Dandi berusaha mengemasi barang-barang nya dan ingin melarikan diri dari tempat tinggalnya. Jika Dave dan anak buahnya tau bisa saja ia kehilangan nyawa. Ia tentu sangat tau jika sesuatu hal yang mengusik ketenangan Dave maka katakan selamat tinggal pada dunia. Tentu saja ia tidak mau berurusan, namun ia terpaksa dan harus menyelamatkan Dinda kembaran nya.
"Aku harus pergi dan menyelamatkan Dinda. Dave, kau akan dipenjara tunggu saja." Dandi terus mengemasi barang-barangnya tanpa ia sadari anak buah Dave telah sampai ditempat tersebut dan langsung memukul kepala Dandi dengan sebuah balok kayu dan membuat Dandi jatuh dan pingsan.
"Bakar tempat ini!" perintah ketua dari orang suruhan Dave.
"Bagaimana dengannya? dia belum mati," tanya salah seorang dari mereka
"Biarkan saja. Biarkan dia mati terbakar maka kita tidak perlu repot-repot mengotori tangan." jawab ketua tersebut.
Dengan sigap mereka pun mulai menumpahkan minyak kesemua area mulai dari dapur, kamar, hingga tempat dimana Dandi pingsan.
Setelah semuanya dirasa cukup beres, mereka pun keluar dari rumah tersebut dan kemudian melempar korek yang menyala dan kemudian melalap rumah tersebut. Dengan sigap mereka melarikan diri agar tidak terlihat dan diketahui oleh warga sekitar.
"Kebakaran!!!" ucap salah seorang pejalan kaki yang tanpa sengaja melihat adanya kobaran api dirumah Dandi.
Warga sekitar yang mendengar pun mulai berlarian keluar rumah menghampiri sumber. Tampak mereka bergotong royong mengambil air dan menyiram kobaran api yang sebagian telah menghanguskan rumah Dandi.
Api semakin besar dan rumah telah hangus semua. Mereka yang kuwalahan menyiram hanya bisa pasrah hingga mobil pemadam kebakaran tiba dilokasi.
"Bagus." Kata yang keluar dari mulut Dave dengan sangat pelan saat ia melihat di layar kaca televisi dengan apa yang diberitakan.
Dave kemudian tersenyum senang melihat rumah Dandi hangus terbakar dan tentu saja Dandi terbunuh karena kebakaran tersebut.
" Tega sekali mereka membakar rumah dan membunuh orang yang tidak bersalah." Ucap Kikan disela-sela fokusnya melihat apa yang diberitakan ditelevisi.
"Iya ma, sepertinya pelaku bukanlah manusia yang baik. Pasti manusia yang kejam dan berhati busuk." balas Dion yang sepertinya tidak tega dan kasihan dengan apa yang diberitakan.
Dave yang mendengar pun hanya bisa terdiam saat otak rencana yang mereka bicarakan duduk disamping mereka.
"Mereka pantas mendapatkan seperti itu." Ucap Dave dengan tiba-tiba saat mendengar Dion mengatakan pendapatnya dengan apa yang diberitakan.
"Pantas bagaimana? Tidak seharusnya mereka melakukan ini dengan membunuh. Jika mama ketemu dengan pelakunya, pasti mama pukul-pukul dia. Tidak habis pikir mama dengan jalan pikiran pelaku. Sudah tau mereka yatim piatu. Apa dia tidak kasihan dengan kembarannya yang akan hidup sengsara tanpa saudara." balas Kikan sambil menunjuk-nunjuk televisi dengan emosi.
Kikan merupakan wanita yang baik dan berhati lembut. Ia sangat tidak akan tega jika ada orang yang kesusahan apalagi dengan apa yang baru saja ia lihat dan dengar.
"Dimana ya kira-kira kembarannya sekarang ma? bagaimana perasaan dia saat mengetahui tempat tinggal dan saudara kembarnya tewas?" Dion menepuk-nepuk bahu mamanya.
Kikan merespon pertanyaan Dion hanya menggeleng-geleng kepala. Ia sungguh sangat merasa simpati.
Dave yang mendengar hanya bisa memasang wajah datar dan melirik kearah Dion. Sebenarnya ia sangatlah tidak suka dengan apa yang baru saja ia dengar. Namun ia harus tetap menjaga sikapnya. Dasar bermuka dua.
Keesokan harinya di kantor polisi.
"Terima kasih atas kerjasamanya. Sepertinya aku berhutang budi padamu."Ucap Dave saat berada diruangan kepala kantor.
Tentu saja atas bantuan kepala polisi tersebut Dave bisa mengetahui jika ia dilaporkan oleh Dandi. Bisa dibilang kepala tersebut juga berada dijalan yang salah. Masa iya sih polisi menolong pelaku bukan korban. Dimana keadilan bagi mereka. Merekapun tampak tertawa dengan girangnya.
Dihotel.
Dinda sangat merasa bersyukur karena malam tadi ia tidak dijadikan santapan para pria-pria lapar karena kliennya tiba-tiba saja membatalkan pesanan karena ada rapat mendadak.
Setidaknya sekarang Dinda bisa bernafas lega namun tidak tau nanti atau seterusnya. Ia sama sekali tidak bisa berkomunikasi. Ponselnya disita oleh Dave dan tiada alat komunikasi elektronik satupun diruangan tersebut termasuk televisi. Hanya ada kasur,lampu dan kipas angin yang menemaninya.
Tiba-tiba Dinda merasa sangat lapar dan mencoba memanggil seseorang yang berada disebalik pintu tersebut.
"Maaf, aku sangat lapar. Apa kalian bisa memberiku makan?" pinta Dinda sambil memegangi perutnya yang keroncongan.
Bisa dikatakan Dinda sama sekali belum dikasi makan pagi ini dan itu membuat ia merasa sangat lapar.
"Apa ada orang diluar?" memberanikan bertanya saat tidak ada jawaban dari permintaannya tersebut.
Dinda yang penasaran pun mencoba memegang ganggang pintu dan memutarkan kebawah. Ia terkejut ternyata pintu tersebut tidak terkunci. Dinda perlahan-lahan membuka pintu kamar tersebut dan mengeluarkan separuh kepalanya dan melihat tiada siapa-siapapun disana. Dengan perlahan Dinda mengeluarkan seluruh badannya dari kamar terebut dan berjalan perlahan-lahan meninggalkan tempat tersebut.
Dinda merasa percaya diri saat keluar dan merasa ia bisa melarikan diri. Perlahan dan perlahan ia melewati ruangan demi ruangan. Sesekali ia akan bersembunyi saat mendengar suara derap sepatu dari arah berlawanan.
Akhirnya, Dinda bisa keluar dari ruangan tersebut dan berlari menuju jalan raya dengan tergesa-gesa agar tidak dilihat oleh anak buah Dave.
"Taksi."lambai Dinda saat salah satu taksi mendekatinya. Dinda kemudian masuk dan memberikan alamat yang akan dituju kepada supir taksi dan supir tersebut pun mengangguk sambil tersenyum ramah.
"Nona dari mana?"tanya supir tersebut saat melihat Dinda seperti tergesa-gesa.
"Oh, Saya dari hotel pak. Saya ..." Dinda menggantungkan perkataannya.
"Oh nona menginap disana? wah sepertinya nona orang kaya." potong supir tersebut
Dinda terdiam dan bingung tidak tau harus mengatakan apa. Tentu saja ia bingung dengan yang dikatakan supir tersebut.
"Maksud bapak?" Dinda mencoba bertanya.
"Di sana kan hotel megah dan mahal, tentu saja hanya orang kaya saja yang bisa memesan." jawab pak supir tersebut.
"Kenapa nona naik taksi?dimana mobil nona?" tanya supir itu lagi.
Mobil? bagaimana aku punya mobil jika makan saja susah.
"Oh, saya tidak bawa mobil. Saya menyuruh supir menjemput ternyata supir saya lagi mengantar tante saya. Makanya saya naik taksi."jawab Dinda berbohong
Dinda berusaha mencerna apa yang dikatakan supir tersebut kepadanya. Bagaimana bisa seorang Dave yang memiliki hotel megah dan besar serta harta yang banyak bisa bermain kotor seperti ini.
Bukankah kamu cukup kaya?kenapa kamu kejam sekali?
Dikantor polisi
Mereka masih asyik mengobrol dan tertawa. Entah apa yang mereka tertawakan. Hanya mereka berdua dan tuhan sajalah yang tau.
"Sebentar," ucap Dave kepada Jang disela berbincang-bincang saat teleponnya bergetar dan melihat anak buahnya memanggil.
"Ada apa?"
"Apa?"
"Lagi dan lagi?bagaimana kalian tidak becus?"
"Bunuh wanita tua itu!"
"Cari dia hingga dapat dan serahkan kepadaku. Biar aku yang mengajari nya."
Ucap Dave dengan gigi dirapatkan karena kesal. Bagaimana tidak sudah dua orang berurusan dengannya. Kemaren Dandi dan sekarang Dinda kembaran nya.
"Tunggu saja, akan aku tunjukkan bagaimana mengajarimu karena sudah mengganggu dan merusak rencanaku." dengan senyuman yang mematikan dan dibalas senyuman oleh Jang kepala polisi tersebut. Tentu saja ia sudah tau maksud dari senyuman tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Ilan Irliana
bucin m dinda br tau rs loh dave...
2020-09-24
0
Filda
Kasihan dandi mati terbakar,Dave gk punya hati nurani
2020-09-17
0
🍾⃝Tᴀͩɴᷞᴊͧᴜᷡɴͣɢ🇵🇸💖
Waduuuh kurasa nanti dave jatuh cinta deh sama dinda
Lanjut lagi asik nih
2020-09-10
0