"Assalamualaikum ukhti." Sapanya sambil mengucap salam.
"Waalaikumsalam Farhan, apa kabar?" Jawab Amira dengan menanyakan kabar Farhan.
"Bi Khoiri walhamdulillah ukhti, ukhti sendiri bagaimana kabarnya?" Farhan berbalik bertanya.
"Alhamdulillah baik sehat seperti yang kamu lihat saat ini" Jawab Amira dengan tersenyum.
"Alhamdulillah, ukhti sekarang mau ke mana?" Ujar Farhan seraya bertanya dengan malu.
"Ini mau ke rumah, nanti main aja ke rumah ya." Pinta amira agar farhan mau berkunjung kerumahnya.
"Insya Allah, jika nanti tidak ada kegiatan Farhan akan main ke rumah." Farhan menjawab dengan tersenyum.
"Ya sudah, kalau gitu ukhti ke rumah dulu assalamualaikum." Amira berpamitan untuk pulang kerumahnya karena dirinya sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kedua orang tuanya.
"Iya ukhti waalaikumsalam." Ujar Farhan menjawab salam dari amira.
Amira bergegas berjalan dengan sedikit berlari kecil menuju ke rumahnya dengan tidak sabar untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, pandika merasa heran tidak tahu mengapa dirinya ingin tahu tentang gadis tersebut.
"Oh jadi nama gadis itu adalah Amira?" Ujar pandika dengan rasa sedikit bahagia setelah mengetahui nama wanita yang anggun itu.
Pandika berjalan menelusuri jalan yang membuat dirinya merasa damai sambil memegang sebotol alkohol, ia terus berjalan seraya mabuk yang membuat dirinya cukup senang dan damai.
Waktu terus berjalan sehingga tanpa disadari olehnya hari sudah mulai gelap, pandika melihat seorang anak mempersiapkan acara untuk menyambut bulan suci Ramadan bersama gurunya di masjid yang tidak jauh dari rumahnya.
"Ustadz ada acara apa aja nanti yang akan diadakan?" Tanya anak kecil itu dengan antusias.
"Apa nanti ada perlombaan?" sambungnya kembali dengan semangat.
"Tentu berbagi macam perlombaan akan kita buat, jadi kamu harus semangat untuk ikut." Jawab ustadz itu memberikan semangat kepada anak kecil itu sembari tersenyum.
Pandyka terdiam sejenak mendengar obrolan mereka yang membuat dirinya berfikir untuk kedepannya. "Tanpa ku sadari ternyata bulan suci ramadhan sudah didepan mata, apa yang telah ku persiapkan untuk menyambutnya?" Gumam pandyka didalam hatinya.
Merasa hatinya seperti tersakiti pandika memilih bergegas pulang, ia terus berjalan menuju rumah dengan keadaan mabuk dan sempoyongan.
Kini didalam hatinya tidak ada lagi rasa takut untuk menghadapi kemarahan papahnya melainkan hanya ada rasa kebencian didalam hatinya terhadap semua perjalanan hidupnya, setibanya dirumah pandika membuka pintu rumah dan terlihat kedua orang tuanya telah terlebih dahulu menanti dirinya.
Tidak tahu mendapatkan keberanian dari mana sehingga pandika berhenti tepat dihadapan papah yang telah teramat sangat marah terhadapnya.
Dengan tidak dapat menahan emosi dan kemarahannya satu tamparan panas mendarat melekat di pipi pandika.
"Siapa yang ngajarin kamu mabuk seperti ini?" Papah bertanya dengan keadaan marah besar.
Pandyka hanya tersenyum tipis yang masih memegang pipinya terasa panas dan perih. "Nggak ada yang ngajarin aku sendiri yang mau." pandyka menjawab santai seraya menantang papah yang sedang marah.
"Dasar anak yang nggak tau diuntung, papah malu punya anak seperti kamu." Ucap papah yang tidak bisa mengendalikan kemarahannya.
"Aku juga malu punya orang tua seperti kamu.!" Jawab pandika dengan tegas.
"Mulai melawan kamu ya?!" Ujar papah hendak menampar pandika untuk kedua kalinya.
"Mas." Mamah meraih tangan papah untuk mencegahnya.
"Apa? Mau nampar lagi?" Pandyka bertanya seolah tak kenal takut.
"Nih tampar masih ada buat papah." Sambung pandika berteriak kembali menantang papah.
"Asal kalian tahu aku malu memiliki orang tua yang selalu bertengkar didepan anak, dimana perasaan kalian yang selalu bertengkar dan yang kalian salahkan adalah aku." Timpal pandika dengan air mata yang mengalir.
"Sebenarnya apa sih yang kalian ributkan? Sebelum aku menjadi anak nakal kalian juga sering bertengkar, dan disaat aku mulai nakal semua kesalahan kalian lempar kepada ku?" Tutur pandika yang tidak sanggup untuk menghadapi kedua orang tuanya.
"Kamu." Papah hendak mendekati pandika dengan rasa bersalah namun dia mundur satu langkah.
"Udahlah pah, dika muak dengan semuanya, lebih baik dika pergi aja dari rumah ini." Ujar pandika seraya melangkahkan kaki keluar dari rumah dengan berat hati dan dalam keadaan masih mabuk.
Pandyka terus berjalan tidak tahu harus kemana karena ia tidak memiliki tujuan, dalam kondisi mabuk membuat ia berjalan tidak karuan, dari kejauhan terlihat mobil sedang melaju kearahnya namun ia tidak merasa takut, ketika mobil itu berhenti pandyka ambruk tidak sadarkan diri.
Pemilik mobil tersebut keluar untuk melihat kondisi pandyka yang tidak sadarkan diri itu. "Dia pingsan abuya." Ujar pak Heru yang menyetir mobil.
Abuya adalah panggilan untuk pemilik pesantren di riau terutama daerah kota Pekanbaru dan kabupaten Kampar, namun sebagian pesantren juga ada yang memanggil kiyai.
Namun selama author madrasah pemilik pesantren dipanggil abuya, untuk para pembaca mohon maklum ya.
"Bantu saya bawa dia kemobil, sebaiknya kita bawa saja dia ke pesantren aja." Ujar abuya yakub.
"Baik abuya." Pak heru membantu abuya yakub untuk membawa pandika masuk ke dalam mobil.
Dalam kondisi tidak sadarkan diri pandika dibawa kepesertaan yang tidak jauh dari tempat kejadian.
Para santri sedang membaca Al-Qur'an untuk mengulang hafalan Al-qur'an mereka masing-masing, begitu juga dengan amira yang sedang membaca Al-Qur'an di masjid bersama dengan para santri Wati yang lainnya.
Namun ia harus berhenti membaca Al-Qur'an ketika ulfa menghampiri dirinya. "Assalamualaikum ukhti, Buya yakub meminta ukhti untuk segera pulang." Ujar ulfa menyampaikan pesan abuya yakub.
"Baiklah terimakasih ulfa." Ucap amira sambil meraih sajadahnya.
"Sama-sama ukhti."
Amira bergegas pulang kerumah bersama ulfa, setibanya di rumah amira membuka pintu dan masuk kerumah.
"Assalamualaikum." Ujar Amira mengucap salam.
"Wa'alaikum salam." Abuya yakub menjawab salam putrinya dengan tersenyum lembut.
Amira melihat ayahnya yang telah menunggu dirinya diruang tamu kemudian ia mencium tangan ayahnya yang telah menunggu.
"Ada apa abah manggil amira?" Amira bertanya sambil duduk disamping abah dengan sopan.
"Abah minta tolong bersihkan kamar yang dekat dengan asrama santri putra.!" Titah abah meminta bantuannya.
"Untuk apa bah?" Amira kembali bertanya dengan penasaran.
"Ada seseorang yang akan menempatinya." Abah menjawab sambil melihat amira yang sangat ingin tahu.
"Kalau boleh tahu siapa bah?" Amira semakin ingin tahu yang akan menempati kamar itu.
"Teman abah, sudah sana bersihkan sebentar lagi teman abah akan datang.!" Titah Abah dengan tegas.
Amira hanya nyengir ketika melihat abah yang mulai geram dengan tingkahnya. "Baiklah bah, kalau gitu amira bersihkan dulu kamarnya." Ujar amira beranjak dari tempat duduknya.
"Assalamualaikum." Amira mencium tangan abah kemudian ia pergi melaksanakan perintah abah
"Wa'alaikum salam."
Amira langsung melaksanakan perintah yang diberikan oleh abah dengan bantuan ulfa yang merupakan adik kelas Amira yang sangat sayang terhadapnya, dia melaksanakan perintah abah dengan semangat begitu juga Ulfah yang membantu Amira tak kalah semangatnya pula.
Hingga pada akhirnya tidak disadari oleh mereka pekerjaan yang mereka lakukan telah selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments