The Stones

The Stones

chapter 1

"Disaat dunia telah hancur, dan para iblis hampir menguasai seluruh daratan Esferion, keturunannya akan bangkit pada waktunya untuk melawan kejahatan.

Daratan Esferion, ditemukan oleh seorang penyihir putih yang dibuang oleh kelompoknya. Dia dituduh mengikuti penyihir hitam, padahal hanya kesalahpahaman. Dibuang, dia menemukan sebuah daratan terpencil yang dulunya hanyalah sebuah bioma biasa tanpa penghuni.

Penyihir itu berdiam diri, merasa kebosanan, dan memasuki bioma tersebut hingga menemukan gua yang gelap dan dalam. Di dasar gua, ia menemukan sebuah batu terang yang tiba-tiba menghilang ke dalam tubuhnya, membuatnya pingsan.

Ketika dia bangun, suara samar terdengar di telinganya. Dewa-dewa telah memanggilnya, duduk di persidangan Dewi Õiglus, Dewi Keadilan.

Para dewa dan Dewi Keadilan berdebat, menyebabkan kebingungan pada penyihir tersebut. Bertanya-tanya, dia berani menanyakan apa yang terjadi.

Meski disalahkan oleh salah satu dewa, Dewi Keadilan menjelaskan bahwa batu dalam dirinya memiliki lima kekuatan besar: keabadian, kekuatan, kepintaran, kelincahan, dan kekayaan tak terbatas. Jika jatuh ke tangan yang salah, dunia akan hancur.

Penyihir bertanya apa yang harus dilakukannya, dan Dewa Esferion menawarkan untuk mengeluarkan batu dengan syarat dia menjadi pemimpin di daratan tersebut. Setuju, batu dikeluarkan dan dia menjadi raja, menyelamatkan dunia.

Namun, muridnya, Zulian, berubah menjadi penyihir hitam dan berusaha merebut batu itu. Perang terjadi, dan Zulian harus dihukum dengan dilempar ke Palung Paling Dalam.

Penyihir putih tidak bersalah, tetapi Fakfenus, anaknya, diberi peringatan oleh seorang peramal tentang bangkitnya monster dan keturunan akan mengambil jiwanya.

Setelah kematian penyihir putih, Fakfenus pergi ke kota lain bersama keluarganya, tetapi pertanyaannya tetap: apakah Zulian benar-benar jahat?

Di kota Vzit, Danny meminta kakeknya mengajari sihir, sementara langit mengancam dengan kegelapan.

Di Palung Izui, Meylin dan pria sinis merangkak untuk membebaskan Zulian, menyebabkan langit gemuruh dan kurungan terbuka.

kota Vzit

"Danny!...Danny!" Kakek itu terus saja memanggil anak itu, yang sedang sibuk membantu neneknya di dapur.

"Dan, tuh dipanggil kakek," sahut nenek itu tersenyum.

Anak itu langsung kesana dan menemui kakeknya.

"Dan ada yang mau kakek omongin," sahut Kakek itu dengan raut wajah yang serius.

"Apa ya, Kek?" Tanya anak itu penasaran.

"Kakek ingin bilang sesuatu padamu, dan itu benar-benar penting," raut wajah kakek yang serius benar-benar keren, pikirnya.

"Pergilah ke kota Syon sekarang, dan carilah patung Fakfenus, dan disitu kamu harus menyentuh hidungnya," sahut Kakek itu.

Anak itu pun langsung mengerti, dia pergi ke kota Syon dan meninggalkan nenek dan kakeknya.

"Baguslah, anak itu sudah pergi, sekarang waktunya, Miranda!"

"Ada apa, Sayang?" Miranda langsung pergi menuju suaminya dan melihat ke arah langit.

"Apa yang terjadi, Sayang? Kenapa awannya berubah?" tanya Miranda.

"Zulian telah bangkit, Miranda," jawab sang kakek.

"Sial, ini tidak mungkin terjadi," Miranda seolah-olah tak percaya.

"Ayo kita pergi ke Palung, Miranda! Takutnya bajingan itu akan keluar!" seru kakek itu.

"Tapi, Sayang, bagaimana dengan Danny?" tanya nenek Miranda dengan khawatir.

"Jangan khawatir, aku sudah menyuruhnya pergi dan aku juga sudah siap menyiapkan kertas untuk apa yang dia lakukan selanjutnya. Anak itu harus selamat, karena dialah kunci untuk menyelamatkan dunia ini," sahut Kakek itu dengan serius.

Mereka berdua pun langsung pergi menuju ke Palung Iziu. Dua orang tua itu melihat Cobra dan Meylin yang sedang mencoba membuka kurungan itu.

"Siapa kalian berdua!?" tanya Kakek itu dengan suara yang keras.

"Meylin, bunuh mereka berdua. Aku mencium sesuatu yang tidak enak pada mereka," sinis Cobra.

"Meylin! Kalau kau tidak membunuhnya, aku tidak mencintaimu lagi."

"Baik, akan saya lakukan!" Gadis itu semakin ragu-ragu saja, apa yang harus dia lakukan, dia benar-benar bingung.

Dari lubuk hati yang paling dalam, gadis itu tidak ingin membunuh mereka tapi itu tetap harus dilakukan karena itu adalah perintah.

Cobra yang melihat keraguan dalam diri Meylin mencoba untuk menyakinkannya.

"Ingat siapa yang menolongmu dari orang-orang itu, Meylin. Apa kau berani mengkhianati orang yang sudah menolongmu?" Sahut Cobra.

Dia mencoba merapalkan mantra nya lagi, tapi sayang nenek Miranda terlebih dahulu merapalkan mantranya. Seketika bola api datang dan langsung pergi menuju Cobra dengan kecepatan tiada tara.

"Shushh!!" Bola api itu hampir mengenai Cobra, tapi dia berhasil diselamatkan oleh selendang milik Meylin.

"Maafkan aku, tapi aku tidak bisa berkhianat," sahut Meylin.

Meylin berlari ke arah kakek dan nenek itu, walaupun dia hanya memakai baju cheongsam tapi dia masih bisa berlari secepat itu, benar-benar mengerikan.

Kakek itu dengan cepat merapalkan sebuah mantra dan tiba-tiba terjadi sesuatu di dalam tanah sehingga tanah itu menjulang tinggi melindungi kakek dan nenek itu.

Gadis itu berhenti dan meraba dinding tanah itu, dan Seketika tangan muncul dari dinding itu dan langsung menangkapnya.

Tapi sangat disayangkan mereka berdua terlambat, sosok monster itu akhirnya keluar dari kurungannya, kebahagiaan Cobra benar-benar tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Zulian muncul dihadapannya dengan tubuh seperti laki-laki tua yang kurus kering tanpa makanan dan minuman selama bertahun-tahun, matanya yang sayup, dan kedua kakinya menggetar seperti tidak tahu caranya berjalan, rambut dan janggut berwarna putih panjang dengan pakaian compang-camping.

"Wahai Zulian yang agung, saya pengikut Anda yang setia," tunduk Cobra.

"Kau? Lantas siapa mereka?" tunjuk Zulian dengan gemetar.

"Zulian? Kau Zulian, bukan?" tanya kakek itu dengan tatapan melotot.

"Dia kakekku, kenapa?" sinis kakek itu.

"Kakekmu? Pantas saja," senyum Zulian.

Zulian berjalan menghampiri kakek itu, "Aku yakin kau pernah dengar bagaimana penyihir itu memiliki murid yang bernama Zulian, tapi apa kau yakin kisahnya tidak ada yang terlewat?" sahut Zulian berbisik padanya.

"Apa maksudmu?" kakek itu mulai kebingungan.

"Apa yang dia katakan, Sayang?" tanya Miranda.

"Pada waktu itu, aku difitnah, dan aku yakin kau tahu siapa yang memfitnahku," senyum Zulian.

"Waktu itu, aku bersamanya. Saat penyihir hitam datang, aku tidak melakukan apapun, dan disitulah saat dia bilang ke guru kalau aku berkhianat," sinis Zulian.

"Tidak mungkin, kau pasti bohong!" seru kakek itu.

"Tuan Zulian tidak pernah berbohong!" balas Cobra.

"Kau tampaknya sama seperti dia, yah," Zulian menunjuk ke arah kepala kakek itu dan seketika "splash," kepala kakek itu seketika pecah dan menyisakan tubuhnya yang mengeluarkan cucuran darah seperti hujan yang mengenai nenek Miranda.

"Tidak!"

"Tidak!"

Gadis itu berhasil melepaskan diri dari genggaman tanah, dan Zulian tersenyum penuh kemenangan sambil melihat darah yang mengalir, dengan rasa senang yang tak terbantahkan.

Terpopuler

Comments

Selviana

Selviana

Aku sudah mampir nih kak.Jangan lupa mampir juga di karya aku yang berjudul ( Terpaksa Menikah Dengan Kakak Ipar)

2024-02-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!