Kinan terbelalak tak kala mata mereka saling bertemu, mata Kinan yang berair dan wajah manis serta kedua pipinya yang memerah sontak membuat pria itu tersentak, merasakan gejolak aneh di dadanya. Sebuah getaran yang sudah di kenal pria itu dengan sangat baik.
"Eh, Kinan ada di sini?" Tanya pria itu, dia adalah Gilang. Kinan mengusap air matanya tak perduli, meski dunia benar-benar sesempit daun kelor tapi Kinan juga tak tahu Gilang itu siapa di keluarga itu.
"Ibu, ada tamu lain juga?" Tanya Kinan, namun melihat tatapan tak bersahabat dari Bu Sani membuat hati Kinan juga merasa tidak enak.
"Dia bukan tamu, dia putra Ibu yang dulu sempat Ibu ceritakan itu." Kinan membelalakan matanya, dia juga ingat bila pria itu akan segera menikah saat mendengar Bu Sani banyak bercerita mengenai putranya yang akan segera menikah.
"Oh, dunia begitu sempit ya? Selamat atas pertunangannya maaf saya terlambat mengucapkan selamat, dan semoga pernikahan kalian berjalan lancar." Kinan mengulurkan tangannya, Bu Sani tertegun.
"Apa kalian saling mengenal?" Tanya Bu Sani, Gilang menganggukkan kepalanya cepat.
"Dia calon menantu ibu, kenapa aku harus tidak mengenalnya?" Alena melotot mendenar itu, dia menatap Bu Sani yang juga syok.
"Apa maksud anda? Maaf tapi saya rasa kita tidak sedekat itu, hingga dapat bercanda berlebihan." Bantah Kinan, Bu Sani bisa melihat kesalah fahaman yang terjadi antara Kinan dan Gilang tidak sederhana.
"Sebenarnya ada apa? Kamu juga baru datang langsung cari ribut saja!" Pekik Bu Sani merasa pusing dengan tingkah putranya sendiri.
"Sudah memutuskan pernikahan, dan tak datang dalam acara pemutusan itu hingga aku di katai jelek oleh keluarganya, apa itu pantas Gilang?" Kinan membelalakkan matanya mendengar ucapan Bu Sani.
"Tak saya kira anda benar-benar tidak waras." Ucap Kinan menghela nafas panjang, ucapan Kinan yang sedikit keras dan formal membuat Bu Sani kembali bertanya-tanya.
"Bagaimana kalian bisa saling mengenal?" Tanya Bu Sani, Kinan menggelengkan kepalanya tak ingin memperpanjang masalah. Dia duduk di samping Bu Sani yang di sampingnya ada Eyang Putri yang juga nampak tidak suka dengan kedatangan cucunya sendiri.
"Eyang pasti lelah, aku bantu untuk istirahat ya?" Pinta Kinan dengan senyum di bibirnya, Eyang Putri menganggukkan kepalanya. Kinan yang sudah tahu seluk beluk rumah itu langsung mengantarkan Eyang Putri ke kamarnya.
"Kamu pasti terkejut dengan sikap Gilang ya?" Ucap Eyang Sani, Kinan menganggukkan kepalanya tak membantah.
"Dia memang seperti itu, dia berniat menikahi wanita yang sangat tak memiliki moral. Bahkan saat pertama kali aku melihatnya, aku merasa mual dan benci sekali." Ucap Eyang Putri, Kinan terkekeh dan membantu wanita tua itu berbaring di ranjangnya.
"Eyang sampai sebenci itu, itu terlalu aneh. Bukankah Eyang sangat ingin melihat cucu Eyang itu menikah?" Kinan menggenggam tangan Eyang Putri.
"Benar, tapi wanita itu benar-benar tidak aku sukai sedikit-pun. Kau juga kenal dengan wanita itu, dia keponakan mu." Tutur Eyang Putri, mata Kinan seketika membulat dan terkejut bukan main.
"A-apa?" Kinan bertanya masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar sendiri. Eyang Putri mengangguk dan mengelus jemari Kinan penuh sayang.
"Itulah kenapa aku tak menyukainya, Kinan bisakah kamu menikah dengan Gilang?" Mata Kinan kembali terbelalak mendengar permintaan tak masuk akal itu.
"B-bagaimana bisa Eyang? Aku bahkan belum memiliki rencana untuk menikah." Kinan menggaruk tengkuknya, meski terlihat bercanda. Namun apa yang di katakan Eyang Putri sama sekali tidak terdengar seperti candaan.
"Eyang gak tenang, Gilang adalah anak yang baik dan tulus. Tapi karena sikapnya yang tulus itu membuat dia mudah di bodohi." Kinan menelan salivanya mendengar itu, dia tak mungkin langsung menolak. Tapi dia juga harus memiliki alasan yang tepat untuk menolak tawaran Eyang Putri.
"Aku akan memikirkannya, tapi Eyang harus sembuh dulu ya?" Bujuk Kinan, Eyang Putri mengangguk setuju dan keduanyapun larut dalam pembicaraan mereka.
.
.
.
"Kenapa baru pulang?" Bu Sani mengintrogasi Gilang dengan tatapan seorang ibu, di mana rasa khawatir dan kecewa bercampur dalam hatinya.
"Terlalu banyak pekerjaan Bu, apa ibu sudah benar-benar membatalkan pernikahan itu?" Tanya Gilang lagi, Bu Sani menganggukkan kepalanya.
"Meski sudah di batalkan, tapi kamu juga harus bicara secara pribadi dengan mereka. Bagaimanapun juga hubungan ini di awali oleh kamu dan wanita itu.
"Iya, aku berencana akan bertemu dengannya." Gilang menghela nafas panjang, berharap bila apa yang akan dia lakukan berjalan dengan baik.
"Kau masih menyukainya?" Tanya Bu Sani, Gilang menganggukkan kepalanya. Bagaimana-pun juga, hubungan yang bertahan selam 3 tahun dengan banyak kenangan manis di baliknya bukan hal mudah untuk di lupakan.
Perasaan yang dulu secara alami tumbuh di hati Gilang sekarang sudah tumbuh berbunga dan berkembang dengan sangat cepat, hingga akan sangat sulit bagi Gilang untuk melupakan cinta itu.
"Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Bu Sani, Gilang menganggukkan kepalanya. Rasanya di khianati memang sangat menyakitkan, tapi entah mengapa Gilang tak merasa sesakit itu, justru Gilang merasa lega dan bersyukur.
"Duduklah dulu sebelum istirahat, Ibu masih ingin berbiara banyak dengan mu." Gilang menurut, karena sekeras apapun sang ibu. Bagi Gilang ibunya adalah pahlawan wanita yang selalu melakukan hal benar, termasuk saat dia pertama kali melihat Kaila, ibunya langsung tak setuju dan semua spekulasi sang ibu kini terbukti kebenarannya.
"Bagaimana kamu bisa mengenal Kinan?" Tanya Bu Sani, Gilang tersenyum mengingat kembali bagaimana wajah arogan Kinan saat mereka pertama kali bertemu.
"Dia yang meranang gaun pengantin, apa ibu ingat tentang itu?" Sani menganggukkan kepalanya. Dia menatap wajah Gilang yang kini nampak bersemu.
"Kau menyukai Kinan?" Tebak Bu Sani, Gilang menggelengkan kepalanya.
"Terlalu cepat bila di katakan suka, aku hanya merasa tertarik saja. Dia wanita yang unik, wajahnya juga tipe-ku." Jawab Gilang, Bu Sani menggelengkan kepalanya.
"Dulu saat aku hendak mengenalkan kamu dengan Kinan justru kamu kabur ke pulau seribu dengan kekasih mu itu, dan sekarang kau bilang dia tipe-mu?" Bu Sani menggelengkan kepalanya merasa bila putranya itu kini sudah semakin berubah.
"Dia imut." Ucap Gilang lagi, Bu Sani menggelengkan kepalanya mendengar pengakuan Gilang yang tiba-tiba.
"Bukankah gaun mu dari Sonia group?" Tanya Bu Sani lagi, Gilang menganggukkan kepalanya membenarkan.
"Kinan memiliki jabatan apa di sana? Hanya perancang saja?" Tanya lagi Bu Sani, Gilang mengangkat alisnya. Dia ingat bagaimana ibunya sering membanggakan putri dari Adiwinata itu, tapi nampaknya sang ibu belum mengetahui seperti apa Kinan yang sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
lily
kurang apa sih Gilang ini?
jadi penasaran apa keunggulan seorang Dila dibandingkan dengan Gilang, apakah lebh perhatian ?
2024-03-22
1