3.Bertemu kembali

"Ukhti kira-kira kamar ini untuk siapa? Apa akan ada tamu yang istimewa?" Ulfa bertanya-tanya ingin tahu.

"Saya juga tidak tahu fa, abah hanya meminta kita untuk membersihkan kamar ini saja karena temannya akan menginap di sini." Ujar amira yang asyik dengan sapunya.

Karena mereka asik mengobrol sehingga tanpa mereka sadari bahwa abuya yakub telah datang bersama seorang lelaki yang tidak asing lagi bagi mereka, sosok lelaki yang telah membuat mereka kesal dan jengkel terutama amira sendiri yang baru pulang dari Jakarta di karena libur, ia baru lulus dari pesantren darul Qur'an.

"Gimana? Apa sudah selesai?" Abuya yakub bertanya sambil mengecek hasil kerja mereka.

"Sudah bah." Amira menjawab sambil melirik pandika yang bersama abah.

"Amira, ulfa perkenalkan ini pandika dia yang akan menempati kamar ini." Ujar abah memberi tahu.

"Apa? Jadi dia yang akan tinggal di sini?" Amira bertanya seolah tak percaya dan tentu saja ia juga tidak senang dengan kehadiran pandika di pesantren.

"Iya." Jawab abah singkat.

"Tolong tinggalkan kami berdua!" Titah abah seraya mempersilahkan pandika masuk.

"Baik Abah." Ujar amira yang masih kesal terhadap pandika.

"Ayo fa." Ajak amira seraya meraih tangan ulfa.

Amira dan ulfa pergi dari kamar tersebut meninggalkan abah berdua saja dengan pandika, dengan tanpa rasa malu pandika langsung duduk di tempat tidur seakan-akan ruangan tersebut milik dirinya sendiri, abuya yakub duduk di samping pandika yang hanya diam tidak berbicara satu katapun.

"Siapa nama kamu nak?" Abuya yakub bertanya sambil menatap pandika dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Pandyka Pratama ustadz." Pandyka memberi tahu nama lengkapnya.

"Panggil Abah saja." Pinta Abuya yakub dengan lembut.

"Jika diperhatikan dari wajah kamu sepertinya kamu anak yang cukup baik, akan tetapi sepertinya ada sesuatu yang membuat dirimu melakukan hal yang tercela apa yang membuat dirimu seperti ini?" Ujar abuya yakub bertanya seraya memberikan pakaian untuk pandika pakai.

"Itu bukan urusan abah." Pandyka hanya menjawab singkat.

" Memang benar itu bukan urusan saya, tapi itu akan menjadi wewenang saya karena kamu saat ini telah menjadi tanggung jawab saya disini." Ujar abuya yakub memberi tahu.

Pandika hanya diam tidak menjawab ketika mendengar ucapan dari Abuya yakub, hanya air matanya saja yang terus mengalir di pipinya seolah-olah segala masalah membuat dirinya jatuh dan berubah menjadi lebih buruk.

Melakukan segala hal yang sangat tercela, dan kini ia terbayang wajah kedua orang tuanya yang selalu bertengkar tidak kenal waktu.

"Silahkan kamu istirahat di sini dahulu, atau kamu ingin tinggal di sini untuk sementara waktu tidak masalah." Ujar abuya yakub memberi kesempatan untuk pandika tinggal di pesantren dan memintanya untuk segera istirahat.

"Terimakasih abah." Ucap pandika berterimakasih kepada abuya yakub atas kebaikan yang telah diberikan kepadanya.

Hanya senyuman yang abuya yakub berikan ketika menanggapi pandika yang sedang kecewa kemudian ia pergi keluar.

Pandika termenung dengan hati gelisah karena terbayang akan penderitaan yang sedang dihadapi oleh dirinya, ia menutup mata berharap dapat tertidur lelap, dan dengan bermimpi indah kemudian dapat membuka lembaran baru di pagi harinya.

Keesokan harinya pandika mampu menyesuaikan diri dengan keseharian orang-orang yang berada di pesantren, untuk bangun tidur lebih awal dan ikut menunaikan sholat subuh berjamaah layaknya santri pada umumnya.

Allahu Akbar Allahu Akbar

Allahu Akhbar Allahu Akbar

Terdengar suara azan subuh berkumandang bergegas pandika bersiap-siap untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah layaknya santri pada umumnya.

 Setelah selesai pandika menukar pakaian sholatnya dengan pakaian biasa, setelah berpakaian rapi terlihat abuya yakub datang menghampiri dirinya.

"Assalamualaikum nak Dika." Sapa abuya yakub mengucapkan salam.

"Wa'alaikum salam abah." Pandika menjawab salam sambil mencium punggung tangan abuya yakub.

"Nak Dika kamu bisa nyetir mobil?" Ujar abuya yakub bertanya.

"Alhamdulillah bisa abah, memangnya kenapa abah?" Pandika berbalik untuk bertanya.

"Saya mau minta tolong antarkan amira dan ulfa kepasar." Tukas abah meminta tolong terhadap pandika.

"Oh baiklah abah mana kuncinya.?" Pandika dengan senang hati menerima permintaan abah dengan lapang dada, bagaimanapun juga abah yang telah menolong dirinya untuk meraih kesempatan menuju jalan yang benar.

"Ini nak, hati-hati dijalan." Pesan Abah yakub seraya memberikan kunci mobilnya.

"Baik abah." Ujar pandika sambil meraih kunci dari tangan abah yakub.

"Kalau gitu saya pamit dulu Abah, assalamualaikum." Pamit pandika mengucap salam seraya mencium punggung tangan abah yakub.

"Wa'alaikum salam."

Pandika bergegas berjalan sedikit berlari menuju mobil yang terparkir dihalaman masjid, disana terlihat amira dan ulfa telah lama menunggu pandika didekat mobil untuk bersiap pergi kepasar.

Setibanya pandika menghampiri mereka membuat Amira dan ulfa sangat terkejut, pandika menundukkan kepalanya menjaga pandangannya karena dirinya sadar akan dosa mata.

"Kamu ngapain?" Amira bertanya dengan terkejut dengan kedatangan pandika yang tiba-tiba.

"Saya diminta abah untuk mengantarkan kalian kepasar." Ujar pandika memberi tahu.

"Kenapa kamu? Biasanya juga farhan." Celoteh amira yang kesal.

"Mana saya tau." Jawab pandika datar dan yang mulai jengkel dengan sikap amira.

Mendengar perkataan dari pandika membuat amira kesal dan memilih pergi menghampiri kedua orang tuanya yang sedang membicarakan tentang acara perlombaan pada bulan ramadhan yang sudah dekat ini.

"Abah." Panggil amira menghampiri abah yakub.

"Astaghfirullah amira kamu kenapa nak? Ucapkan salam dulu sebelum masuk." Ujar abah yakub menasehati.

"Assalamualaikum abah, maaf Abah tapi kenapa Abah kenapa laki-laki itu yang mengantarkan amira dan ulfa? Biasanya juga farhan yang ngantar." Keluh amira dengan merengek.

"Farhan nggak bisa nak, farhan sekolah." Ujar abah yakub memberi tahu.

"Biasanya juga farhan bah." Amira kembali mengeluh.

"Sejak kapan kamu seperti ini nak? Kalau kamu nggak mau bu iyem bisa yang pergi kepasar." Ucap abah yakub menegur putrinya.

Amira terdiam sejenak mendengar teguran dari abah, dengan rasa hati yang bersalah hingga pada akhirnya amira dan ulfa berangkat bersama pandika kepasar, amira masuk kedalam mobil yang di susul ulfa dibelakangnya.

Sepanjang perjalanan hanya ada rasa sunyi senyap diantara mereka tidak ada satupun kata yang dapat memecahkan kesunyian diantara mereka bertiga, tidak tahu mengapa pandika merasa bersalah ketika melihat amira yang bersedih karena dirinya.

"Saya minta maaf." Ujar pandika meminta maaf dengan setulus hati.

"Untuk apa?" Amira bertanya dengan bingung.

"Karena saya kamu jadi sedih." Jawab pandika dengan lembut namun tetap fokus dengan jalanan yang sedang macet.

"Kamu kenapa? Nggak seperti saat kita pertama bertemu." Tanya amira dengan meledek pandika.

"Tidak ada hanya saja saya tidak bisa melihat perempuan sedih apalagi kalau itu disebabkan oleh saya." Ujar pandika dengan jujur.

Ulfa yang mendengar obrolan mereka berdua menjadi tersenyum tipis dan melihat pipi tembem amira telah memerah seperti tomat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!