Virus Drakor

Di kantin, Revan terus saja berceloteh tanpa henti, seolah-olah dia adalah pembawa acara talk show yang sedang berada di tengah-tengah rekaman episode spesial.

Sedangkan Komaerah, yang merasa seperti satu-satunya penari di tengah arena matador, sudah berkeringat dingin karena banyak pasang mata yang melihatnya, membuatnya merasa seperti bintang dalam sebuah pertunjukan sirkus yang tak diundang.

"Van, aku balik ke kelas ya," ucap Komaerah dengan ragu-ragu, seolah-olah dia ingin melarikan diri dari sorotan tak terduga yang terus mengarah padanya.

"Kenapa?" tanya Revan dengan heran, seakan-akan dia tidak bisa memahami alasan di balik keputusan Komaerah untuk meninggalkan kerumunan.

Namun, di balik ekspresi kebingungannya, Revan juga merasa sedikit tersinggung. "Masa sih dia enggak nyaman duduk sama aku yang populer ini?" batinnya dalam kebingungan, seolah-olah dia adalah bintang Hollywood yang tak bisa dimengerti oleh para penggemarnya.

Komaerah hanya bisa menggelengkan kepala dengan lemah, seolah-olah dia adalah korban dari sebuah kekacauan yang tak kunjung usai.

"Enggak papa, cuma mau ke kelas aja," jawabnya dengan suara pelan, seolah-olah dia adalah pejuang yang berusaha membebaskan diri dari belenggu kesunyian yang terus menghantuinya.

"Habisin dulu nasgornya, baru bisa balik ke kelas," ucap Revan dengan santai, menunjuk ke arah makanan di atas meja.

"Ok," jawab Komaerah, tanpa ragu langsung menanggapi permintaan Revan.

Dan dengan secepat kilat, tanpa ampun, ia makan secara brutal, seolah-olah ia adalah pemakan nasgor tercepat di dunia yang sedang berusaha memecahkan rekor Guinness World Records.

Revan, yang tidak menyangka akan mendapat tontonan seagresif ini, terbengong-bengong melihat Komaerah yang begitu bersemangat dalam menghabiskan makanannya.

Matanya melebar, bibirnya terkatup rapat, dan ekspresi wajahnya seakan-akan mengatakan, "Apa yang sedang terjadi di sini?"

Namun, melihat tingkah brutal Komaerah dalam menyantap nasgor membuat Revan tak bisa menahan tawa. Dia tertawa ngakak dengan penuh kegembiraan, seolah-olah dia sedang menonton pertunjukan komedi terbaik di dunia.

"Sumpah, mar. Kamu ucul banget," ucap Revan di antara tawa-tawanya yang mengalahkan bisingnya suara manusia di sekitarnya. Dia hampir saja terjatuh dari kursi karena kegembiraan yang meluap-luap.

Komaerah, tanpa perduli dengan kejadian di sekitarnya, tetap fokus pada misi utamanya: menghabiskan nasgor hingga piringnya bersih. Dengan tekad yang kuat, dia terus menyantap makanannya tanpa henti, seolah-olah dia adalah peserta kompetisi makan cepat yang sedang berjuang untuk meraih kemenangan.

Komaerah, setelah selesai dengan misinya, pamit dengan sopan kepada Revan. "Aku balik ke kelas, makasih traktirannya," ucapnya, meninggalkan Revan yang masih terdiam di tempatnya, kini wajahnya tidak lagi penuh dengan tawa, tapi dengan kebingungan yang mendalam.

"Aku di tinggal?" batin Revan, merasa sedikit tersinggung. "Padahal aku termasuk tiga jajaran cowok tertampan di sekolah ini menurut survei," tambahnya dengan nada frustasi, seolah-olah dia adalah pria paling menarik di planet ini dan tak bisa dimengerti mengapa Komaerah memilih untuk meninggalkannya.

Setelah pulang sekolah, Komaerah selalu saja dikejar-kejar oleh Revan seperti seekor anjing mengendus-ngendus mangsa potensialnya. Situasi ini menimbulkan banyak dugaan di antara teman-teman mereka, membuat banyak orang berpikir bahwa Revan sedang mengejar Komaerah secara ugal-ugalan, entah apa motif di baliknya.

"Aku pulang dulu," pamit Komaerah dengan nada yang canggung, seolah-olah dia adalah detektif yang harus segera meninggalkan tempat kejadian untuk menyelidiki kasus lain.

Tanpa menunggu reaksi apapun dari Revan, Komaerah segera melaju dengan sepeda motornya, seolah-olah dia adalah pembalap MotoGP yang sedang memperebutkan posisi terdepan di lintasan sirkuit.

Revan, yang tiba-tiba ditinggalkan begitu saja, hanya bisa memandang dengan bibir yang tiba-tiba kedutan, seolah-olah dia sedang mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. "*Kenapa dia selalu kabur begitu saja*?" batinnya, dengan ekspresi bingung yang terpampang jelas di wajahnya.

Dengan langkah yang sedikit terhuyung-huyung, Revan akhirnya berjalan meninggalkan halaman sekolah, tetapi pikirannya masih terus memikirkan kejadian tadi.

"*Apa yang kurang dari diriku*?" gumamnya dengan nada merenung, seolah-olah dia adalah pemeran utama dalam sebuah drama remaja yang sedang mencari jati diri.

Setelah pulang dari sekolah, Komaerah langsung merebahkan dirinya di kasur dengan ekspresi lelah yang terpancar di wajahnya.

Meskipun secara fisik dia hanya berbicara dengan Revan dan duduk di tengah kantin yang dipenuhi oleh kerumunan manusia kelaparan, tetapi energinya terasa habis seperti habis menempuh perjalanan lintas benua.

"Capek banget," keluh Komaerah dengan nada yang sangat dramatis, seolah-olah dia adalah seorang petualang yang baru saja menyelesaikan misi menyelamatkan dunia dari serangan alien.

"Oh iya, drakor Renata," ucap Komaerah, seakan-akan dia baru saja diingatkan tentang tugas sekolah yang belum dikerjakannya. Dengan rasa tak enak yang memenuhi pikirannya, Komaerah menyadari bahwa dia harus menonton drakor tersebut, tidak peduli seberapa tidak suka pun dia pada genre itu.

Dengan langkah yang berat, Komaerah duduk di depan laptopnya, seolah-olah dia adalah narapidana yang siap untuk menjalani hukuman penjara di dalam sel yang gelap dan suram.

Dengan ekspresi wajah yang penuh dengan perjuangan, Komaerah mulai memutar drakor yang telah dijanjikan pada Renata. Namun, di dalam hatinya, dia tidak bisa menahan rasa tidak nyaman yang terus mengganggu.

"Ha, drama apa ini miskah?" teriak Komaerah dengan penuh keheranan, seperti seorang arkeolog yang baru saja menemukan artefak langka di tengah gurun pasir. Ia tengah menonton drama "Welcome to Waikiki" dengan mata yang melebar dan mulut yang terbuka lebar, seperti ikan koi yang terkejut.

Drama ini begitu terkocak dan menggelitik, membuat Komaerah tertawa sampai ngik-ngik seperti seekor kera di kebun binatang. Setiap adegan dipenuhi dengan humor yang segar dan situasi-situasi konyol yang membuat perutnya sakit karena terlalu banyak tertawa.

Namun, di tengah-tengah semua kegembiraan itu, Komaerah tidak menyadari bahwa dia sedang terjebak dalam pesona magis dari dunia drakor.

Tanpa disadarinya, ini adalah awal dari petualangan panjangnya dalam mengarungi lautan drama Korea yang tak berujung. Dan sebelum dia menyadarinya, Komaerah akan menjadi korban baru dari "virus drakor" yang menghipnotis jutaan orang di seluruh dunia.

"Satu episode lagi," serius Komaerah, dengan tatapan yang terfokus pada layar laptopnya, seolah-olah dia adalah seorang ilmuwan yang tengah mengejar penemuan besar di dunia sains.

Waktu terus berlalu dengan cepat, tanpa ampun, seperti kilat yang melintas di langit gelap. Namun, bagi Komaerah, dunia luar sepertinya menghilang entah ke mana, tenggelam dalam aliran cerita yang sedang menggigit di drama Korea yang dia tonton. Setiap adegan, setiap dialog, membuatnya semakin terperangkap dalam pesona yang tak terbantahkan dari drama tersebut.

Tak terasa, suasana di sekelilingnya sudah menjadi gelap gulita. Komaerah masih duduk di depan layar laptop, dengan mata yang semakin membesar dan hati yang semakin terpaut pada cerita yang sedang berlangsung. Dia hampir lupa bahwa di dunia nyata, malam sudah larut, dan mungkin sudah waktunya untuk istirahat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!