Amira tidak menyangka laki-laki yang telah membuat dirinya kesal dan jengkel ternyata masih ada sisi lain dari diri pandika yang ternyata perhatian juga. "Ternyata dia perhatian juga, apa terhadap semua wanita dia seperti itu?" Gumam amira didalam hatinya yang bertanya-tanya tentang pandika.
Tidak lama kemudian mereka telah tiba di pasar, Amira dan ulfa bergegas masuk pasar untuk belanja kebutuhan yang mereka cari dan diikuti oleh pandika dibelakang dengan senang hati untuk membantu membawakan semua barang belanjaan mereka.
Setelah selesai belanja mereka kembali ke parkiran bergegas untuk kembali ke pesantren darul hikmah. "Maaf sebelumnya, kalian tolong tunggu disini sebentar." Ujar pandika datar dan berpamitan sebentar.
"Kamu mau kemana?" Tanya amira penasaran.
"Tunggu sebentar." Ucap pandika berteriak seraya berlari mendekati seorang lelaki yang tidak jauh dari mereka sedang parkir mobil.
"Assalamualaikum rohim." Sapa pandika mengucap salam.
"Wa'alaikum salam, dika, ada apa antum disini?" Ujar rohim dengan rasa tidak suka.
"Ada sesuatu yang ingin ana bicarakan sama antum." Tukas pandika meyakinkan meminta waktunya.
"Maaf tapi ana nggak punya waktu banyak untuk meladeni orang yang suka mabuk-mabukan seperti antum!." Ujar rohim dengan tegas kemudian pergi meninggalkan pandika sendirian begitu saja.
Dari kejauhan Amira dan ulfa melihat pandika yang diam mematung dengan perasaan kesedihan yang mendalam dirasakan oleh pandika, dengan hati yang sendu pandika kembali menghampiri amira dan ulfa yang sedari tadi menunggu dirinya.
"Ayo pulang." Ujar pandika menundukkan kepalanya dengan nada dingin. Kemudian masuk ke dalam mobil dan disusul dengan amira dan ulfa.
Selama diperjalanan pulang pandika hanya diam ia fokus dengan jalanan tanpa menoleh kebelakang, ucapan rohim terus terngiang di telinganya sehingga membuat dirinya menjadi lebih tertekan dengan semuanya.
Pandangan amira tidak pernah berpaling dari punggung pandika yang masih murung tidak ada mengeluarkan sepatah katapun hingga mereka sampai di pesantren, setibanya di pesantren amira masih memperhatikan pandika yang langsung menuju ke asrama putra menuju kamarnya.
Dimalam harinya jam menunjukkan jam 12 malam, setelah selesai sholat tarawih seluruh santri telah kembali ke asrama mereka masing-masing, ya besok telah masuk bulan suci Ramadhan namun pandika masih di masjid berzikir memohon ampunan Allah, kata-kata sahabatnya terus menerus menghantui pikiran dan perasaannya karena ia telah menyentuh khamar, dirinya menyadari bahwa ia paham akan agama namun ia tetap menyentuh khamar padahal itu dilarang oleh agama.
Dari kejauhan abuya yakub melihat pandika yang masih di masjid sendirian ketika hendak pulang kerumahnya, ia menghampiri pandika dan menepuk bahunya.
"Assalamualaikum." Sapa abuya yakub seraya mengucapkan salam.
"Wa'alaikum salam." Pandika menjawab salam ketika melihat abuya yakub berada di sampingnya.
"Abah."kemudian ia mencium tangan abuya yakub.
"Kamu sedang apa nak?" Tanya Abah ketika melihat wajah pandika yang sembab.
"Tidak ada bah, saya hanya meminta ampun kepada Allah karena saya telah menyentuh khamar padahal saya sudah tau bahwa minuman itu haram." Ujar pandika dengan penuh rasa penyesalan.
"Insyaallah Allah akan memaafkan kamu, Allah maha pengampun dan maha pemaaf, maka bersungguh-sungguhlah untuk mencari ridho nya, jangan sampai kamu mengulanginya lagi." Tukas abah menasehati.
"Sekarang kamu istirahat besok ba'da subuh temui Abah dirumah.!" Titah abah.
"Baik bah, kalau gitu saya pamit dulu, assalamualaikum." Ucap pandika pamit kemudian mencium tangan abah.
"Wa'alaikum salam."
Pandika bergegas kembali kekamar untuk beristirahat, di sisi lain suasana dingin yang mencengkram kedua orang tua pandika panik karena putra semata wayangnya tidak kunjung pulang, mereka terus mencari pandika yang telah pergi meninggalkan rumah dan tidak ada kabar.
"Mas, kita harus bagaimana? Kita harus kemana mencari Dika?" Ujar mamah yang terus menangis karena menghawatirkan putranya.
"Ini salah ku yang terlalu keras." Ucap papah yang menyesal dengan tindakan yang diambilnya.
"Kita akan mencari dika sampai ketemu, aku akan berusaha mengerahkan seluruh tenaga dan anak suruhanku untuk mencari dika." Sambung papah meyakinkan mamah agar tenang.
Mereka sangat menyesal dan merasa bersalah terhadap pandika yang merupakan anak semata wayangnya, esok telah masuk bulan suci Ramadhan, bulan yang suci dan bulan yang penuh dengan keberkahan, seluruh santri telah bersiap untuk sahur tentu pandika ikut sahur bersama para santri lainnya, setelah itu mereka menuju masjid untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah.
Setelah selesai sholat subuh seperti biasa ada kultum yang disampaikan ustadz namun pandika masih diam tidak bergeming sedikitpun, ia masih memikirkan kedua orang tuanya. "Apa kabar dengan kedua orang tua ku? Apa mereka masih suka bertengkar?" Gumam pandika didalam hatinya.
Farhan duduk seraya meresapi kultum yang disampaikan oleh ustadz, tiba-tiba seorang temannya datang menghampirinya dan duduk di sampingnya. "Farhan." Panggilan sambil menoleh kearah ustadz yang sedang kultum.
"Hemmm." Jawab Farhan hanya dengan berdehem.
"Menurut antum orang yang dibawa abuya itu seperti apa?" Tanyanya berbisik meminta pendapat farhan.
"Sepertinya baik, dia selalu menjaga pandangannya ketika berpapasan dengan perempuan." Jawab farhan jujur.
"Jika dilihat-lihat dia juga paham agama, dia tidak banyak komentar jika berdebat dengan ukhti amira, dia juga bersikap dingin dan datar sehingga dia terlihat menyeramkan." Sambung farhan kembali.
"Antum tau dari mana kalau dia pernah bertemu dengan ukhti amira?" Ridwan kembali bertanya dengan penasaran.
"Ana pernah melihat mereka ya tentu ukhti amira ditemani dengan santri Wati." Tukas farhan kemudian kembali memperhatikan ustadz nya.
Pandika masih terdiam merenung didalam kesepian hatinya, tatapannya tertunduk ke arah lantai dengan sorot mata yang kosong. Pandika tersentak ketika seseorang menepuk pundaknya.
"Assalamualaikum akhi.!" Sapanya seraya duduk di samping pandika.
"Wa'alaikum salam." Jawabnya sambil menoleh kearah sumber suara.
"Maaf akhi, Abuya menitip pesan agar akhi segera kerumahnya." Ujar santri tersebut menyampaikan pesan.
"Astaghfirullah." Pandika beristighfar ketika ia melupakan pesan abuya yakub bahwa ba'da subuh ia harus kerumahnya.
"Baiklah saya kesana sekarang, terimakasih telah mengingatkan saya." Ujar pandika bangkit dari duduknya.
"Kalau gitu saya pamit akhi, assalamualaikum." Pamit santri itu.
"Wa'alaikum salam." Pandika bergegas pergi menuju rumah abuya yakub, semua orang melihat pandika dengan kekaguman karena setiap langkah kakinya ia hanya menundukkan kepalanya untuk menjaga pandangan dari santri wati disekitarnya, termasuk farhan dan ridwan yang sedang berkumpul dengan teman-temannya untuk bersiap-siap rapat mengenai perlombaan pada bulan ramadhan.
"Subhanallah dia tetap menjaga pandangannya." Ujar farhan dengan kekagumannya.
"Benar, dengan ketampanannya aja dia tidak tebar pesona." Timpal ridwan yang juga kagum dengan pandika yang tidak memanfaatkan pesonanya untuk menggaet para wanita.
"Andai aku punya kakak pasti udah ku comblangin mereka." Ujar farhan yang berharap pandika menjadi bagian dari keluarganya.
"Jangankan kamu far aku juga mau jadi bagian keluarganya." Sambung ridwan yang menginginkan hal yang sama dengan farhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Mega Mega
lanjut thor
2024-06-01
0