Sistem Panjang Umur

Sistem Panjang Umur

Nanji Laoren

“Selamat sore, bagaimana kondisi anda hari ini?”

“Selamat sore, Dokter! Saya masih merasa lemah dan sakit seperti kemarin!” jawab Nanji Laoren tak bersemangat.

Dokter Chen tersenyum bijak, lalu berbicara lembut. “Saya paham. Kita sudah banyak melakukan tes dan penelitian, tapi hasilnya masih sama. Penyakit ini terdeteksi kronis dan sulit untuk disembuhkan sepenuhnya.”

Nanji Laoren sudah tahu kalau situasinya akan ada pada titik itu. Keterangan dokter yang diperhalus menunjukkan kalau tak ada harapan hidup untuknya. Sepertinya, nama Nanji Laoren yang artinya bintang panjang umur tidak berlaku untuknya. Ia akan segera mati menyusul kedua orangtuanya, itu faktanya.

“Saya merasa sangat frustasi, Dok! Jadi berapa lama sisa hidup saya?”

“Meskipun tidak dapat disembuhkan, kita masih bisa fokus pada manajemen gejala. Pengobatan paliatif dapat membantu meningkatkan kualitas hidup anda. Kita bisa mencari strategi baru untuk mengurangi rasa sakit, sehingga bisa meningkatkan kenyamanan hidup sehari-hari,” jawab Dokter Chen. Tidak mau menjawab secara langsung pertanyaan utama pasiennya.

“Kalau begitu, apa saja pilihan yang tersedia untuk saya?”

Dokter memberi saran, “Kita bisa mencoba terapi fisik untuk meningkatkan mobilitas anda, dan obat-obatan pilihan untuk mengurangi rasa sakit. Selain itu, mendiskusikan perasaan anda dengan seorang konselor bisa membuat anda lebih tenang, atau dukungan keluarga! Kedua hal itu dapat membantu meringankan beban mental anda.”

Nanji Laoren ingin berteriak, mengatakan pada dunia jika ia sudah tidak memiliki keluarga. Tidak memiliki orang dekat yang mau mendengarkan keluh kesahnya. Ia hidup sendiri, dan mengandalkan biaya dari pemerintah untuk mengobati sakit kronis–leukemia akut jenis khusus yang tidak ada obatnya.

“Sebenarnya saya sudah mencoba untuk tetap berpikir positif setiap hari, tapi terkadang hal itu sangat sulit dilakukan. Jadi berapa sisa umur saya, Dokter?”

“Saya di sini untuk mendukung anda. Mari kita bekerja sama dalam mengelola gejala dan menjaga kualitas hidup anda selama perawatan. Nikmati waktu tiga bulan yang anda miliki sebaik mungkin!”

Nanji Laoren menghembuskan nafas lelah. Jadi sisa waktunya hanya tiga bulan? Lalu apa yang akan dilakukannya selama tiga bulan sebelum mati? Berdiam diri di rumah sakit?

“Terima kasih, Dok! Saya akan pulang ke desa dan menghabiskan waktu yang tersisa dengan keluarga!” bohong Nanji Laoren. Ia memutuskan pergi dari rumah sakit saat itu juga. Pengobatan tidak lagi berguna, jadi untuk apa ia berdiam menunggu mati di tempat yang paling tidak disukainya.

Setelah dokter memberikan surat keterangan jika Nanji Laoren boleh meninggalkan rumah sakit, pemuda usia 25 tahun itu pun melangkah pergi, menuju suatu tempat yang diharapkan bisa meredakan gejolak emosinya.

Hari sudah malam saat Nanji Laoren tiba di Pantai Laoshan Qingdao. Nanji menapaki jalan berbatu dengan hati-hati, menuju ke tepian pantai yang berpasir putih. Matanya menatap kosong, jauh ke batas horison.

“Aaaaarrrgh!” Ia berteriak kencang melepas beban di dada dan pikiran. Sesaat kemudian Nanji tertawa terbahak-bahak hingga air mata menetes di pipi. Ia menangis tersedu-sedu di detik berikutnya.

“Dunia sungguh tak adil padaku! Apa salahku hingga aku ditakdirkan begini!” teriak Nanji Laoren kepada ombak yang bergulung-gulung di depan matanya.

Nanji Laoren jatuh berlutut di atas hamparan pasir. Isaknya tenggelam oleh debur ombak yang semakin menderu, dan desau angin malam yang berbisik mengejek takdir buruknya.

Untuk beberapa saat, Nanji terus saja meratapi nasibnya, hingga air matanya tak lagi bersisa. Ia menarik nafas dalam-dalam pada akhirnya, berusaha meredakan emosi yang meluap dan mencoba berdamai dengan waktu.

Nanji memukul dadanya penuh tekad. “Baiklah, jika ini yang semesta inginkan. Aku akan menerimanya dengan lapang dada! Mati muda tidak terlalu buruk juga!”

“Hei, lihat siapa yang sedang bersemangat hingga selarut ini mendatangi pantai? Merayakan sesuatu kawan?” Suara sinis dan kasar terdengar menyapa.

Nanji menoleh ke sumber suara dan mendapati sekelompok pemuda yang mulai mendekat. Ia spontan berdiri, dan mundur beberapa langkah. “Siapa kalian!”

Salah satu dari pemuda itu berdecak sinis. Ia mengunyah permen karet sambil memperhatikan Nanji–dari ujung kaki ke ujung kepala. “Kau, baru datang dari kota, huh?!”

“I-iya,” jawab Nanji. Firasatnya memburuk melihat para pemuda itu menatapnya tak bersahabat.

“Beri kami uang! Biasanya orang yang pulang ke desa karena telah sukses! Jadi aku rasa … berbagi sedikit dengan kami, tidak masalah bukan?!”

“A-aku, maaf tapi aku tidak memiliki uang!”

“Hei, ayolah kawan! Hanya sedikit saja berbagi apa itu sulit?” Pemuda tadi kembali berkata dengan tatapan tak suka.

Dua pemuda lain mendekat untuk menepuk pelan bahu Nanji dengan tongkat baseball. Salah satunya memerintah tegas, “Berikan uangmu sekarang!”

“Sungguh, aku tidak berbohong!” Nanji mengeratkan tas yang dibawanya ke dada. Uangnya tidak banyak, hanya cukup untuk pulang ke desa orang tuanya.

Pemuda yang mengunyah permen karet membuang ludah, “Habisi dia!”

Lima pemuda yang mengelilingi Nanji menatap liar dan kejam. Langsung menyerang Nanji bersama-sama. Mereka memukuli Nanji dengan brutal tanpa belas kasihan. Perut, punggung, kaki, hingga wajah Nanji babak belur.

“To-tolong!” Nanji pasrah. Ia sedang sakit parah dan tak punya daya untuk melawan balik lima orang sekaligus. Satu pukulan keras di rahang membuat Nanji jatuh tersungkur.

“Ciih, ini sangat tidak menyenangkan!” seru pemuda pembawa tongkat baseball.

“Astaga, sial sekali! Dia tidak memiliki banyak uang! Dasar pemuda miskin!” ucap salah satu pemuda saat menggeledah tas Nanji.

“Brengsek! Dia benar-benar fakir miskin, bahkan di kantongnya pun tak ada uang kecil!” Pemuda yang lain ikut menimpali usai memeriksa kantong Nanji yang telah terkapar tak berdaya.

Pemuda pengunyah permen karet, menginjak kepala Nanji tanpa perasaan. “Ayo kita pergi cari mangsa lain, biarkan si miskin ini mati disini!”

Nanji Laoren berusaha meraih kesadarannya yang menipis. Tubuhnya menelungkup di atas pasir dengan kondisi babak belur.

Nanji terbatuk, lendir bercampur darah keluar dari mulutnya. Sekuat tenaga ia membalik badannya. “Aku memang tidak beruntung, tapi setidaknya aku bisa mati di bawah langit penuh bintang yang indah ini.”

Nanji meratap lagi–mungkin untuk yang terakhir kali karena nafasnya mulai tersengal. “Lihatlah diriku ini wahai bintang yang bersinar! Apa aku pantas diberi nama Nanji Laoren–si bintang panjang umur?”

Satu detik setelah Nanji diam, ada bintang jatuh tertangkap matanya. Nanji bergumam pelan, “Bintang jatuh … andai aku bisa mendapatkan keberuntungan atas takdirku yang sial ini!”

Langit seolah menjawab permohonan Nanji, bintang-bintang berjatuhan bak hujan meteor yang sangat indah. Nanji tersenyum dalam keputusasaan. “Tidak mengapa aku tidak mendapatkan kesempatan kedua, setidaknya aku bisa menyaksikan hal indah ini di akhir hidupku! Aku tidak akan menyesal, mati sekarang atau tiga bulan lagi tidak ada bedanya.”

Nanji menutup mata saat bintang paling terang di atasnya jatuh. Ajal sepertinya sudah tiba karena untuk membuka mata pun ia sudah tidak bisa.

DING!!!

BERSAMBUNG….

~"Karya ini merupakan karya jalur kreatif."~

Terpopuler

Comments

Ali B.U

Ali B.U

hadir Thor.

2024-02-28

2

𒁍⃝🦊𝑛𝑜𝑣𝑖𝑡𝑎 ➳ᴹᴿˢ᭄

𒁍⃝🦊𝑛𝑜𝑣𝑖𝑡𝑎 ➳ᴹᴿˢ᭄

mampir kak🤸‍♀

2024-02-11

0

indah aca

indah aca

mampir yo AL...masio blm bisa move on teko al,dewa aq tak baca e loncat2

2024-01-30

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!