Bismillahirrahmanirrahim..
***
Beberapa saat berlalu, kini tibalah di penghujung acara.
Tamu-tamu sudah mulai pulang ke kediaman meraka masing-masing. Setelah mereka memberikan ucapan selamat dan do'a satu-persatu kepada Zain dan Aisyah.
Kini hanya tersisa beberapa orang saja. Memang tidak terlalu banyak tamu yang di undang oleh kedua keluarga. Hanya orang-orang penting dan sanak saudara saja. Itu saja, tamu undangan nya sudah lebih dari 1000 orang.
Walaupun, Acara pernikahan ini juga di adakan secara dadakan. Tapi, berkat kekompakan dari kedua keluarga. Sehingga, acara ini bisa berjalan dengan sangat lancar dan khidmat.
"Pantesan, Bunda nelpon. Ternyata acaranya sudah mau selesai rupanya. Aku telat banget" lirih Akhtar. Lalu dia langsung saja mengambil kado yang sudah dia persiapkan sebelumnya di mobil.
Akhtar memang sengaja menunggu tamu undangan benar-benar sepi dulu, baru ia memberikan kado itu kepada sahabat sekaligus sepupunya itu.
***
"Selamat, ya, Zain. Ternyata kamu akhirnya ikhlas menerima takdir cinta ini. Moga, nanti malam kamu langsung berhasil menciptakan keponakan buat aku ajak Mabar Game Online" Akhtar menjabat tangan, sambil berbisik di telinga Zain.
Sedangkan Zain hanya menatapnya dingin dan segera melepaskan jabat tangan itu.
"Dihh, dingin amat sama sahabat sendiri. Tapi, sama bini jangan, ya hihihihi " bisik Akhtar jahil.
"Udah? ada lagi?" tanya Zain dengan malas.
"Eits, tentu saja masih ada. Aku sudah menyiapkan kado spesial buat kalian kalian!" Akhtar tersenyum manis.
Zain hanya menatap sahabatnya itu dengan curiga, karena kejadian sebelumnya Akhtar yang menyebabkan dia harus nikah muda seperti saat sekarang ini.
Sedangkan Aisyah yang berdiri di samping Zain, hanya mendengarkan saja.
"Pokoknya, kamu harus buka kado aku yang paling pertama, Ok!. Soalnya, ini kado spesial bangettt dari sahabat sekaligus sepupu terbaik kamu, Zain. Yaitu, Aku," dengan PD nya Akhtar berbicara seperti itu.
"Hem, Makasih" Zain menerima kado itu.
"Makasih saja tidak cukup, Zain. Bisa jadi kamu bersujud sama aku, setelah membuka kado ini" ucap Akhtar, tersenyum miring, mencurigakan.
"Memang, apa isinya, Kak Akhtar" tanya Aisyah.
"Ada dehh. Eh, tapi ini hanya untuk Zain, ya. Kamu jangan ikutan buka ya, Aisyah"
"Lah, kok gitu kak? Buat aku mana?"
"Hehehe. Maaf yaa, Aisyah. Aku tidak tahu mau ngasih kamu kado apa?. Nanti aja deh, Kalo keponakan aku udah launching, nanti aku kasih kado special juga buat kamu" jawab Akhtar tersenyum.
Dengan polosnya Aisyah bertepuk tangan dan tersenyum senang di balik cadarnya. Padahal dia tidak sama sekali tidak tahu kemana arah pembicaraan ini. Sedangkan, Zain seketika terdiam.
***
Sekarang hanya tersisa keluarga Zain dan keluarga Aisyah saja yang masih ada di gedung Resepsi itu. Bahkan keluarga Akhtar pun juga sudah pulang.
Kini mereka sedang duduk bersama di sebuah ruangan, untuk beristirahat, sekalian bercengkrama agar semakin akrab.
"Baiklah, berhubung karena malam sudah semakin larut, ini sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Ada baiknya kita semua kembali pulang" Kiai Ahmad mengusulkan.
"Benar sekali, Kiai. Kami juga ingin balik, soalnya besok pagi saya juga harus balik ke Singapore," ucap Aryan.
"Iya, Besan. Papanya Zain udah di tlpon terus dari tadi" tambah Qinka.
Sementara para orang tua sedang bercakap-cakap, di sisi lain Zain dan Aisyah hanya diam saja. Walaupun mereka di suruh duduk berdekatan tapi, tidak ada niatan dari keduanya untuk membuka pembicaraan.
Zain asik dengan ponselnya, ada banyak chat dan panggilan tidak terjawab. Sebab, dari tadi ponselnya di Silent dan di pegang oleh Bundanya.
Diantara semua panggilan tidak terjawab di ponsel Zain, nama Clara lah yang paling banyak. Total, ada 450 panggilan darinya hari ini. Zain juga melihat chat, paling atas juga nama Clara yang tertera, ada 89 pesan yang belum di baca dari Clara.
Zain hanya menatap malas dengan hal itu, dia bahkan tidak membaca pesan dari Clara. Zain heran, kenapa Clara niat sekali menghubunginya sesering itu?.
Padahal, dia sama sekali tidak memberi tahu Clara mengenai pernikahannya. Zain juga tidak ada memberi tahu teman-teman kampusnya.
Sedangkan, Aisyah hanya duduk manis, mendengarkan percakapan orang tua nya dengan keluarga Zain.
"Sesuai kesepakatan kita kemaren, Zain dan Aisyah akan ikut bersama kami ke Pesantren," ucap Ummi Afifah.
Seketika Zain langsung melihat ke sumber suara. Lalu, dia kembali fokus ke layar ponsel nya lagi.
Di Lobby gedung.
"Kamu pamit dulu, yaa, Besan" ucap Ummi Afifah, kepada Bunda Zain-Qinka sambil cipika-cipiki. Begitu juga dengan Kiai Ahmad dan Papa Zain-Aryan Abdullah. Sedangkan, Kiai Ahmad dan Bunda Qianka, berpamitan tanpa menyentuh satu sama lain, begitu juga Papa Zain dengan Ummi Afifah.
"Aisyah pamit dulu, ya, Bunda" ucap Aisyah, mencium tangan Qinka. Lalu, Qinka memeluk Aisya kemudian, mencium keningnya.
"Terima kasih yaa, Sayang. Kamu sudah menjadi menantu Bunda. Hati-hati di jalan, ya, Nak"
Qinka memeluk Aisyah lagi.
"Iya, Bunda" Aisyah tersenyum di balik cadarnya.
"Aisyah pamit, ya, Papa" mencium tangan Papa Zain.
"Iya, Nak. Nanti, kalo Zain dingin-dingin sama kamu, bilang aja sama Papa, ya. Biar Papa rendam dia di air panas sampe matang sekalian" ucap Aryan.
"Paa.." Zain menatap Papa nya dingin.
"Tuh. Lihat, suhunya mulai turun. Bentar lagi beku, tuh," kata Aryan, membuat semua orang tertawa, termasuk Aisyah.
Zain menanggapinya dengan malas. Dia sudah biasa jadi bahan bulan-bulanan bagi Papanya. Papa Zain memang suka bercanda begini, apalagi ngatain putranya sendiri.
"Zain pamit, Pa, Bun" ucap jain mencium tangan kedua orang tua nya.
"Ingat Zain! kamu sudah punya Istri, jadi kurangi sikap dingin mu itu!" Qinka memperingati putranya.
"Sama Aisyah aja, di cium dan di peluk. Sama anak sendiri, malah di marahin" ucap Zain pelan, tapi masih bisa di dengar.
"Eh, dengerin ucapan Bunda kamu itu. Apa yang di bilang Bunda itu benar, kamu sudah menjadi seorang suami, Aisyah adalah tanggungjawab kamu. Jangan malu-maluin Papa" bisik Aryan.
"Iya iyaa. Zain tahu"
"Assalamualaikum" ucap Aisyah dan keluarganya serentak, begitu juga dengan Zain.
"Waalaikumsalam"
Lalu mereka masuk ke mobil dan pergi meninggalkan pekarangan gedung untuk kembali ke Pesantren.
"Yaudah. Yuk Pa, kita juga pulang"ajak Qianka.
"Yok, Bun. Papa udah ngantuk banget, mana besok ada penerbangan pagi" keluhnya.
"Papa sii. udah tahu anak satu-satunya nikah, masih aja sibuk sama bisnis,"
"Yaa mau bagaimana lagi, Bun. Papa maunya sih ambil cuti dulu, biar bisa ngajarin Zain bagaimana menjadi Suami yang baik. Tapi, kerjaan ini sudah mendesak, Bun" Aryan bersandar di bahu istrinya.
"Yasudah. Mau bagaimana lagi" Qianka pasrah saja.
Lalu mereka tertidur. Oiya mereka lagi dia atas mobil, menuju ke rumah bersama supir, ya. Jadi bukan Papa Zain yang nyetir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments