“Arghh!”
Tanpa berkata-kata apa-apa, Kaivan melayangkan sebuah pukulan pada wajah Dani dan Riza, tak peduli keadaan keduanya terlihat memprihatinkan karena kecelakaan sebelumnya. Kaivan menambah noda merah pada wajah kedua laki-laki yang seumuran dengannya itu.
Napas Kaivan terengah, menandakan dirinya yang sudah dikuasai oleh emosi. Mata elangnya menatap tajam kedua musuhnya yang tersungkur di tanah.
“Arghh sialan!” Tangan Riza yang nampak terluka akibat bergesekan dengan aspal, Kaivan injak dengan kakinya yang tertutup sepatu, hingga membuat Riza mengerang dengan kuat. Ia nampak bersusah payah menyingkirkan kaki Kaivan menggunakan sebelah tangannya.
“Orang jahat pasti akan dapat balasannya, pasti pernah dong denger kata-kata itu. Lain kali, kalau mau menjatuhkan gue, pastiin dulu kemampuan kalian lebih unggul!” ucap Kaivan seraya menampilkan senyuman miringnya. Tatapan matanya pun kian berubah menjadi sinis.
“Bajingan lo!” Kali ini terdengar Dani yang mengumpat, karena Kaivan menendang perutnya cukup kuat.
Dari tempat yang tak terlalu jauh, puluhan remaja lain, nampak terdiam menatap Kaivan. Tak ada yang berani menengahi apalagi membantah Kaivan yang tengah marah seperti itu. Mereka semua sangat tahu akibatnya jika ada yang berani mengacau seorang Kaivan.
Sementara Kaivan terlihat begitu puas sudah menambah rasa sakit pada Dani dan Riza, ia mengibaskan tangannya kemudian membalikkan tubuhnya.
“Anj*ng! Lo pikir gue takut, hah?” Dani bangkit dan berbicara kasar hingga membuat Kaivan yang baru berjalan berberapa langkah, sontak menghentikan langkahnya.
“Gak usah merasa sok jagoan lo sialan!” Dengan lutut yang nampak terus mengeluarkan darah, Dani dengan lemah mencoba menghampiri Kaivan yang masih memunggunginya.
“Lo pikir lo siapa, hah? Kita adu di ring aja buat ngebuktiin siapa yang lebih hebat. Atau jangan-jangan lo tak—”
Bugh!
Kaivan tak membiarkan Dani menyelesaikan kalimatnya, ia berbalik dan mengarahkan kakinya menuju wajah Dani dan membuatnya kembali terjatuh dengan bibir yang ikut mengeluarkan darah.
“Lo mau adu tinju sama gue? Terlihat dengan jelas siapa pemenangnya!” Kaivan tersenyum penuh kemenangan dan lagi-lagi membuat Dani tak berdaya.
“Lo berdua juga tau siapa gue, ini bakal jadi peringatan pertama dan terakhir kalinya. Sekali lagi lo berdua berani mengganggu atau mencoba mencelakai gue, habis lo berdua. Gak bakal ada yang mendengar apalagi menyebut nama lo berdua, pegang kata-kata gue!”
Setelah memberikan ancaman, Kaivan kembali membalikkan tubuhnya kemudian berjalan menuju motornya berada. Seperti biasa, ketika menang Kaivan tak akan mengambil uang taruhan yang totalnya puluhan juta itu, ia memilih pergi begitu saja.
Mengendarai motor di tengah malam yang begitu sepi tanpa ada satu pun pengendara berlalu lalang, membuat Kaivan leluasa menambah kecepatan sesuka hatinya.
Kaivan yang masih diselimuti emosi itu, tiba-tiba saja teringat akan seseorang yang selalu berpesan agar berhati-hati dalam segala hal. Membuat Kaivan mengurangi laju motornya dan tak lama menepi di pinggir jalan.
Setelah motornya benar-benar berhenti, Kaivan membuka kaca helmnya dan mencoba mengatur napasnya seraya menutup kedua matanya. Tangannya nampak ia silangkan di depan dada dan menepuk kedua bahunya perlahan.
Metode ini Kaivan dapatkan dari seseorang yang namanya saat ini terlintas di otaknya.
Setelah di rasa sudah tenang, Kaivan kembali melanjutkan perjalanan hingga membutuhkan waktu puluhan menit. Kaivan tiba di apartement mewah miliknya dengan waktu yang sudah menunjukkan pukul setengah empat pagi.
Begitu motornya sudah terparkir sempurna, Kaivan segera turun dan berjalan masuk seraya mengacak rambutnya. Ia meletakkan helmnya begitu saja di sofa, setelahnya melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju lantai dua.
Saat membuka pintu sebuah ruangan, bibir kaivan seketika terangkat membentuk senyuman manis kala melihat sebuah pemandangan yang paling Kaivan sukai dari apa pun di dunia. Yaitu sosok yang selalu bisa menenangkannya dan selalu ingin ia lindungi.
Calista Felicia, gadis dengan wajah yang super imut itu terlihat sibuk dengan bukunya hingga tak menyadari kehadiran seseorang di pintu kamarnya.
Kaivan sangat tahu kebiasaan Calista, gadis itu akan bangun di jam 3 pagi dan mulai belajar. Karena itu, sebisa mungkin Kaivan segera pulang agar Calista tak kebingungan mencari dirinya.
Tak peduli apa pun yang tengah ia lakukan, jika Calista memanggilnya, Kaivan akan segera di sana menghampirinya. Kaivan hanya tak ingin Calista merasa sendiri.
Sementara Calista terlihat melepaskan pulpen di genggamannya. Ia nampak meregangkan tubuhnya ke kanan, saat beralih ke kiri, barulah Calista mengetahui ada Kaivan yang tengah memperhatikannya.
“Kai ...” Dengan wajah khawatirnya, Calista bergegas menghampiri Kaivan kemudian membolak-balikan rahang Kaivan. "Kamu habis berantem? Sama siapa?"
Kaivan menegakkan tubuhnya dan menggeleng dengan cepat. “Enggak kok!”
“Bohong! Ini pipi kamu kenapa merah gini? Pasti habis dipukul—” Calista menghentikan ucapannya begitu menyadari bahwa pipi kemerahan Kaivan di sebabkan karena alasan lain.
“Dipukul pakai bibir sama ciwi-ciwi.”
“Eh, makin pintar aja kamu!” Kaivan dengan gemas menjapit kedua pipi Calista dan memainkannya seolah itu adalah squishy. Nada bicara Kaivan akan otomatis berubah jika berhadapan dengan Calista.
Wajah khawatir Calista menghilang begitu saja, ia melepaskan kedua tangan Kaivan dan melangkah mundur, sedikit menjauhi laki-laki itu.
Kaivan yang melihat itu begitu mengerti, ia sangat tahu bahwa Calista tak menyukai berdekatan dengan dirinya yang kotor setelah menghabiskan waktu dengan para gadis yang merupakan penggemar setianya.
“Cuma dicium aja Cal, gak lebih!”
“Kamu habis balapan lagi?” Setelah mendapatkan penjelasan, barulah Calista mau kembali mendekat.
Kaivan mengangguk pelan kemudian melepaskan jaket kulit yang sejak tadi melekat di tubuhnya.
“Kamu lanjut belajar gih, aku mau mandi.” ucap Kaivan di iringi usapan lembut pada kepala Calista kemudian berlalu pergi menuju kamarnya.
Di saat Calista sudah kembali sibuk dengan bukunya, Kaivan yang baru saja selesai mandi, datang kembali ke kamar Calista dan langsung mengambil posisi tidur di ranjang empuk milik Calista.
Sementara Calista yang melihat itu, tak menggubris dan lebih memilih membiarkan. Calista menggeleng pelan begitu mendengar dengkuran halus padahal Kaivan baru saja memejamkan matanya.
Calista bangkit dari duduknya kemudian mendekati Kaivan dan menarik selimut untuk menutup tubuh Kaivan. Setelahnya, ia berikan usapan penuh kelembutan di kepala laki-laki itu.
Cupp!
Calista memberikan sebuah kecupan ringan di dahi Kaivan, barulah setelahnya ia duduk di kursi dan kembali melanjutkan belajarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments