Di dalam sebuah ruangan ada seorang pria yang mengenakan baju pendekar berwarna hitam terlihat sedang membalut luka gigitan di lengannya, meja yang berada tepat di samping tempatnya duduk saat ini ada sebuah topeng berwarna hitam yang selalu ia gunakan saat mengintai.
Pintu ruangan tersebut tiba-tiba terbuka, seorang pengawal muda masuk dan memberi hormat pada pria yang berada di dalam ruangan tersebut.
"Yang Mulia, kita harus segera kembali ke istana."
Pria yang tidak lain adalah Putra Mahkota kerajaan Kongqi yaitu Kong Welan menatap sekilas dan mengangguk pada pengawal pribadinya tersebut sebelum kembali menyelesaikan kegiatannya membalut luka di lengannya. Setelah luka telah dibalut ia mengambil topeng yang berada di atas meja untuk kemudian diletakkan di sebuah lemari kecil lalu digembok.
Sebelum berjalan keluar dari ruangannya, Kong Welan berhenti dan menatap ke arah pengawal pribadinya yang bernama Liyang.
"Siapkan lagi dua mata-mata di kediaman keluarga Wan, kali ini gunakan wanita untuk menjadi pelayan. Aku ingin mereka mengawasi putri Tuan Wan."
Liyang menatap bingung ke arah majikannya.
"Mengapa tiba-tiba ingin mengawasi Nona Muda Wan. Apa dia ada hubungannya dengan kejahatan Tuan Wan?"
Pria tersebut menyentuh sekilas luka di lengannya sebelum kembali menatap pengawalnya Liyang, "Entahlah, tapi kita harus menyelidikinya. Aku juga ingin segala informasi tentang Nona Muda Wan malam ini."
"Baik Yang Mulia."
Kong Welan segera berjalan keluar dari ruangan tersebut melalui sebuah lorong hingga mencapai sebuah pintu. Diluar pintu tersebut muncul sebuah ruangan besar yang terlihat seperti sebuah kamar biasa, keduanya segera keluar dari kamar tersebut hingga pemandangan orang-orang ramai yang sedang bertransaksi pun terlihat. Tempat yang ia tempati saat ini adalah salah satu toko cemilan yang ia bangun sebagai kamuflase untuk menutupi markas rahasianya. Diluar toko sebuah kereta kuda sudah menantinya untuk kembali ke istana karena masih banyak hal yang harus ia lakukan.
...****...
Saji terlihat duduk sambil menahan kantuk karena menemani Yiran. Saat ini Yiran sedang berada di kamarnya, ia duduk di samping jendela sambil sibuk membaca buku-buku tentang bisnis yang ia ambil dari perpustakaan milik ibunya tadi.
"Nona, biasanya anda sangat tidak suka belajar apalagi membaca buku. Ini sudah dua jam dan anda masih betah untuk membaca semua buku-buku ini," ujar Saji
Yiran hanya tersenyum namun masih sibuk membaca buku-buku di hadapannya saat ini.
"Manusia adalah makhluk yang tidak konsisten Saji, ada banyak faktor yang akan merubah sikap seorang manusia. Tentu saja aku juga bisa berubah Saji."
Saji terlihat mengangguk walau belum sepenuhnya mengerti maksud majikannya ini.
"Lalu faktor apa yang membuat Nona ingin membaca buku-buku tentang bisnis ini?" tanya Saji.
"Aku ingin belajar membangun sebuah bisnis. Agar dimasa depan aku bisa hidup mandiri."
Jawaban Wan Yiran tentu saja membuat Saji kebingungan.
Tujuan Yiran membaca semua pengetahuan tentang bisnis adalah untuk membuka bisnis di masa depan. Jika nanti memang harus hidup sebatang kara, bukankah dirinya harus memiliki penghasilan untuk bertahan hidup.
Disaat sedang asik membaca, Yiran tidak sengaja menatap ke arah pemandangan taman besar di kediamannya yang berada di luar jendela. Disudut taman ia bisa melihat Su Yimin yang sedang digandeng oleh seorang pria. Yiran tersenyum miris melihat pemandangan tersebut, pria yang menggandeng tangan Yimin adalah Jendral Muda Lin Haoran, orang yang disukai Yiran yang saat ini sudah menjadi tunangan Yimin sepupunya.
Walau Yiran sudah bertekad untuk tidak mengejar Jendral muda Lin Haoran setelah mimpi yang dialaminya tersebut, namun gadis itu tidak bisa berbohong jika perasaannya pada pria tersebut masih ada. Yiran berusaha untuk menahan rasa cemburu yang ada di hatinya. Ia tidak ingin karena perasaan cemburu ini maka rencana yang ingin ia susun menjadi berantakan. Untuk saat ini ia hanya ingin memikirkan kelangsungan hidupnya di masa depan dan menghindari konflik pada siapapun.
Yiran segera mengalihkan pandangannya tidak ingin terus menatap sepasang kekasih yang sedang melepas rindu. Namun, karena merasa sudah tidak bisa fokus, Yiran memutuskan menutup buku yang dibacanya.
"Saji temani aku. Kita pergi ke pasar, aku ingin melihat-lihat bisnis di pasar saat ini."
"Apa sudah selesai membacanya Nona?" tanya Saji yang segera dibalas anggukan oleh Yiran.
Yiran segera berdiri sambil membereskan buku-buku yang ia baca dari tadi. Saji yang melihat pergerakan majikannya itu segera saja bergerak untuk menghentikan Yiran.
"Biar saya saja yang membereskan nona. Kenapa anda melakukannya sendiri?"
"Sudah tidak apa-apa. Lebih baik kamu pergi meminta kusir untuk menyiapkan kereta kudaku."
Yiran kembali sibuk membereskan buku-buku tersebut untuk diletakkan di dalam lemari sedangkan Saji berjalan keluar dari kamarnya terlebih dahulu untuk meminta orang menyiapkan kereta kuda.
Setelah selesai membereskan meja tersebut, Yiran segera mengambil jubahnya kemudian berjalan keluar dari kamarnya.
Saat sampai di depan gerbang kediamannya terlihat Saji yang sudah menunggunya bersama sebuah kereta kuda serta seorang kusir. Saji segera berjalan mendekati majikannya tersebut dan membantu Yiran untuk naik ke atas kereta kuda. Setelah Saji dan Yiran sudah berada di dalam kereta barulah kereta tersebut melaju menjauhi kediaman keluarga Wan.
Yiran memandang dari luar jendela kereta kuda yang ditumpanginya saat ini, sepanjang jalan banyak rakyat Kerajaan Kongqi yang terlihat berlalu lalang, ada pedagang, rakyat biasa, para bangsawan serta pengemis. Yiran yang asik melihat pemandangan kota dikagetkan dengan sebuah bayangan putih yang terlihat terbang di atas langit, gadis itu menyipitkan matanya mencoba menajamkan penglihatannya untuk memastikan apa yang dilihatnya. Kenapa akhir-akhir ini dirinya merasa ada bayangan putih yang selalu mengawasinya? atau ini hanya sugesti Yiran?
Yiran kembali memperhatikan pemandangan kota sebelum akhirnya ia dikagetkan oleh gerakan kereta kuda yang berhenti secara mendadak.
"Apa yang terjadi Saji?"
"Sebentar Nona saya coba periksa."
Saji segera keluar dari kereta kuda untuk memeriksa apa yang terjadi hingga kereta kuda yang mereka tumpangi harus berhenti mendadak. Selama menunggu Yiran hanya mendengar beberapa perdebatan dan keributan, namun Saji sama sekali belum masuk kembali ke kereta kuda untuk melapor padanya. Merasa tidak sabar menunggu, Yiran memutuskan untuk keluar dari kereta kuda agar bisa melihat sendiri apa yang terjadi.
Saat Yiran keluar dari kereta kuda, terlihat beberapa orang yang berkumpul di sekeliling kereta kudanya.
"Kedua pengemis itu berada dalam masalah besar. Selain bermasalah dengan Tuan Muda keluarga Hua, mereka juga menghalangi kereta Kuda Nona Muda Wan putri Perdana Mentri yang terkenal sangat galak dan suka semena-mena."
Yiran mendengar bisikan beberapa orang yang melihatnya turun dari kereta. Berusaha mengabaikan pembicaraan orang-orang, gadis tersebut memilih melihat apa yang terjadi. Pandangan matanya menatap dua orang pengemis laki-laki dan perempuan yang sedang terduduk di tanah depan kudanya, wajah keduanya terlihat sudah babak belur dan di depan mereka ada beberapa pengawal yang sepertinya merupakan pelaku yang menghajar kedua pengemis itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Yiran.
Mendengar perkataan Yiran seorang pemuda segera berjalan mendekatinya. Yiran mengenal pemuda tersebut, ia adalah Tuan Muda Hua keponakan permaisuri Kerajaan Kongqi.
"Maaf sudah menganggu perjalanan anda Nona Wan Yiran. Aku hanya sedang memiliki sedikit masalah dengan kedua pengemis ini."
Yiran segera menatap ke arah dua pengemis yang kondisinya sudah sangat mengenaskan. Melihat pemandangan di depan matanya ini membuat Yiran mengingat pandangan di dalam mimpinya saat ia diasingkan dan menjadi budak, wajah Yiran penuh luka seperti mereka dan mengenakan pakaian compang camping.
"Sebenarnya apa yang dilakukan dua orang ini hingga Tuan Muda Hua menyuruh para pengawal menghajar mereka?"
"Mereka sudah mencuri dompetku."
"Kami tidak mencurinya sama sekali. Sudah kami katakan berkali-kali bukan kami yang mengambil dompet tersebut," ucap wanita pengemis berusaha membela dirinya dan saudara laki-lakinya.
"Tidak usah berbohong. Jelas-jelas kalian sengaja menabrak ku agar bisa mengambil dompetku."
"Bukankah saat menghajar kami tadi, pengawal anda sudah memeriksa bahwa dompet tersebut tidak ada pada kami," jawab pengemis itu kembali.
"Itu karena kalian pasti sudah membuangnya. Pengawal hajar mereka lagi sampai mereka mau mengaku."
"HENTIKAN"
Yiran segera berteriak mencegah pengawal Tuan Muda Hua kembali memukuli dua pengemis yang kondisinya sudah sangat mengenaskan. Entah kenapa hati kecil Yiran tidak tega melihat keadaan kedua pengemis yang ia duga pasti sepasang saudara.
"Bukankah pengawalmu sudah memeriksa mereka dan tidak menemukan dompetmu. Jadi seharusnya bukan mereka yang mengambilnya, kenapa kamu masih ingin menyiksa mereka?"
Tuan Muda Hua tertawa meremehkan melihat gadis di depannya ini berniat membela kedua pengemis tersebut.
"Aku rasa ini bukan urusanmu Nona Wan Yiran, seharusnya kamu tidak perlu ikut campur."
"Memangnya kenapa jika aku ingin ikut campur. Keluargamu dihargai hanya karena berkerabat dengan permaisuri, tidak ada prestasi berarti. Kenapa aku harus takut padamu?"
"Kurang ajar, berani sekali kau menghinaku."
Tuan Muda Hua hendak mengangkat tangannya untuk memukuli Wan Yiran, namun sebelum tangan Tuan Muda Hua benar-benar mengenai wajah Yiran, sebuah tangan menahannya dengan pukulan yang membuat Tuan Muda Hua terpental menjauh dari Wan Yiran.
"Kau masih saja suka menindas orang Hua Binan."
Semua orang termasuk Yiran terkejut saat melihat sosok yang membantunya.
"Putra Mahkota," bisik Tuan Muda Hua.
Merasa tidak ingin mencari masalah, Tuan Muda Hua segera memanggil seluruh pengawalnya dan pergi dari tempat tersebut meninggalkan Wan Yiran dan kedua pengemis tadi.
Melihat sosok Putra Mahkota membuat Yiran memundurkan langkahnya dengan wajah penuh ketakutan. Bayangan kejadian saat Putra Mahkota membunuhnya berputar dalam ingatannya saat ini, Yiran bahkan menyentuh dadanya merasakan ingatan rasa sakit dan panas akibat sihir panah emas milik Putra Mahkota.
"Apa kamu baik-baik saja Nona Wan?" tanya Putra Mahkota.
"A..aa..aa iya saya baik-baik saja Yang Mulia. Terimakasih untuk bantuan anda," ucap Wan Yiran terbata-bata karena rasa takut.
Putra Mahkota menatap bingung melihat Wan Yiran yang terlihat begitu takut dan tidak berani menatapnya.
apa dirinya tahu aku adalah pria bertopeng yang ditemuinya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments