"Kau pendosa besar, Zulian!" seru nenek itu, dan seketika dia merapalkan sebuah mantra. Muncul api biru, api yang lahir dari kemarahan dan kesedihan seseorang.
"Hati-hati!" sahut gadis itu.
Zulian menunjuk dengan santainya ke arah tangan wanita itu, dan seketika itu "splash," tangan wanita itu pecah. Teriakan wanita itu membangunkan beberapa warga.
"Ada apa? Kenapa teriak-teriak?" tanya salah satu warga, memandang ke arah jembatan.
"Pengikutku yang setia, bunuh semua warga di sini," perintah Cobra.
"Baik yang mulia, Meylin bunuh seluruh warga di sini," sahut Cobra.
Meylin terbang, dan tiba-tiba jarum-jarum muncul mengelilingi tubuhnya. Dia memutar tubuhnya sehingga jarum-jarum itu meluncur cepat menuju para warga di kota.
"Ap..apa yang kau lakukan, Zulian?" tanya nenek itu, merasakan sakit di tangannya.
"Sayang si kakek sudah tiada, tapi kau akan menjadi bahan yang sempurna. Bawa dia, Cobra," kata Zulian sambil merapalkan mantra. Muncullah sebuah portal di depan mereka.
Cobra membawa nenek Miranda, dan Meylin mengikuti mereka berdua.
*Hutan Lamone*
"Seperti kata kakek, aku harus ke kota itu," ucap anak itu sembari berjalan.
"Ada apa dengan kakekmu?"
Anak itu mendengar suara tapi tidak melihat siapa pun di sekitarnya. Dia hampir ketakutan.
"Santailah, jangan takut, anak kecil yang manis," suara itu mencoba menenangkan dia.
"Siapa disana, jangan main-main, aku punya sihir," balas anak itu cepat.
"Bukannya anak-anak tidak diperbolehkan main sihir. Dan omong-omong, kenapa kau kesini?" tanya suara itu.
"Tunjukkan diri anda terlebih dahulu," balas anak itu.
"Sudah kutunjukkan diriku padamu, lihatlah ke belakang," kata suara itu. Anak itu melihat ke belakang dan melihat seseorang di balik pohon tua.
"Perkenalkan, namaku Kynox. Jangan tanya usiaku karena aku masih muda, hahaha," kata orang itu.
"Kau punya tanduk?" tanya anak itu heran.
"Tentu, karena aku adalah ras Ejderha," jawab Kynox.
Ras Ejderha, yang dikenal sebagai ras paling terkuat di daratan Esferion, mempesona dengan keajaiban yang menakutkan. Tubuh setengah manusia, setengah naga mereka memancarkan keangkeran yang melampaui imajinasi, dengan tanduk melingkar dan gigi runcing yang menyeramkan. Namun, yang paling menakutkan adalah ekor yang menjulang di belakang tubuh mereka, menandai kekuatan misterius yang tersembunyi di dalamnya.
Kehadiran Kynox menandakan kekuatan tak tertandingi, karena mereka memiliki kemampuan luar biasa untuk berubah menjadi Ejderha yang mematikan. Namun, harga yang harus dibayar untuk mendapatkan kekuatan itu sungguh menyeramkan: mereka harus memakan daging dari sesama Ejderha yang telah meninggal untuk memicu transformasi tersebut.
Pemandangan Kynox yang menggertak, dengan mata yang menyala-nyala dan nafsu yang ganas, mengirimkan gemetar ke dalam jiwa setiap orang yang melintasi jalur mereka. Keberadaan mereka menjadi cerminan kegelapan yang mengintai di dalam alam semesta, mengingatkan semua bahwa kekuatan tanpa ampun dapat terlahir dari kengerian yang paling dalam.
"Tuan hanya sendiri?" anak itu bertanya.
"Tentu tidak, aku memiliki pasangan. Dia gadis yang luar biasa, memiliki tanduk melingkar yang indah! Seperti mentari pa..."
"Tapp...tapp"
Terdengar suara langkah kaki, Kynox mencium aroma seseorang dan tahu siapa pemilik langkah kaki itu.
"Ayo, ikuti aku jika ingin selamat, anak muda," kata Kynox.
Anak itu bingung, tapi Kynox memegang tangannya dan langsung berlari melewati beberapa pohon yang menjulang tinggi.
Mereka terus berlari hingga masuk ke dalam hutan. "Hati-hati dengan batang pohon besar itu! Hahahaha," tawa Kynox.
Anak itu berhati-hati dengan batang pohon besar yang menghalangi jalan mereka, melompat jika batang pohon itu terlalu panjang.
Hutan Lamone menyambut dengan kedalaman yang menakjubkan, pohon-pohonnya menjulang tinggi ke langit, menjalin kanopi yang menghalangi sinar matahari masuk sepenuhnya. Udara terasa tebal dan berat, diisi dengan aroma tanah hitam yang terbakar, menyelubungi setiap sudut hutan dengan aura misteri yang menggugah kekhawatiran.
Di antara rimbunnya pepohonan, langkah-langkah terasa hening, hanya diiringi suara desiran daun dan gemuruh jauh dari kegelapan yang menakutkan. Tanah yang terbakar menimbulkan kesan kehancuran yang melanda, menggambarkan kejadian-kejadian yang telah terjadi di dalamnya. Suasana hutan Lamone memikat, memancing rasa penasaran untuk mengungkap rahasia-rahasia yang tersembunyi di balik pohon-pohon raksasa dan tanah yang terbakar habis.
Mereka terus berlari hingga sampai di sebuah gubuk kecil yang terbuat dari batu. "Inilah dia, gubukku, istanaku. Masuklah, jangan malu-malu," sahut Kynox dengan ceria.
"Ciett!" pintu berdecit keras.
Di dalam gubuk itu hanya ada perapian, tempat tidur kayu tanpa alas, bahkan lantainya pun dari tanah liat.
"Bagaimana bisa anda membangun gubuk ini?" tanya anak itu sambil menyentuh perapian yang terbuat dari batu.
"Aku dan istriku yang membuatnya, sudah lama sekali, saat perang besar."
"Jadi dimana istri anda?" tanya anak itu penasaran.
"Istriku sudah tiada, padahal dia sudah berubah menjadi Ejderha waktu itu," jawab Kynox dengan senyuman yang sirna.
"Ah, maafkan aku," kata anak itu, tidak tahu tentang itu.
"Lupakan, oh iya, kau mau kemana? Melewati hutan ini sendirian?" tanya Kynox penasaran.
"Aku ingin pergi ke kota Syon," jawab anak itu dengan senyuman.
"Syon? Kota itu memiliki putri yang cantik jelita, apakah kau penggemarnya?" tanya Kynox menggoda.
Anak itu hanya tertawa kecil mendengarnya.
"Oh iya, apakah kau mau makan sesuatu? Aku ada beberapa makanan yang mungkin akan cocok dengan perut manusia," sahut Kynox dengan yakin.
Anak itu mengangguk karena merasa lapar.
"Akan aku siapkan, duduklah terlebih dahulu," kata Kynox. Anak itu duduk di tempat tidur, tertarik dengan sebuah foto dua orang yang saling menatap dengan bahagia.
"Oh, apakah kau melihatnya?" Kynox sudah siap mengantarkan makanan.
"Dia adalah istriku Diana, lihatlah tanduknya benar-benar indah," puji Kynox pada mendiang istrinya.
"Aku juga berpikir demikian, tuan," jawab anak itu.
"Benarkah? Kau memiliki selera yang bagus. Omong-omong, silahkan dimakan. Jangan malu-malu," balas Kynox.
Selesai makan, anak itu segera berpamitan dengan Kynox, "Makasih atas makanannya, tuan. Saya mau pergi dulu," sahut anak itu.
Anak itu ingin pergi, tapi tiba-tiba Kynox memanggilnya, "Tunggu!"
"Hmm?" Anak itu melihat ke belakang, "Biarkan aku ikut dengan mu," sahut Kynox.
Anak itu ragu-ragu; ada rasa cemas dipikirannya dan ada rasa tidak enak menolak dihatinya. "Maaf, tapi kakek saya pernah bilang jangan terlalu percaya pada orang lain," sahut anak itu dengan sopan.
"Kau masih tidak percaya padaku? Atas semua yang kulakukan, kau ini seperti istriku saja," balas Kynox dengan agak kesal.
"Kalau begitu, bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan kepercayaanmu, wahai anak muda?" sahut Kynox dengan nada yang sama.
"Hmmm, entahlah aku tidak tahu," balas anak itu.
"Percayalah padaku, kalau aku orang jahat, aku akan membiarkanmu sendirian, dan pasti tidak akan memberikanmu makanan," lanjut Kynox, suaranya penuh keyakinan.
Anak itu merenung, memikirkan kata-kata Kynox. "Tapi kenapa tuan ingin bersikeras mengikuti saya? Apa tuan memiliki maksud terselubung?" tanya anak itu dengan curiga.
Kynox menghela nafas, lalu menatap mata anak itu dengan tulus. "Aku tidak yakin kamu bisa pergi sendirian, dan aku juga perlu menikmati dunia luar. Lihatlah pakaianku, pakaiannya benar-benar compang camping. Aku di sini begitu lama," ungkapnya, wajahnya dipenuhi oleh campuran rasa penyesalan dan keinginan untuk memperbaiki kesalahannya.
Anak itu menatap pakaiannya dan benar saja, pakaian itu benar-benar tidak layak untuk dipakai. "Hah, sekarang kamu percaya kan? Waktu istriku meninggal, aku hanya berdiam di sini, takut dengan dunia luar karena perang terus saja terjadi waktu itu," tambahnya lagi, suaranya terasa berat dipenuhi oleh kenangan yang menyayat hati.
"Lalu, dimana makam istri tuan?" tanya anak itu dengan penasaran, matanya penuh dengan keingintahuan.
"Aku tidak bisa mengatakannya untuk saat ini, karena aku yakin kau akan ketakutan saat mengetahuinya," jawab Kynox dengan yakin, namun matanya menyiratkan rasa sakit yang dalam.
Anak itu sebenarnya makin penasaran, tapi dia berpikir bahwa mungkin tempat pemakamannya benar-benar mengerikan. "Baiklah, tuan bisa ikut," sahut anak itu tanpa ada rasa ragu-ragu lagi.
"Tunggu sebentar," sahut Kynox. Pria itu berlari menuju bingkai foto itu dan mengatakan sesuatu.
"Diana, terimakasih sudah membantu ku membuat rumah ini. Terimakasih sudah menemaniku disaat aku terpuruk dan bahagia. Terimakasih sudah melindungi para badebah itu walaupun dia tidak menganggap mu sebagai pahlawan. Kau itu gadis yang baik, manis, cantik. Aku selalu mencintaimu, Diana. Kau selalu bersamaku dan itu pasti," Kynox mengambil bingkai itu dan langsung merobek fotonya, lalu mengambil foto Diana dan diletakkannya di saku celananya.
Wajah Kynox terlihat penuh dengan campuran emosi: kesedihan, rasa syukur, dan nostalgia yang mendalam, yang membuat anak itu semakin yakin bahwa ada sesuatu yang lebih dalam terkait dengan kisah di balik fotonya.
"Ayo kita pergi sekarang, nak!" seru Kynox. Anak itu mengangguk, dan mereka meninggalkan hutan Lamone menuju kota Syon.
"Jadi, kau tinggal sama kakek dan nenekmu, ya?" tanya Kynox sembari berjalan di belakang anak itu.
"Ya, begitulah, hehehe," jawab anak itu.
"Orang tua kamu kemana, emangnya?" tanya Kynox penasaran.
Anak itu menghentikan langkahnya, "Gak tau. Kata kakek sih mereka lagi nugas di pedalaman Goyu."
"Tunggu, kakekmu bilang begitu?" tanya Kynox seolah tidak percaya.
"Iya, kenapa ya?" Anak itu balik bertanya pada Kynox.
Kynox ingin sekali menjawab pertanyaan itu, tapi dia tahu bahwa jika dia menceritakan apa itu pedalaman Goyu, kemungkinan anak itu akan menangis. Pedalaman Goyu adalah tempat yang berarti surga atau neraka, tergantung pada jalur yang dipilih. Kalau ada kesalahan apapun, jalur yang dipilih pasti akan salah, dan sebaliknya.
"Gak papa, hanya saja orang tuamu benar-benar keren," jawab Kynox, mencoba bersikap tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments