Bab 2: Teka-Teki yang Menarik

Hari-hari berlalu dengan cepat, namun Alastar tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Frasha. Setiap kali melihatnya, entah di sekolah, di kafe, atau bahkan sekadar lewat di koridor, Alastar merasa seperti ada sesuatu yang belum selesai, sesuatu yang harus dia pecahkan. Frasha adalah teka-teki yang menarik, dan semakin dia mencoba untuk mendekatinya, semakin Frasha tampak seperti sebuah misteri yang harus dipecahkan.

Di sekolah, suasana semakin terasa berbeda. Alastar tahu Frasha adalah sosok yang sulit ditembus. Sebagai ketua OSIS, dia selalu terlihat serius dan jarang sekali menunjukkan sisi emosionalnya. Tapi bagi Alastar, itulah yang justru membuat Frasha semakin memikat. Keberadaannya seolah menjadi pusat perhatian tanpa perlu melakukan apa-apa. Semua orang tahu bahwa dia tak mudah dipengaruhi, tak mudah terkesan. Namun, itulah yang membuat Alastar semakin bertekad untuk mencoba.

Saat pelajaran usai, Alastar melihat Frasha duduk di bangku depan kelas, fokus dengan buku catatannya. Semua siswa yang melintas di depan meja Frasha tampak menghormatinya, tidak berani mengganggu. Namun, Alastar, dengan gaya khasnya yang santai, tak ragu untuk mendekat. Dia tahu betul bahwa untuk mendapatkan perhatian Frasha, dia harus sedikit lebih menonjol.

"Sha," sapanya dengan nada ramah, meskipun tahu betul bahwa Frasha mungkin tidak akan langsung menanggapinya.

Frasha menoleh, dan meskipun tatapan matanya tetap tajam, ada sedikit keengganan untuk menanggapi sapaan itu. "Ada apa, Star?" jawabnya singkat, namun tetap terdengar jelas dalam setiap kata yang diucapkannya.

"Lo selalu serius banget, ya?" tanya Alastar, duduk di bangku sebelah Frasha tanpa diminta.

Frasha mengangkat alisnya, seolah bertanya apa maksud dari pertanyaan itu. "Kenapa? Emang gue harus enggak serius?" jawabnya, nada suaranya datar.

Alastar tersenyum lebar, menyandarkan punggungnya di kursi. "Enggak sih, cuma… Lo tuh kayaknya nggak punya waktu buat fun. Bener nggak?" ujarnya, mencoba menebar sedikit humor.

Frasha menatapnya sebentar, lalu kembali menulis catatan, seolah mengabaikan obrolan mereka. "Gue punya waktu, Star. Tapi buat hal-hal yang penting," jawabnya tanpa mengangkat kepala, matanya tetap fokus pada buku di hadapannya.

Alastar tertawa kecil, merasa sedikit tertantang. "Yah, gitu dong, lo kan ketua OSIS. Tapi coba deh sesekali jalan-jalan sama gue, cuma nongkrong aja. Lo pasti butuh hiburan." Dia mulai mencoba untuk lebih mendekatkan diri, dengan harapan bisa sedikit melonggarkan dinding keras yang dibangun Frasha.

Frasha menatapnya sekilas, lalu menutup bukunya. "Lo terlalu banyak mikir, Star," ujarnya, dengan senyum tipis yang tak bisa disembunyikan meskipun terlihat seperti mengandung makna yang dalam.

"Gue nggak mikir, Sha. Gue cuma ngelakuin apa yang gue mau," jawab Alastar dengan percaya diri, sedikit menggoda.

Suasana menjadi hening sejenak. Frasha menatap Alastar, tidak marah, tidak juga tersenyum, hanya ada sedikit keheningan di antara mereka. Namun, dalam diam itu, ada ketegangan yang terasa. Bagi Frasha, Alastar bukanlah orang yang mudah untuk diabaikan. Meskipun dia tampak cuek dan tak peduli, entah kenapa Alastar selalu berhasil menarik perhatiannya.

"Lo nggak pernah capek ya, ngejar gue terus?" tanya Frasha akhirnya, dengan nada yang lebih lembut meskipun tetap menunjukkan ketegasan.

Alastar tidak menjawab langsung, malah tersenyum lebar. "Gue nggak pernah capek, Sha. Malah, gue merasa kayaknya ini baru mulai," jawabnya, penuh keyakinan.

Frasha hanya menggelengkan kepala, merasa sedikit bingung dengan sikap Alastar yang tak kenal lelah. "Kalo lo serius, lo bakal tahu gue bukan cewek yang gampang ditaklukkan," katanya dengan suara yang lebih dalam.

Alastar mengangguk pelan, matanya tetap menatap Frasha yang sedang berdiri untuk pergi. "Iya, gue tahu. Justru itu yang bikin lo makin menarik, Sha," jawabnya, dengan senyuman yang tak bisa disembunyikan.

Frasha tidak membalas. Dia hanya melangkah pergi, meninggalkan Alastar dengan senyum nakalnya. Namun, dalam hatinya, ada rasa ingin tahu yang mulai tumbuh, meskipun dia berusaha menahannya. Apakah Alastar benar-benar serius? Atau ini hanya permainan yang suatu saat akan selesai begitu saja?

****

Malam hari kembali menyapa, dan kali ini mereka berkumpul lagi di Kafe Noura. Alastar, Falleo, dan Barram duduk dengan cangkir kopi mereka, menikmati obrolan ringan. Tapi pikiran Alastar masih terfokus pada Frasha.

"Lo nggak bosen ya, ngejar Frasha terus, Star?" tanya Barram, dengan nada bercanda.

Alastar hanya tersenyum, seolah tahu betul bahwa dia tak akan mudah menyerah. "Enggak bosen, Barram. Gue justru makin tertantang," jawabnya, penuh keyakinan.

Falleo yang duduk di sebelah Barram mengangguk. "Lo emang nggak pernah bisa berhenti, ya, Star?" tanya dia, dengan senyum yang tampaknya sudah terbiasa dengan sikap Alastar.

Alastar menatap mereka, lalu berkata dengan penuh keyakinan. "Ini belum selesai. Frasha itu seperti puzzle yang harus aku pecahkan, dan gue nggak akan berhenti sampai gue berhasil."

"Frasha udah punya cowok, Star." kalimat dari Alarick, mampu membuat Alastar terdiam.

Episodes
1 Bab 1. Alastar
2 Bab 2: Teka-Teki yang Menarik
3 Bab 3. Teka-Teki yang Mengganggu
4 Bab 4. Pertemuan yang Membingungkan
5 Bab 5. Kepastian Hati
6 Bab 6. Festival Seni dan Budaya SMA Gonzaga.
7 Bab 7. Perubahan yang Terlihat di Kantin
8 Bab 8. Keheningan yang Terguncang
9 Bab 9. Langkah Baru dalam Hujan
10 Bab 10. Jalan Pulang yang Lain
11 Bab 11. Jalan yang Tak Pernah Sama
12 Bab 12. Dua Hati, Satu Luka
13 Bab 13. Pilihan yang Tidak Mudah
14 Bab 14. Bayang-Bayang yang Membekukan SMAGA
15 Bab 15. Ketegangan yang Semakin Membeku
16 Bab 16. Hati yang Terluka
17 Bab 17. Keheningan yang Menyembuhkan
18 Bab 18. Hujan yang Menyisakan Luka
19 Bab 19. Di Balik Pintu Rumah Itu
20 Bab 20. Menyepi dari Keramaian
21 Bab 21. Antara Peran dan Perasaan
22 Bab 22. Melindunginya adalah Harga Mati
23 Bab 23. Rahasia di Balik Jendela
24 Bab 24. Ruang Amarah
25 Bab 25. Jejak di Tengah Keraguan
26 Bab 26. Lingkaran yang Retak
27 Bab 27. Rumit
28 Bab 28. Dia, Lebih Rapuh dari Yang Terlihat
29 Bab 29. Luka yang Tak Terlihat
30 Bab 30. Kota Malang, dan Banyak Kisah
31 Bab 31. Satu Meja, Dua Impian
32 Bab 32. Rumah Runtuh
33 Bab 33. Alastar dan Perasaannya
34 Bab 34. Terkejar Akhirnya Tak Tergapai
35 Bab 35. Jejak Hujan dan Rasa yang Tertinggal
36 Bab 36. Di Antara Hening dan Kata-Kata
37 Bab 37. Langit yang Retak
38 Bab 38. Ketulusan di Balik Luka
39 Bab 39. Teka-teki di Balik Tragedi
40 Bab 40. Jalan Menuju Kebenaran
41 Bab 41. Garis Terdepan
42 Bab 42. Langit yang Gelap dan Alastar yang Gelisah
43 Bab 43. Malang, Kota dengan Segala Keresahan Penduduknya
44 Bab 44. Menanti Sebuah Kabar
45 Bab 45. Pertemuan yang Tak Terduga
46 Bab 46. Jarak
47 Bab 47. Menyepi dari Keramaian Kota
48 Bab 48. Semesta dengan Segala Candaannya
49 Bab 49. Kacau
50 Bab 50. Keterlambatan yang Menyakitkan
51 Bab 51. Di Antara Pilihan yang Tak Selesai
52 Bab 52. About Alastar
53 Bab 53. Saat Perasaan Tak Pernah Sampai
54 Bab 54. Jejak yang Tak Pernah Lenyap
55 Bab 55. Jejak yang Tak Terlihat
56 Bab 56. Langit yang Menuntut Jawaban
57 Bab 57. Retakan Kepercayaan
58 Bab 58. Di Balik Ingatan yang Luntur
59 Bab 59. Bayang-bayang Penghianatan
60 Bab 60. Semesta Memang Senang Menguji
61 Bab 61. Tautan Tak Terlihat
62 Bab 62. Di Balik Luka dan Rahasia
63 Bab 63. Luka yang Seolah Tak Pernah Merasa Cukup
64 Bab 64. Ayah Peran yang Sudah Lama Pudar
65 Bab 65. Rumah Bukan yang Ternyaman
66 Bab 66. Luka yang Tak Terlihat
67 Bab 67. Keputusan di Persimpangan
68 Bab 68. Bandung yang Asing
69 Bab 69. Manusia dengan Hati yang Pernah Patah
70 Bab 70. Penuh Teka-Teki
71 Bab 71. Kabar Baik untuk Alastar
72 Bab 72. Sesuatu yang Tidak Bisa di Paksa, Perasaan.
73 Bab 73. Perasaan yang Tak Seharusnya
74 Bab 74. Jejak yang Tertinggal
75 Bab 75. Dengan Ilva
76 Bab 76. Runtuh
77 Bab 77. Suara yang Berisik, Pikiran yang Sunyi
78 Bab 78. Menjelang Pertemuan
79 Bab 79. Runtuhnya Tiang Hidup
80 Bab 80. Setumpuk Amarah, dan Kekecewaan
81 Bab 81. Banyak Luka dari Bandung
82 Bab 82. Menemukan Kembali yang Hilang
83 Bab 83. Kenyataan yang Menyakitkan
84 Bab 84. Ada Rindu yang Terlanjur Patah
85 Bab 85. Semakin dekat dengan jawaban
86 Bab 86. Masa lalu tidak pernah benar-benar hilang
87 Bab 87. Luka yang Tak Terucapkan
88 Bab 88. Langit Malam dan Luka yang Menganga
89 Bab 89. Bukit Bintang, Bandung
90 Bab 90. Memberi Kenangan, Agar Tetap Tinggal
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Bab 1. Alastar
2
Bab 2: Teka-Teki yang Menarik
3
Bab 3. Teka-Teki yang Mengganggu
4
Bab 4. Pertemuan yang Membingungkan
5
Bab 5. Kepastian Hati
6
Bab 6. Festival Seni dan Budaya SMA Gonzaga.
7
Bab 7. Perubahan yang Terlihat di Kantin
8
Bab 8. Keheningan yang Terguncang
9
Bab 9. Langkah Baru dalam Hujan
10
Bab 10. Jalan Pulang yang Lain
11
Bab 11. Jalan yang Tak Pernah Sama
12
Bab 12. Dua Hati, Satu Luka
13
Bab 13. Pilihan yang Tidak Mudah
14
Bab 14. Bayang-Bayang yang Membekukan SMAGA
15
Bab 15. Ketegangan yang Semakin Membeku
16
Bab 16. Hati yang Terluka
17
Bab 17. Keheningan yang Menyembuhkan
18
Bab 18. Hujan yang Menyisakan Luka
19
Bab 19. Di Balik Pintu Rumah Itu
20
Bab 20. Menyepi dari Keramaian
21
Bab 21. Antara Peran dan Perasaan
22
Bab 22. Melindunginya adalah Harga Mati
23
Bab 23. Rahasia di Balik Jendela
24
Bab 24. Ruang Amarah
25
Bab 25. Jejak di Tengah Keraguan
26
Bab 26. Lingkaran yang Retak
27
Bab 27. Rumit
28
Bab 28. Dia, Lebih Rapuh dari Yang Terlihat
29
Bab 29. Luka yang Tak Terlihat
30
Bab 30. Kota Malang, dan Banyak Kisah
31
Bab 31. Satu Meja, Dua Impian
32
Bab 32. Rumah Runtuh
33
Bab 33. Alastar dan Perasaannya
34
Bab 34. Terkejar Akhirnya Tak Tergapai
35
Bab 35. Jejak Hujan dan Rasa yang Tertinggal
36
Bab 36. Di Antara Hening dan Kata-Kata
37
Bab 37. Langit yang Retak
38
Bab 38. Ketulusan di Balik Luka
39
Bab 39. Teka-teki di Balik Tragedi
40
Bab 40. Jalan Menuju Kebenaran
41
Bab 41. Garis Terdepan
42
Bab 42. Langit yang Gelap dan Alastar yang Gelisah
43
Bab 43. Malang, Kota dengan Segala Keresahan Penduduknya
44
Bab 44. Menanti Sebuah Kabar
45
Bab 45. Pertemuan yang Tak Terduga
46
Bab 46. Jarak
47
Bab 47. Menyepi dari Keramaian Kota
48
Bab 48. Semesta dengan Segala Candaannya
49
Bab 49. Kacau
50
Bab 50. Keterlambatan yang Menyakitkan
51
Bab 51. Di Antara Pilihan yang Tak Selesai
52
Bab 52. About Alastar
53
Bab 53. Saat Perasaan Tak Pernah Sampai
54
Bab 54. Jejak yang Tak Pernah Lenyap
55
Bab 55. Jejak yang Tak Terlihat
56
Bab 56. Langit yang Menuntut Jawaban
57
Bab 57. Retakan Kepercayaan
58
Bab 58. Di Balik Ingatan yang Luntur
59
Bab 59. Bayang-bayang Penghianatan
60
Bab 60. Semesta Memang Senang Menguji
61
Bab 61. Tautan Tak Terlihat
62
Bab 62. Di Balik Luka dan Rahasia
63
Bab 63. Luka yang Seolah Tak Pernah Merasa Cukup
64
Bab 64. Ayah Peran yang Sudah Lama Pudar
65
Bab 65. Rumah Bukan yang Ternyaman
66
Bab 66. Luka yang Tak Terlihat
67
Bab 67. Keputusan di Persimpangan
68
Bab 68. Bandung yang Asing
69
Bab 69. Manusia dengan Hati yang Pernah Patah
70
Bab 70. Penuh Teka-Teki
71
Bab 71. Kabar Baik untuk Alastar
72
Bab 72. Sesuatu yang Tidak Bisa di Paksa, Perasaan.
73
Bab 73. Perasaan yang Tak Seharusnya
74
Bab 74. Jejak yang Tertinggal
75
Bab 75. Dengan Ilva
76
Bab 76. Runtuh
77
Bab 77. Suara yang Berisik, Pikiran yang Sunyi
78
Bab 78. Menjelang Pertemuan
79
Bab 79. Runtuhnya Tiang Hidup
80
Bab 80. Setumpuk Amarah, dan Kekecewaan
81
Bab 81. Banyak Luka dari Bandung
82
Bab 82. Menemukan Kembali yang Hilang
83
Bab 83. Kenyataan yang Menyakitkan
84
Bab 84. Ada Rindu yang Terlanjur Patah
85
Bab 85. Semakin dekat dengan jawaban
86
Bab 86. Masa lalu tidak pernah benar-benar hilang
87
Bab 87. Luka yang Tak Terucapkan
88
Bab 88. Langit Malam dan Luka yang Menganga
89
Bab 89. Bukit Bintang, Bandung
90
Bab 90. Memberi Kenangan, Agar Tetap Tinggal

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!