Usaha Nanji Laoren bekerja pada Paman Wu membuahkan hasil cukup baik. Paman Wu memberinya upah 100 Yuan setelah mereka menjual hasil tangkapan pada pengepul hasil melaut para nelayan.
Ini adalah penghasilan pertamanya setelah dinyatakan sehat oleh sistem. Dan Nanji sudah membuktikannya pada Paman Wu.
Tak terkira bahagianya Bibi Wu saat menyambut suaminya yang pulang dengan jumlah uang yang lebih banyak dari biasanya. Sisa ikan hasil tangkapan langsung dimasak untuk makan malam keluarga.
“Nanji, duduklah di sini! Kau pasti lelah karena sebelumnya tak pernah bekerja. Makan malam akan siap dalam beberapa menit lagi!” Bibi Wu memanggil Nanji untuk bergabung bersama suaminya.
Paman Wu mengenakan kaos tipis karena cuaca malam sangat panas di daerah pesisir. Tak ada kipas angin di rumahnya, apalagi pendingin udara. Dua hal yang tidak mampu dibeli karena hasil melaut yang tidak stabil setiap harinya. Tapi setidaknya mereka memiliki karpet listrik di rumah, dan selimut hangat untuk menghadapi musim dingin.
“Apa dunia ini begitu membosankan hingga banyak sekali orang yang memutuskan untuk bunuh diri?!” Paman Wu mencibir berita di televisi yang menayangkan tewasnya seorang pemuda.
“Mungkin dia lelah menghadapi beban hidupnya,” sahut Bibi Wu.
“Sepertinya begitu, Bibi!” Nanji ikut berkomentar pelan. Hatinya miris mengingat ia pernah ada di situasi yang sangat pelik, terbebani oleh penyakit yang tidak ada obatnya.
Paman Wu berpendapat, “Itulah kelemahan generasi muda zaman sekarang! Tidak punya mental kuat untuk menghadapi kerasnya hidup, terlalu lemah dan mudah putus asa!”
Melihat ulasan berita kematian yang masih berlangsung, Nanji teringat misinya. Shou mengatakan ia harus menemukan orang yang mau menjual umur kepadanya untuk mendapatkan poin sistem.
“Paman, apakah jembatan itu cukup tinggi hingga menjadi tempat favorit untuk bunuh diri?” tanya Nanji. Informasi mengenai ketinggian tidak disebutkan dalam tayangan yang baru saja berakhir.
“Setiap hari selalu ada saja orang yang nekat mengakhiri hidupnya disana, Nanji! Mereka menyebut tempat itu sebagai jembatan maut!” Bibi Wu yang menjawab pertanyaan Nanji, sambil meletakkan hidangan makan malam di atas meja.
Paman Wu masih menatap layar televisi, sambil menggerakkan kipas bambu untuk menghalau panas. Ia lalu menoleh pada Nanji saat istrinya kembali ke dapur untuk mengambil piring.
“Kenapa kau menanyakan itu, Nanji? Apa kau ingin bunuh diri disana? Sudah bosan hidup karena tersiksa oleh penyakit kronis?” cerca Paman Wu dengan ekspresi meledek.
“Tentu saja tidak, Paman! Aku hanya penasaran!” jawab Nanji. Ia tersenyum misterius karena tiba-tiba memiliki rencana. “Aku hanya ingin melihat tempat itu!”
“Kau jangan berpikir hal aneh, Nanji! Hidupmu terlalu berharga untuk diakhiri di sana! Meskipun kau dalam kondisi sakit, kau harus tegar! Jangan pernah berpikir untuk terjun dari jembatan itu seperti orang-orang bodoh itu!”
Bibi Wu rupanya mendengar apa yang ditanyakan Nanji, wajahnya terlihat serius saat menghampiri Nanji. “Apa kau berniat bunuh diri di jembatan maut?”
Nanji tersenyum lebar untuk meyakinkan. “Tentu saja tidak, Bibi Wu! Aku hanya penasaran dengan lokasinya. Aku berjanji tidak akan melakukan hal yang merugikan hidupku, Bibi!”
“Sungai di bawah jembatan sangat dalam dan berarus deras. Belum ada yang dinyatakan selamat setelah masuk ke dalam airnya. Kabarnya, ada arus balik yang membuat korban terjebak dan akhirnya tenggelam,” terang Paman Wu.
“Ayo semua, waktunya makan! Terima kasih sudah membantu kami hari ini, Nanji!” Bibi Wu memberi potongan ikan besar untuk Nanji.
Nanji mengangguk bahagia, hatinya menghangat karena kebaikan Bibi Wu. Ia makan dengan lahap dan cepat karena ingin segera pergi ke jembatan maut yang lokasinya tidak begitu jauh dari lokasinya sekarang.
“Kenapa Nuan belum pulang, Bibi?” tanya Nanji sambil mengelap mulutnya. Ia makan tak sampai lima menit.
“Nuan menginap di rumah temannya karena besok libur kerja!”
“Apa aku boleh keluar sebentar, Bibi? Paman?”
“Pergilah, banyak anak muda nongkrong di kedai minum dekat pantai. Jangan pulang terlalu larut dan kenakan jaketmu!” pesan Bibi Wu.
“Baik, Bibi!” jawab Nanji bersemangat. Ia pergi ke jembatan maut menggunakan taksi. Beruntung Paman Wu memberinya uang cukup banyak. Sementara untuk pulang pergi ke jembatan hanya memerlukan biaya 30 Yuan.
Sepuluh menit kemudian, Nanji Laoren sudah berada di jembatan terpanjang di wilayah Qingdao. Ia menatap sungai kesedihan yang ada di bawah jembatan. Nanji sendiri baru tahu nama sungai tersebut dari supir taxi yang membawanya.
Nanji duduk di tepi jembatan hingga larut malam. Rasa lelah membuat Nanji menguap beberapa kali. Namun, Nanji masih menunggu keberuntungannya dengan sabar.
Satu jam kemudian, Nanji melihat ada seorang lelaki mencurigakan berjalan ke arah jembatan. Mungkin keberuntungan itulah yang ditunggu Nanji. Sosok yang akan bunuh diri.
Nanji berjalan menghampiri lelaki kumal itu, menyapa dengan ramah, “Pak tua, apa yang sedang kau lakukan?”
Pria tua yang ternyata seorang gelandangan itu menoleh ke arah Nanji. “Kau bicara padaku?”
“Apa ada orang lain disini selain kita?”
Gelandangan tua itu terkekeh. “Lihatlah diriku, di sisa hidupku yang hanya beberapa saat lagi justru mendapat perhatian! Sungguh menyedihkan!”
“Kau ingin terjun ke sungai?”
“Dengar anak muda, ini sama sekali bukan urusanmu! Tidak ada lagi yang menginginkan aku di dunia ini. Cucuku satu-satunya baru saja membuangku di jalanan, jadi untuk apa aku bertahan hidup?! Aku sudah tua, mati sekarang atau besok tidak ada bedanya!”
KLIK!!!
Nanji Laoren menekan tombol jam saku yang baru dikeluarkan dari kantong jaketnya di depan pria tua gelandangan. Saat itu juga muncul layar biru seukuran layar komputer di depan keduanya.
[Nama : Tang Hao]
[Sisa umur : 1 tahun, 4 menit, s
9 detik … 8 detik, 7 detik]
Pria tua bernama Tang Hao seketika membelalakkan mata. “Kau memiliki informasi nama dan usiaku, Anak muda? Bagaimana bisa?!”
“Aku adalah master waktu. Masih ada sisa satu tahun untuk memperbaiki hidup, Kek! Untuk apa kau membuang percuma usiamu?”
“Hidup ini terlalu menyedihkan! Aku tidak sanggup bertahan lagi. Jangankan sampai satu tahun kemudian, sampai besok pun aku tidak mau!”
Nanji menatap iba pada si gelandangan tua. “Sayang sekali! Kalau kau ingin mengakhiri hidupmu sekarang, bagaimana jika sisa hidupmu yang satu tahun itu kau berikan padaku?”
Tang Hao terbahak-bahak, lalu menjawab, “Ambillah, Anak muda! Kau mau satu tahun hidupku, aku memberikannya padamu! Gunakanlah sebaik-baiknya karena kau masih sangat muda!”
[Perjanjian persetujuan telah disepakati. Usia Tang Hao sebanyak satu tahun sukses masuk ke dalam sistem.]
Nanji mendengar suara Shou di dalam kepalanya. Bersamaan dengan itu layar biru transparan di depan Nanji menunjukkan sisa usia Tang Hao tak lebih dari dua menit lagi.
Tang Hao tersenyum puas setelah menyumbangkan sisa usianya pada pemuda tak dikenal yang mengaku sebagai master waktu. “Selamat tinggal, Anak muda!”
Setelah mengatakan itu pada Nanji, Tang Hao menjatuhkan dirinya ke dalam sungai kesedihan. Tubuhnya langsung menghilang di telan kegelapan dan arus deras sungai.
Layar di depan Nanji otomatis menampilkan data status terbarunya.
[Sistem Panjang Umur]
[Nama master : Nanji Laoren]
[Sistem pemandu : Shou]
[Usia master : 25 Tahun]
[Level master : Gold]
[Sisa usia : 87 hari, 22 jam, 15 menit, 29 detik ]
[Poin sistem : 10]
[Stok umur : 1 tahun]
Nanji menghembuskan nafas khawatir. Sisa hidupnya sudah berkurang satu hari.
“Aku harus segera menjualnya!” gumam Nanji saat berjalan menjauhi jembatan untuk mencari taksi.
BERSAMBUNG….
~Karya ini merupakan karya jalur kreatif~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
🍁мαнєѕ❣️💋🄿🄰🅂🄺🄰🄷👻ᴸᴷ
oohh gitu caranya. oke.. menarik 😁
2024-11-17
1
Winna
Piye to ini? Tak pikir mo ditolong kakek nya.. ternyata oh ternyata🤭😅
2024-03-05
0
Ali B.U
lanjut,
2024-02-28
2