BAB 4 Kenalan
“Dia saudaraku jauh, bapakku kakak beradik sama neneknya, jadi namanya apa yah?” Tati berhenti sejenak memotong ucapannya, seolah sedang berpikir keras.
“Udah aku ngga butuh penjelasanmu, yang aku butuhkan siapa dia?” tanyaku dengan nada tinggi.
“ Hmmm… namanya Herman lengkapnya Herman Ramadhan.” Ternyata benar dugaanku kalau dia dalang dari semua ini, awas aja..
“Mau ya..jadi saudaraku”, kata Tati memelas. Aku tidak lagi menggubris sudah terlanjur kesal dan kecewa sama Tati. Dalam pikiranku timbul ide untuk membuatnya kapok mendekati seorang Vina.
“Ok aku mau berkenalan dengannya, tapi hanya sebatas kenal tidak lebih”, jawabku santai.
“Kamu tunggu sebentar aku panggilkan orangnya, biar bisa ngobrol sama kamu disini.” dia bergegas keluar rumah untuk menjemput cowok yang bernama si Herman itu, tapi sebelum pergi aku tarik tangannya.
“Panggil aja pakai handphone, ngga usah kesana sekarang jaman digital,” kataku memberi usulan. Tati terlihat bingung dan menatapku tajam.
“Dia ngga punya handphone, yah mungkin punya tapi yang jadul bukan yang Four G. lagian aku juga ngga punya ponsel mana bisa aku manggil dia lewat handphone.”
“Ha..ha..ha, hari gini ngga punya ponsel, penasaran gue cupu apa orangnya?, atau model nya kaya si kabayan yah”. Aku tertawa terpingkal pingkal sambil memegangi perut. Tati hanya memutar bola matanya kemudian mengambil kunci motor di tanganku dan melajukan motornya menuju rumah Rohyati. Tak lama kemudian Tati datang bersama seorang cowok yang berkulit putih bersih tapi kelihatan sudah om om. Aku membelalakkan mata melihat cowok yang datang bersama sahabatku.
“Yah, tua lagi, kok stok yang ada om om semua sih”, kataku keceplosan membuat Tati langsung menarik tanganku ke ruang tengah.
“Vin dia itu bukan om om, tapi masih bujang”, perkataan Tati membuat Vina sontak menutup mulutnya.
“Bujang lapuk Ti?, atau bujang karatan”, kataku cekikikan. Kami asyik bercanda mengomentari cowok yang hendak Tati perkenalkan kepadaku tapi rupanya dia mendengar candaan kami.
“Hmmm… terdengar suara dia
“Ayo keluar”, Tati menarik tanganku untuk duduk diruang tamu bersamanya. Aku menatap penampilan cowok didepannya.
“ Kalau dilihat dari penampilan ngga cupu banget,”batinku.
“Hai anda Vina kan teman mainnya Tati, boleh kenalan?” sapa cowok itu. Aku hanya tersenyum sinis menatapnya. Cowok itu mengulurkan tangan ke arahku, sehingga aku mau tak mau menerima uluran tangan tersebut untuk berkenalan.
“Namaku Herman, Herman Ramadhan”.ucapnya.Mendengar namanya aku hanya memutar bola mataku, jengah.
“Oh Herman Ramadhan, kirain Herman ngantuk itu lho Artis pemain film jaman dulu”. Jawabku asal.
“Kenalan mah boleh saja, tapi ingat hanya sebatas kenalan, oh ya apa alasanmu ingin berkenalan denganku. Keluarga anda kan yang datang ke rumah minta… belum selesai aku ngomong sudah dicubit pinggangnya sama Tati membuat omonganku menggantung.
“Udah di minum dulu, kalau orang kota makanan begini doyan ngga?” tanya Tati mengalihkan pembicaraan.
“Doyan sih, tapi di sana ngga ada yang beginian”, jawabku sambil menunjuk singkong rebus yang masih mengebul didepannya.
“Lah terus kalau pengin ngemil jajannya apa?” tanya cowok yang bernama Herman itu ikut nimbrung.
“Banyak , tapi ngga ada singkong di sana, omong omong kegiatan anda sehari hari apa?” tanyaku penasaran. Cowok itu terlihat gelagapan untuk menjelaskan.
“Maksudnya kegiatan yang mana, soalnya banyak”, aku menangkap ada sesuatu yang dia ingin tutupi,tapi entah apa aku juga sedang mencari info selanjutnya.
“Maksudnya pekerjaan bro, berani berkenalan dengan cewek setidaknya harus sudah punya persiapan,apalagi kalau sudah mengutus keluarga untuk berbesan”, sindir ku. Mendengar sindiran ku dia hanya tersenyum saja bahkan kemudian menatap tajam ke arahku.
“Kapan aku bisa ketemu sama orang tuamu,?” tanya Herman santai membuat aku yang gelagapan untuk menjawabnya. Aku tidak menyangka prosesnya akan demikian singkat.Sedangkan aku belum mendapat informasi apa apa mengenai dirinya dan keluarganya.
“Bagaimana?, atau begini saja sampaikan pada orang tua mu nanti malam aku akan datang bersilaturahmi “, setelah mengatakan itu dia menyalami aku dan pergi.
Aku bingung dan benar benar bingung,harus bagaimana nantinya jika dia datang bersama keluarganya.
‘Cie..cie.. yang mau dilamar” goda Tati padaku membuat aku semakin kesal kepadanya.
“Dilamar palamu gundul kamu itu jangan suka ngarang, nanti jadi fitnah” kataku melampiaskan kemarahanku. Karena mood ku hancur aku pun pulang.
Malamnya aku tidur sore, jam tujuh aku sudah masuk kamar sampai lupa ngomong sama ayah dan ibu kalau si Herman mau datang bersilaturahmi. Selain capek karena pekerjaan tadi siang aku juga lagi suntuk. Bentar lagi ada saudara dari ayah yang akan menikah dan aku diminta untuk membantunya di sana sebagai fotografer aku dengan senang hati menerimanya apalagi pekerjaan itu merupakan hobby ku.
Saat aku sedang terbuai mimpi indah sayup sayup terdengar suara pintu diketuk.
Tok..tok..tok..
“Vin bangun, vina..”, aku dengan susah payah membuka mata kemudian duduk ditepi ranjang untuk memastikan panggilan itu masih terdengar atau hanya mimpi saja.
“Vina bangun, ibu boleh masuk?” tanya ibu dari balik pintu.
“Oh ternyata beneran ada suara orang manggil kirain dalam mimpi”, gumamku lirih kemudian turun dan berjalan ke pintu untuk membukakannya.
Begitu pintu dibuka ibu langsung mendesak masuk dan menutupnya kembali, membuat aku bingung dan bertanya tanya melihat sikap ibu yang tidak biasa.
“Vin cuci muka dulu sana, terus ganti baju didepan ada Herman dan keluarganya datang”, Ibu terlihat senang dan sumringah, berbanding terbalik dengan reaksiku. Mendengar nama Herman disebut mood ku rusak.
“Mau apa sih bu mereka datang kesini, lagian apa hubungannya sama aku, aku ngantuk bu capek”, kataku merajuk membuat ibu terlihat kesal.
“Ini anak diatur kok susah banget, sudah sana cuci muka dan ganti baju dandan sekalian, temui mereka. Herman mau melamar mu”, ucap ibu dengan nada penuh tekanan.
Bagai disambar petir disiang bolong mendengar ucapan ibu, seluruh tubuhku gemetar.Tidak ada kata kata yang bisa aku ucapkan selain pasrah pada kehendak orang tua. Aku ingin mengelak bahkan rasanya ingin bersembunyi dibelahan bumi lain agar terhindar dari masalah ini, tapi tak kuasa melakukannya apalagi selama aku cuci muka dan berganti baju ibu menunggui aku dikamar. Sampai menggunakan baju apa yang pantas itu juga ibu yang ngatur. Aku melangkah dengan gontai tanpa senyuman, hatiku sedih sakit, karena tidak bisa menolak kehendak orang tua. Entah bagaimana kehidupan yang akan aku jalani kelak,aku butuh teman curhat,apa Vina curhat sama pembaca aja ya, barangkali para pembaca tercinta punya solusi dari masalah ini.
“Vina, ayo salaman dulu sama keluarganya Herman”, bisik ibu di telingaku membuat aku tersentak kaget. Aku Pun menuruti perintah ibu bersalaman dengan semua yang hadir di sana walau dengan senyum dipaksakan. Setelah semua disalami aku duduk disamping ibu dan mengedarkan pandangan pada semua yang hadir, lho kok dia…
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Dira Alina
Mantap lah!
2024-02-06
0