Kembali Diriku Sendiri

Sehingga, dengan ini, kuakhiri bagian pertama dari observasiku terhadap dua sepasang sejoli, juga tentang spiritus, kisah mengenai jiwa pemuda yang tak akan pernah berhenti berkobar.

...----------------...

"Kamu bukan manusia."

Seketika teringat olehku, sebuah pesan yang diberikan sosok jalang yang menjadi akibat akan kondisiku kini; yang membuatku menjadi makhluk yang tak dikenal, tak diketahui, tak mampu dilihat maupun disentuh.

Lelaki yang jauh sekali dari lelaki merah yang baru saja kulihat, yang mukanya seimut kelinci dan seputih bulan.

Di titik ini, ku dilanda rasa penasaran akan nasibnya, terakhir kali kulihat ia tersimbah darah dan dipertemukan dengan iblis emas. Lantas bagaimana nasibnya?

Ingatanku akan hari itu sudah mulai buram, mungkin itu berarti hal itu sudah lama sekali lewat, tetapi sudah kutulis peristiwa itu ke dalam buku catatan.

Sebagai pengingat kalau saja muncul suatu waktu diriku ingin mengingat apa yang telah lewat.

Namun, tidak, sejujurnya, hal itu adalah hal yang tak mungkin kulupakan.

Karena setelah segalanya runtuh dan diriku dikembalikan ke gerbong 87, suatu kejadian hebat melanda diriku.

Kejadian yang membuat ingatan akan insiden dari lelaki itu dan ketiga perundungnya akan terbakar di dalam ingatanku, terbakar sampai hangus dan abunya disebar di seluruh penjuruh otak.

Bilamana dilihat oleh dirimu - bilamana dirimu duduk di kursi merah yang berada di seberangku - akan dipertunjukkan kepadamu sosok seseorang yang tengah duduk di kursi.

Kemudian, dirinya menjadi pucat dalam hitungan satu detik.

Lalu terjatuh ke lantai gerbong sembari diiringi oleh aliran² dari mata air luka yang mengucurkan darah segar.

Sosok itulah tentu tak lain diriku yang belum lama dikembalikan ke gerbong 87, itulah perspektif yang kuberikan kepadamu.

Sedang perspektif diriku adalah hal lain.

Dirimu melihat diriku langsung jatuh sedemikian rupa, sementara apa yang dipertunjukkan kepadaku itu berbeda.

Sangat berbeda.

Di kala itu, segalanya menjadi gelap, dan muncullah mereka, tiga perundung itu - sedang lelaki merah tak ada di mana².

Mereka berdiri, berjejer, se-akan² mereka tak memiliki nyawa, layaknya mayat yang didirikan.

Diriku tak penasaran, juga tak memiliki rasa peduli akan mereka bertiga, lagipula, mereka tipikal yang tak kusuka, yang menjadi masalah, yang menjadi sampah masyarakat. Diriku berpikir demikian.

Namun, di saat pemikiran demikian terselesaikan, ketiga perundung ini - ketiga mayat yang tak bergerak ini - berlari kepadaku (si gempal tunggang-langgang mengarah kepada diriku) kutahu melarikan diri adalah pilihan yang tepat.

Entah mengapa, kaki tak mau bergerak, diriku telah dikunci di tempat; dikucni pergerakannya.

Tidak, sama sekali tidak diberi izin untuk bergerak.

Diriku diserahkan dengan mudah (tanpa perlawanan apapun) kepada ketiga orang brengsek itu.

Si gempal itu mencapai diriku, kedua tangannya yang besar dan gemuk itu menggenggam diriku, kerah dari bajuku diangkat, dan ia mengumpat diriku, entah umpatan apa, kupingku tak mendengar penuh.

Lalu, dengan tenaga naga, diriku dilempar, dan kurasakan oleh keningku, sebuah benda yang dingin dan keras.

Kemudian, kutemukan diriku tertidur, memandang langit biru, bulan putih, dan sebuah pemandangan yang kuingat: kursi taman.

Tak ada orang yang mendudukinya, meskipun semestinya ada sosok diriku yang tengah duduk di situ, di atas diriku.

Semestinya diriku melihat diriku sendiri di situ, tetapi tidak - hal demikian tidaklah terjadi.

Namun, kusadar dengan jelas akan apa yang tengah terjadi, ya, dirikulah kini sang lelaki yang tengah dihajar itu, dan diriku akan penuh dengan luka setelah semua ini selesai.

Asumsiku itu benar, dan diriku merasa semua rasa sakit yang dialami olehnya.

Rasa nyeri akan otot² yang membengkak.

Rasa perih akan kulit yang terluka dan mengeluarkan darah.

Juga rasa tajam - seakan sesuatu menusuk - dari tulang² yang retak.

Segalanya itu kualami - dan kuberharap segera berakhir.

Lagipula, siapa yang menikmati dirinya disakiti?

Diriku jelas bukan orang yang demikian, tapi apa yang dapat kulakukan?

Sama sekali tak ada hal yang dapat dilakukan selain menerima segala sensasi yang diberikan, sebagaimana perundungan sang lelaki yang hanya dapat kutonton.

Karena begitulah aturannya.

Begitulah hukumnya.

Sehingga, dalam permasalahan ini, dalam kondisi kompleks ini, diriku hanya menikmati, kalau bisa dikatakan begitu, situasi payah yang diberikan kepadaku.

Namun tak hanya perasaan berat nan genting ini saja yang kudapatkan, melainkan ada hal lain yang diberikan kepadaku.

Semacam hadiah.

Hadiah itulah yang berucap, yakni betapa lemah dirinya, betapa tak berdaya dirinya, tetapi juga betapa dirinya tak mau melalui batas - entah ucapan siapa itu.

Ucapan² itu terus menggema di dalam kepala se-akan² ucapan itu ialah milikku, sedang diriku tahu bahwasanya itu bukan milikku.

Diriku bukan orang yang berpikiran demikian, bukan juga orang yang merasa perlu dikasihani atas kondisinya, tidak, bukan juga orang yang mengemis belas kasih atas nasib buruk atau malang yang menimpa - tidak.

Sampai seribu tahun.

Sampai kereta lintas dunia ini hancur.

Sampai gerbong 87 musnah.

Sampai diriku sirna.

Tak akan pernah terpercik hal demikian.

Diriku bukanlah, bilamana diriku diperbolehkan untuk sombong, orang yang tidak pernah menyerah.

Lagipula, bilamana memang betul diriku ini adalah orang yang mudah menyerah, bukankah lebih masuk akal kalau diriku tak pernah keluar ketika kereta lintas dunia telah mencapai tujuan?

Ketika gerbong 87 membuka pintunya, dan diriku lebih memilih untuk diam di tempat - sampai entah kapan.

Dapat kita lupakan sejenak fakta bahwa diriku kini berada di lantai (masih di lantai) mengerang setengah mati karena diriku merasa setengah mati di seluruh bagian tubuh.

Tak ada bagian yang tak merasa sakit, dan dengan rasa seperti ini, kuyakin diriku harus segara dilarikan ke rumah sakit, masuk Unit Gawat Darurat dan ditangani oleh dokter (bukan koas).

Tetapi, tidaklah ada fasilitas itu tak ada di kereta ini.

Bilamana perasaanku ini mengatakan seperti itu, maka bagaimanakah nasib si lelaki itu?

Bukankah ia akan kehilangan nyawanya bila tidak segera diberi tindakan?

"Mungkinkah juga makhluk itu (iblis emas itu) membawanya agar dapat ditangani?" kutanyakan itu, entah mengapa.

Bilamana perasaanku ini jujur, apakah ia merasakan rasa takut, sama seperti apa yang dialami olehku.

Betul, semua keberanian yang kuucapkan tadi, dusta, tak ada rasa berani yang muncul ketika diriku berada dalam rasa kesakitan.

Diriku bukanlah orang yang pemberani sedemikian, diriku takut akan rasa sakit, diriku takun disakiti.

Ketika si gempal itu melemparku jauh dan menabrak kursi taman, kurasakan besarnya kekuatan yang ia miliki, dan itu membuat bulu kuduk berdiri.

Sama halnya dengan tiang listrik menendang mukaku dengan sepatu besi.

Pun sama ketika si blasteran bercerita tentang orang yang sama sekali tak kuketahui, kemudian memintaku untuk bertanggung jawab atas sesuatu yang tak bisa kutangani, lalu dengan bengisnya mengayunkan kaki ke dadaku.

Diriku diselimuti rasa takut, diriku ditutup oleh keinginan untuk tidak disakiti, diriku tak ingin disakiti.

Namun, rasa itu menghilang ketika sang iblis datang.

Ketika iblis emas itu menghampiri dan menghabisi si blasteran setelah dirinya membiarkan tiang listrik jatuh ke kursi.

Makhluk itu, yang menegakkan "jari telunjuk"nya di tengah muka, memberi isyarat untuk diam, lalu menghantam si gempal dengan bogem mentah berwarna hitam hingga pingsan. Rasa takut dihapus oleh kedatangannya.

Diriku penasaran.

Diriku ini ketakutan.

Apakah lelaki itu juga sama?

Apakah dirinya merasakan rasa takut yang sama?

Diriku takkan pernah tahu, karena diriku bukanlah dirinya.

Namun, sesama manusia, pasti dirinya memiliki rasa takut.

Lagipula, bukanlah ia bukan seorang manusia bilamana ia tak memiliki rasa takut?

Namun, apakah diriku ini manusia?

Bilamana pernah menjadi manusia, apakah itu termasuk?

Apakah manusia itu sebuah titel yang diberikan dan takkan pernah dapat diambil?

Mengapa bertanya.

Takkan ada yang tahu juga.

Takkan ada yang peduli.

Tak kenal maka tak sayang.

Diriku hanyalah "sang narator" yang tak diketahui siapapun.

Diriku lelah, diriku sakit, diriku ingin istirahat.

Sekali saja, hanya sekali saja, biarkan mataku tertutup.

Kini, diriku sudah dapat duduk, dapat menggenggam pula, kain dari kursi merah itulah yang kugenggam.

Namun, luka² yang kualami membuat seluruh badan dan bajuku penuh darah, dan itu tak lagi layak kupakai.

Pasangan baju itu kubuang dan kugantikan dengan pasangan baru. Pasangan yang ada di lemari yang selalu menyediakan baju - suplainya tak pernah berkurang satu pasang pun.

Tentu diriku juga mandi, dengan susah payah dan erangan sedikit menahan rasa perih.

Setelah itu semua terselesaikan, diriku kembali ke tempat yang sama, menghadap kursi merah juga jendela yang menunjukkan putih, selalu putih.

Merenungi apa yang akan terjadi ke depannya. Pemandangan apalagi - dan kesakitan apa lagi - yang akan diberikan kepadaku.

Bimbang.

Jelas diriku bimbang.

Apakah ingin kualami itu semua lagi?

Rasa sakit itu lagi?

Tidakkah bisa bilamana diriku tak mau?

Tentunya bisa, diriku hanya cukup duduk saja ketika kereta itu berhenti dan pintu gerbong terbuka, tak perlu kulangkahi lagi perbatasan antara kereta lintas dunia dengan destinasinya.

Semua dapat berhenti kalau saja diriku berhenti.

Tidakkah begitu logikanya?

Betul, itulah caranya.

Itulah caranya.

Ketika kereta ini berhenti dan pitnu terbuka, maka diriku diam - tak bergerak.

Kemudian, tak lama, kereta itu pun berhenti.

Kemudian, tak lama, diriku diam, sesuai rencana.

Tak perlu bergerak, tak perlu keluar, tak perlu apa².

Itulah caranya.

Itu pun kulakukan.

Kududuk, tangan menyelimuti lutut, dan kepala tergeletak di paha.

Mata kututup, badan kulemaskan - inilah caranya.

Inilah caranya.

Inilah yang kuinginkan.

Inilah yang kuinginkan.

.

...

Bangun, Godai!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!