahnya dengan peluhnya sendiri.

Lantas, barulah Danisa bertanya-tanya apa yang menyebabkan para wanita itu berbanjar membentuk lintasan panjang di depan sebuah bangunan yang sepertinya baru dibuka itu.

“Mbak, maaf, ini ada acara apa ya? Kenapa ramai sekali?” tanya Danisa pada salah satu orang yang duduk di dekatnya dan tengah menikmati nasi bungkus yang dibelinya.

“Lowongan kerja, Mbak. Ini kantor cabangnya, tapi nanti kerjanya jadi SPG di mall,” jawab wanita asing itu.

Danisa membelalak. Dia langsung bangkit dari posisi jongkoknya, lalu membaca pamflet yang tertempel di papan pengumuman di samping kantor cabang itu.

Lowongan Pekerjaan Sales Promotion Girl (SPG) Gerai Sepatu Herxion Cabang Mall X Jakarta Selatan.

Syarat:

Wanita berusia kurang dari 30 tahun;

Berpenampilan menarik, sopan, responsif, komunikatif;

Pendidikan minimal SMA atau sederajat;

Bersedia ditempatkan di semua toko cabang;

Gaji 500k/minggu;

Mengikuti jadwal interview.

*Kirimkan CV dan berkas lamaran Anda kerja paling lambat 10 Maret, pukul 17.00 WIB.

Seakan mendapat jawaban atas doanya, kabar lowongan pekerjaan seperti ini yang Danisa inginkan.

“Pendaftaran masih dibuka! Ini kesempatan untukku!” pekik Danisa yang sempat melompat saking girangnya.

Terpopuler

Comments

LISA

LISA

Kesempatan utk Danisa nih

2024-05-16

0

lihat semua
Episodes
1 Tagihan Sekolah
2 Gaji 800 Ribu
3 Risiko Pekerjaan
4 Kesempatan Lain
5 Diterima Bekerja
6 Perempuan Gila
7 Cerita Nadira
8 Terhalang Restu
9 Pria Lain di Apartemen
10 Akan Tetap Menikahimu
11 Kurang Staf Pria
12 Pak Anjas, Tolong Beri Dia Pekerjaan!
13 Staf Baru
14 Cosplay Jadi Kuli
15 Alergi Debu
16 Harus Pulang
17 Biaya Perawatan Ibu
18 Hadiah Persahabatan
19 Chatting Pertama Kali
20 Unexpected Moments
21 Sosok My Baby
22 Semesta Sedang Menunjukkan
23 Malam Di Grand Park
24 Putus
25 Tawa Di Atas Duka
26 Drop Out
27 Krisis Identitas
28 Just Friends
29 Out Of Plan
30 Ada Rindu
31 Something Different
32 Tujuan Hidup
33 Kembali Bekerja
34 Concert Festival
35 Pulang Confes
36 Just Remember Me
37 Jadi Pacar
38 Pengumuman Hiatus
39 Mempertimbangkan
40 Pamit
41 Jangan Ganggu, Sedang Sibuk
42 Dia Presdir Kita
43 Masih Orang Yang Sama
44 Minta Restu
45 Tragedi Pulang Kampung
46 Gosip
47 Jangan Kaku Padaku
48 Trauma
49 Impian Terpendam
50 Terhalang Restu
51 Alasan Tidak Cocok
52 Ancaman
53 Go Public
54 Bertaruh
55 Peraturan Baru
56 Pilihan Hati
57 Obrolan Mantan dan Pacar
58 Baku Hantam
59 Bertemu Kawan Lama
60 Perlahan Melepas
61 Posisi Ternyaman
62 Jejak Kriminal
63 Diambang Keputusan
64 Parfum Darurat
65 Scene Favorit
66 Sadar Posisi
67 Cedera
68 Resign
69 Putus
70 Janji Lama
71 Peluang Usaha
72 Kedai Baru
73 Bakul Bakso
74 Cara Membuatmu Percaya
75 Saling Mengenal
76 Satu Syarat
77 Gatot
78 Tahu Sesuatu
79 Selagi Ia Masih Hidup
80 Meluap
81 Selangkah Lagi
82 Memaafkan
83 Bersatu
84 Membahagiakanmu (End)
Episodes

Updated 84 Episodes

1
Tagihan Sekolah
2
Gaji 800 Ribu
3
Risiko Pekerjaan
4
Kesempatan Lain
5
Diterima Bekerja
6
Perempuan Gila
7
Cerita Nadira
8
Terhalang Restu
9
Pria Lain di Apartemen
10
Akan Tetap Menikahimu
11
Kurang Staf Pria
12
Pak Anjas, Tolong Beri Dia Pekerjaan!
13
Staf Baru
14
Cosplay Jadi Kuli
15
Alergi Debu
16
Harus Pulang
17
Biaya Perawatan Ibu
18
Hadiah Persahabatan
19
Chatting Pertama Kali
20
Unexpected Moments
21
Sosok My Baby
22
Semesta Sedang Menunjukkan
23
Malam Di Grand Park
24
Putus
25
Tawa Di Atas Duka
26
Drop Out
27
Krisis Identitas
28
Just Friends
29
Out Of Plan
30
Ada Rindu
31
Something Different
32
Tujuan Hidup
33
Kembali Bekerja
34
Concert Festival
35
Pulang Confes
36
Just Remember Me
37
Jadi Pacar
38
Pengumuman Hiatus
39
Mempertimbangkan
40
Pamit
41
Jangan Ganggu, Sedang Sibuk
42
Dia Presdir Kita
43
Masih Orang Yang Sama
44
Minta Restu
45
Tragedi Pulang Kampung
46
Gosip
47
Jangan Kaku Padaku
48
Trauma
49
Impian Terpendam
50
Terhalang Restu
51
Alasan Tidak Cocok
52
Ancaman
53
Go Public
54
Bertaruh
55
Peraturan Baru
56
Pilihan Hati
57
Obrolan Mantan dan Pacar
58
Baku Hantam
59
Bertemu Kawan Lama
60
Perlahan Melepas
61
Posisi Ternyaman
62
Jejak Kriminal
63
Diambang Keputusan
64
Parfum Darurat
65
Scene Favorit
66
Sadar Posisi
67
Cedera
68
Resign
69
Putus
70
Janji Lama
71
Peluang Usaha
72
Kedai Baru
73
Bakul Bakso
74
Cara Membuatmu Percaya
75
Saling Mengenal
76
Satu Syarat
77
Gatot
78
Tahu Sesuatu
79
Selagi Ia Masih Hidup
80
Meluap
81
Selangkah Lagi
82
Memaafkan
83
Bersatu
84
Membahagiakanmu (End)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!