"Lihat betapa malangnya dirimu, saudaraku," ucap seorang lelaki sambil memandang rendah sosok yang tengah terbaring lemah di atas ranjang di ruangan serba putih itu.
"..."
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Roland. Sosok yang terbaring di atas ranjang dengan berbagai alat medis yang menempel di tubuhnya itu hanya menatap lawan bicaranya.
"Tadinya aku mengira kau akan merebut posisiku sebagai pewaris keluarga, tak kusangka kau ternyata sangat bodoh. Jika saja kau tak ikut campur dengan perkelahian anak sial itu, kau pasti sudah benar-benar mencuri posisi itu. Omong-omong, di mana anak sial yang kau bela itu? Aku sangat ingin berterima kasih padanya karena berkatnya saudaraku yang selalu memiliki masa depan yang cerah sekarang berakhir mengenaskan dengan masa depan suram. HAHAHA!!"
"Ups! Maafkan aku yang salah bicara. Kau tidak akan memiliki masa depan yang suram. Maksudku, kau tidak akan memiliki masa depan lagi. Karena hari ini aku akan mengakhiri kehidupan mengenaskanmu."
"..."
"Ah, ini sangat menyebalkan karena aku tidak bisa mendapatkan respon dari mulut kurang ajarmu itu. Tapi, tak masalah mungkin kau akan mengeluarkan sedikit suara saat aku menyuntikkan cairan ini ke tubuhmu."
Lelaki yang tak Jaksel kenal itu mengeluarkan sebuah suntikan. Roland menatap lelaki itu dengan marah. Dari pancaran matanya, Roland tampak ingin bergerak mencegah lelaki itu menyuntikkan sesuatu pada tubuhnya.
Meski begitu, Roland terlihat tidak dapat melakukannya. Lelaki itu pun sukses menginjeksikan cairan itu pada tubuh Roland tanpa adanya perlawanan sedikit pun yang bisa Roland lakukan. Hanya membutuhkan waktu beberapa detik sebelum cairan itu akhirnya bereaksi.
"ROLAND!" Jaksel kembali berteriak. Kali ini ia meneriakkan nama yang berbeda.
Roland tampak kesulitan bernapas. Tak berselang lama cairan merah yang kental mengalir dari hidung serta kedua telinganya. Sementara itu, mulutnya mengeluarkan busa disertai darah segar. Roland terlihat begitu kesakitan, tapi yang dilakukan lelaki lain di sana hanya memandanginya dengan sebuah senyum iblis yang terpasang di wajah puasnya.
"TOLONG! SIAPA PUN TOLONGLAH DIA! HIKS!!" Jaksel menatap sekelilingnya dan kembali meneriakkan permohonan. Sayangnya tak ada respon apa pun dan untuk yang kesekian kalinya Jaksel tidak dapat menemukan orang lain selain dirinya yang dikelilingi oleh kegelapan.
Dalam keputusasaannya, memori yang telah terpendam mendadak berputar dalam ingatannya.
"Pergilah. Kenapa kau selalu menolongku?"
"Apa membutuhkan alasan untuk menolong orang lain?"
"Selalu ada alasan dibalik perbuatan."
"Hm? Begitu ya? Kalau begitu anggap saja aku melakukan semua ini untuk menjadi temanmu."
"Apa?"
"Mari berteman, Jaksel."
Jaksel kembali mengalihkan pandangannya pada layar. Saat itu juga, Jaksel dapat melihat Roland yang perlahan menutup kedua matanya diiringi dengan alunan tawa jahat yang keluar dari mulut lelaki asing yang telah membunuh temannya.
Melihat itu, Jaksel jatuh berlutut. Tangisannya pecah dan Jaksel yang tidak dapat menahan kesedihan yang begitu kuat di relung hatinya membiarkan dirinya bersujud sebelum kembali berteriak.
"AKU MEMANG SEORANG PECUNDANG! TAK BERGUNA, PEMBAWA SIAL DAN AKU ADALAH SEBUAH SAMPAH YANG TAK DIINGINKAN SEMUA ORANG! KAU BENAR! AKU MEMANG SELALU BERPIKIR BAHWA KEMATIAN LEBIH BAIK DIBANDINGKAN TETAP HIDUP SEBAGAI ANAK YANG DIBENCI SEMUA ORANG!"
Teriakan Jaksel diiringi suara tangis penyesalan. Itu adalah pengakuan atas apa yang selama ini tersembunyi di dalam benaknya. Sesuatu yang tidak pernah diungkapkannya pada siapa pun. Tidak pada orang lain, tidak pula pada sang kuasa.
"TAPI, AKU LUPA JIKA MASIH ADA BEBERAPA ORANG YANG MAU MENERIMAKU APA ADANYA. NENEK, ALSA DAN ROLAND ... HIKS ... MAAFKAN AKU YANG TIDAK TAHU CARANYA BERTERIMA KASIH ... TAPI, APA YANG BISA KULAKUKAN? KALAU PUN AKU TETAP HIDUP, AKU TIDAK AKAN PERNAH BISA MENOLONG KALIAN! AKU HANYALAH ANAK LEMAH!! HIKS! HIKS! BAGAIMANA CARAKU MENOLONG ORANG-ORANG YANG TULUS MENYAYANGIKU?!
"SEANDAINYA ... HIKS ... SEANDAINYA SAJA AKU KUAT! SEANDAINYA SAJA AKU ADALAH ANAK YANG KUAT, APA AKU BISA MENOLONG KALIAN? HIKS ... APA AKU BISA TERLEPAS DARI SITUASI TAK BERDAYA INI JIKA AKU MENJADI ANAK YANG KUAT?!! HIKS ..."
Setelah mengungkapkan isi hatinya, Jaksel dapat merasakan sebuah ketenangan. Seolah tidak ada lagi beban yang selama ini memberatkannya untuk hidup. Lalu, dengan sebuah suara bisikan yang tenang, namun juga terdengar menggebu-gebu, Jaksel membuat sebuah permohonan lain.
"Kalau aku masih diberikan kesempatan, kumohon, izinkan aku untuk tetap hidup. Aku akan memperbaiki segalanya. Aku mungkin tidak bisa menyelamatkan nenek, tapi setidaknya aku ingin mewujudkan wasiat terakhirnya. Aku akan tetap hidup. Tapi, kali ini tidak akan ada lagi Jaksel yang lemah. Hanya akan ada sosok anak kuat yang tak akan lagi mudah ditindas. Sebaliknya, aku yang akan menindas semua orang yang telah menyakitiku dan orang-orang disampingiku."
"Akan kubalaskan dendamku. Karena itu, biarkan aku kembali ke dunia. Untuk yang terakhir kalinya."
Setelah mengatakan kalimat itu, Jaksel dapat merasakan kehadiran orang lain. Rasanya ada seseorang yang tengah berdiri di hadapannya. Namun, entah bagaimana Jaksel tidak dapat mengangkat kepalanya. Dan meskipun Jaksel tengah menutup mata, Jaksel juga dapat merasakan kegelapan yang tengah mengelilinginya perlahan musnah. Digantikan oleh sebuah cahaya yang meneranginya.
Selanjutnya Jaksel tidak dapat mendeskripsikan apa yang terjadi padanya. Jaksel hanya merasa bahwa cahaya itu melahapnya. Jaksel merasa dirinya memudar ditelan oleh cahaya itu. Atau mungkin cahaya itu sebenarnya hanya mengelilingi tubuhnya dan membawanya pergi menuju suatu tempat.
Entahlah, Jaksel tidak benar-benar yakin dengan apa yang sebenarnya tengah terjadi padanya. Tapi, satu hal yang pasti bagi Jaksel.
Ia akan kembali hidup!
Setidaknya itulah kesimpulan yang dapat Jaksel tarik setelah mendengar suara lain sebelum kesadarannya menghilang.
"Karena kau masih menginginkan hidupmu, maka aku akan mengembalikannya padamu. Tapi, di momen kau mengharapkan kematian lagi, aku bersungguh-sungguh akan melahap jiwamu."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hujan?
Ketika kesadarannya sedikit demi sedikit mulai kembali, Jaksel dapat merasakan rasa basah di lehernya. Dalam setengah kesadarannya, Jaksel berpikir jika hujan sedang menimpa tubuhnya. Namun, setelah kesadarannya hampir terkumpul seutuhnya, Jaksel tahu jika saat itu tidak sedang hujan.
Jaksel dapat berpikir sedemikian rupa setelah menyadari jika hanya bagian lehernya yang terasa basah. Lebih tepatnya, rasa basah itu datang bersamaan dengan sebuah sentuhan panas. Rasanya seperti sedang dijilati oleh seekor hewan? Anjing hutan? Atau serigala?
Jaksel masih menerka-nerka binatang buas jenis apa yang ingin menyantapnya saat sebuah rasa sakit di pangkal leher mengejutkannya. Rasa sakit itu berhasil mengembalikan kesadarannya dengan utuh.
Mungkin anjing hutan atau serigala atau bahkan singa ganas tengah mencoba memangsanya, tapi begitu Jaksel membuka mata, nyatanya tidak satu pun dari ketiga binatang yang sempat memenuhi bayangannya ada di hadapannya.
Bukan anjing hutan. Bukan pula serigala atau pun singa ganas.
Binatang lain yang saat ini tengah menggigit pangkal lehernya ternyata ialah ...
... seekor kucing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments