Hilangnya Tiang Listrik

Karena diketahui nanti, oleh diriku, bahwasanya lelaki inilah yang akan menjadi titik putar - juga titik klimaks dari kisah sejoli ini.

...----------------...

Sang lelaki merah masih ditekan, sang blasteran bertanya, "enaknya diapain nih anak?"

"Tendang aja lagi. Toh, punya lu kan ada besinya," saran si badan gempal.

"Ahh," tiang listrik terusik, "entar, lagi enak nyebat," kata tersebut keluar berasamaan dengan asbak rokok, "atau lu timpuk aja, ndut."

"Boleh juga, tumben lu pinter, gue kira otak lu udah kanker gara² sebungkus tadi," lalu si gempal tertawa.

"Mana ada gue kanker otak gara² sebat," rokok itu diacungkan kepada lawan bicaranya, ujung merah membara, "ngaco lu."

Kebanyakan ngocok lu mah, makanya kagak ngotak.

"Bacot!" si blasteran teriak, "gimana kalau begini, kita injekin aja bareng², biar ngerti dia."

"Yok²" si gempal antusias, mulutnya sumringah didandani senyuman besar dari kedua sudut muka. Dirinya lakukan itu sembari bertepuk tangan, lalu mendekati sang blasteran.

Sungguh menjijikkan penampilan si gempal, basis pendapatku tak lain adalah tubuhnya yang terlalu besar, terlalu gemuk, tak normal, kujamin dirinya tak bisa melihat sepatu apa yang dipakainya dengan dimensi tubuh sedemikian.

Nyaris mengalahkan perut seorang calon ibu di bulan ketujuh kehamilan.

Ditambah, dengan kerahnya yang naik tak karuan, dirinya ingin terlihat sebagai seorang jagoan, seseorang yang ditakuti. Tak sepeserpun diriku mengalami rasa takut kecuali terhadap kancing² baju yang berjuang mati²-an untuk menghubungkan kain yang menutupi kulit berwarna putih;

Dimana kain itu juga setengah gagal melaksanakan tugas. Dikarenakan ukuranya yang begitu abnormal, diantara jarak dari kancing ke kancing, perut yang tak sedap dipandang itu harus terpadang dari segala arah.

Dari kiri, kanan, atas, bawah, segala arah.

Namun, penampilan sedemikian dengan sikap yang dibawakan, rasa heran tak tumbuh di dalam hati.

Dengan penampakan jorok itu, dengan perut terlalu besar yang sudah masuk kategori abnormal, ditambah dengan pembawaan yang tak mungkin tak kujelaskan sebagai menjijikkan.

Dialah paket komplit seorang berandal, seorang calon rampok, seorang yang - mungkin - diberi makan uang rampok.

Walakin, bukanlah dirinya yang paling kubenci, yang paling kutidak sukai, yang sudah pasti akan kuhajar dan - bilamana dimungkinkan - kubiarkan ia mencium besi rel kerta sambil dilindas hingga terpotong dua.

Tidak. Itu takkan cukup.

Dengan kedua tanganku inilah - bilamana diberi kesempatan - akan kubuat kaca sang masinis berwarna merah segar.

Di mana leher anak itu akan kuangkat dan ku akan berhenti di salah satu sisi rel.

Ya, akan kubuat sang masinis menghantam dirinya sebagaimana dirinya telah menghantam sang lelaki merah.

Namun, kembali kepada orang yang paling kubenci.

Ya, orang yang paling kubenci itulah sang serigala dibalik kulit domba. Orang yang berusaha menjaga penampilan demi sebuah niat jahat. Niat untuk merugikan orang lain.

Ya, orang itulah yang mengakui dirinya sebagai anak artis, anak terkenal, anak yang memiliki segala yang diinginkannya, anak mami yang manja.

Ya, itulah sang blasteran bangsat yang kini tengah mematahkan satu rusuk dari lelaki merah, yang tak lama lagi si gempal ikut juga.

"Cepat geraknya!" blasteran itu meghadap belakang, memperhatikan si gempal yang masih di tengah perjalanan.

"Sabar elah!" balasnya menggerutu.

"Lagi, makan udah kayak apa lu. Hamil lu ya?"

"Kagak lah, mana bisa!" teriak si gempal.

"AKH!" si lelaki merah mengerang.

Kini kaki si gempal - yang terselimuti sepatu lari berwarna hitam, entah cocok atau tidak - menghantam dada si lelaki merah, "hahaha!" dirinya teriak girang.

"Teriak lagi dong! LAGI!"

Senyum lebar mereka berdua, dengan gigi² - satu bersinar putih, satu berantakan total - yang terlihat begitu jelas.

Mata² memantau, dari mataku yang hitam gelap kulihat kegelapan yang sama di dalamnya.

Meskipun warna mereka adalah biru, bagi blasteran, dan coklat, bagi gempal. Kegelapan itu terlihat jelas, begitu jelas.

Di dalamnya, dari pandangan, sebuah jiwa, sebuah nyawa. Nyawa gelap yang diselimuti sebuah alasn.

Di dalam sang blasteran ialah kegelapan yang ber-putar², persis seperti alam semesta, dengan dirinya berada di tengah, segalanya memutar diantara dirinya.

Dirinya sebagai pusat, sebagaimana ia melihat dirinya sendiri.

Bagai seorang malaikat, dirinya melihat cerminan bahwasanya segalanya begitu terang, tidak, dirinya yang paling terang.

Karena terangnya ini semuanya ikut terang.

Dikarenakan dirinya yang ada di situ, semuanya ada. Bilamana dirinya tiada, maka semuanya tiada.

Tidaklah disadarkan oleh dirinya, sang makhluk terang yang dianggapnya sebagai dirinya sendiri, adalah makhluk tergelap di tempat itu.

Dirinya terlihat dikarenakan keterangan yang lainnya, tanpa yang lainnya, dirinya tak akan terlihat. Tak terlihat maka tak diketahui, tak diketahui berarti tak dikenal.

Tak kenal maka tak sayang.

Namun, disayangkan sekali olehku, sebagai observator, bahwasanya sang blasteran ini tergelapkan, terbutakan oleh dirinya sendiri.

Begitupun juga sang gempal.

Bagi sang gempal, kegelapan ini menumpuk dirinya hingga ia tak terlihat, bahkan secuil kulit sawo matang yang sangat kontras dengan dirinya tak terlihat sama sekali, hanya sebuah tawa, tawa yang menggelegar menyelimuti kegelapan itu.

Dirinya merasa puas, merasa tertumpuk dan ia senang.

Sekali kucoba menarik kegelapan itu darinya, dan sebuah makhluk mengerikan muncul dari dalam, sebuah raut amarah dan emosi tak terima, mata terpicing tajam dan mulut menunjukkan taring - hanya ada taring di mulutnya.

"Milikku³!" teriak muka itu kepada diriku, sebuah peringatan, sebuah kesedihan, sebuah kerakusan. Itulah kegelapan yang menyelimuti sang gempal.

Sedang untuk sang tiang listrik.

"Woi! Gece sini!" sang gempal memanggil, "jangan sebat mulu ela—" sambutannya itu pun terhenti di tengah jalan.

Semua karena fakta yang dihadangkan kepadanya ketika ia memutar kepala untuk melihat sang tiang listrik yang - tadinya - tengah menikmati sebatang rokok.

Tanda tanya, tanda seru, segala tanda baca yang dapat ia keluarkan dari kepalanya muncul bersamaan, ia terheran, terkaget, terkejut, takut.

"Ngapa lu, kayak ngeliat pocong ae lu," si gempal tetap terdiam seakan tuli dari ucapan si blasteran.

"Ngapa sih—" kemudian sang blasteran memandang kepada arah yang sama dengan sang gempal.

Tekanan yang diberikan kepada sang lelaki yang tengah diinjak oleh mereka berdua pun berkurang, sehingga dirinya juga menyempatkan diri untuk memutar kepalanya ke arah mereka melihat.

Melalui sela² diantara penyerang, ia melihat objek yang sama yang dilihat kedua orang di atasnya.

Dimana ia menemukan, di bawah lampu taman yang lebih tinggi darinya dan juga mereka yang menginjaknya, sosok yang hilang.

Si tiang listrik tak ada di tempatnya.

Ia melirik atas-bawah (kiri-kanan bagi sang blasteran dan gempal) mencoba untuk mencari keberadaan dari orang yang baru saja lenyap.

Sepercik cahaya kecil lah targetnya, percikan api rokok yang akan menyala bilamana sang tiang listrik menghirup batang itu.

Namun tidak, tak ada sepercik api yang terbakar terang yang akan diikuti oleh kepulan asap.

Di tanah, di tempat di mana sang tiang listrik tadinya berdiri, digantikan oleh objek yang tadinya dicari oleh mereka bertiga, yakni, puntung rokok yang tak lagi menyala. Itulah sisa dari sang tiang listrik.

"Lagi ke toilet kali?" sang gempal menebak.

"Mana mungkin, orang udah kita cek kan tadi," ditepis tebakan itu oleh si blasteran.

Kembali dengan sebuah tebakan lagi, "Mungkin aja kan, toh pintunya yang bulet gitu."

"Emang kenapa kalau pintunya bulet?"

"Suka macet pintu kayak gitu, gue dulu pernah kekunci di dalem."

"Oh, yaudah sana cari."

Si gempal angkat kaki, baik kaki yang diangkat dari badan si lelaki, juga kaki yang dipakainya untuk pergi mencari si tiang listrik berjalan menjauh ke arah depan, ke arah toilet yang disangka tempat si tiang listrik berada berdasarkan tebakan semata.

Sedang, tebakan itu jauh terlalu salah.

Terpopuler

Comments

laesposadehoseok💅

laesposadehoseok💅

Terperangkap di dalamnya

2024-01-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!