Rea terlalu terpesona. Baru pertama kali dia melihat wajah tampan secara live di depan mata. Biasanya dia hanya menghalu tentang artis top Korea, atau bintang halyu K-pop generasi kedua, seperti idolanya Choi Siwon dari member super Junior.
"Re, sadar, Re. Jangan malu-maluin." Atika berbisik di depan telinganya. Satu tangannya mencubit lengan Andrea, hingga si empunya tersadar, dan mendelik ke arah Atika.
"Sakit, Tik. Ngapain lo nyubit gue?" Suaranya lirih, persis di depan wajah Atika.
"Fokus, jangan oleng. Heran aku sama kamu, selalu lemah sama cowok cakep. Eh tapi emang cakep sih, tapi jangan malu-maluin dong." Atika kembali berbisik.
"Gue tau," ujarnya lirih pada Atika. "Gue harus jual mahal lah, siapa tau dia naksir gue," lanjutnya dalam hati.
Andrea berdehem, memasang wajah dingin, dan sok-sokkan ketus. Dia mengeratkan tali ranselnya, dan kemudian duduk di depan pemuda bernama Dimas Kenz Alexander itu.
"Ada perlu apa, ya?" tanyanya dengan wajah khas datarnya.
"Yang sopan sama senior, Dek. Baru jadi maba udah angkuh lo. Nggak dapet jodoh nangis."
"Kalau nggak ada perlu, mendingan aku pergi deh." Dimas membereskan bukunya, hampir beranjak dari kursi tempatnya duduk. Namun, gadis urakan itu lebih dulu menggenggam lengannya. Memutus langkah kaki Dimas, dan membuat bola mata sipit itu menatap padanya.
"Busyet, kulitnya alus bener nih cowok. Handbodynya merek apaan, ya. Gue kok jadi insecure. Mana gue kalau pakai handbody ngembat punya si Atika yang sebotol cuma empat ribu harganya." Dia berbicara dalam hati.
"Bisa dilepas nggak Bang tangannya, nanti dipikir aku ada something sama abangnya."
Atika hampir meledakkan tawanya, namun gadis itu menahannya. Bisa disangka gila pada seluruh penghuni kantin. Sememtara Heru, hanya diam dan sejak tadi curi-curi pandang ke arah Atika.
Bibir Rea berkedut, dia segera melepas tangannya dari lengan Dimas, berdiri dan hampir menggebrak meja. "Woy, maksud lo apaan, gue it—"
"Nggak usah banyak komentar deh, Ndre. Buruan, aku laper nih." Atika menyambar, masih dengan menahan tawa.
Andrea mendelik padanya, namun Atika hanya senyum-senyum saja.
Kembali mengalihkan tatapannya pada sosok Dimas. Pemuda itu sungguh membuat jantung Andrea kebat-kebit. Namun, begitu menyebalkan.
"Okelah to the point aja, ya. Gue mau minta pertanggung jawaban lo."
Diamas menoleh pada Heru yang berdiri di belakangnya. Heru sama terkejutnya dengan kalimat yang spontan keluar dari mulut Andrea.
"Emang cowok bisa hamil?"
"Maksud lo, gue nggak hamil. Pikiran lo aja yang ngeres. Gue minta pertanggung jawaban akan kelakuan lo yang bikin gue hampir mati karena penasaran siapa si pembunuh Dominic."
Mendengar itu, Dimas langsung paham, jika gadis yang dia kira pria ini adalah penikmat novel miliknya, yang dia upload di blog.
Memang sudah dua bulan ini, dia menggantung ceritanya. Kesibukan karena ujian akhir SMAnya, dan ujian masuk universitas, membuat Dimas lebih mengutamakan studynya daripada novel thriller miliknya.
"Oh, soal itu."
"Apa?"
"Sorry, sibuk di dunia nyata."
Andrea mendecih, gadis tomboy itu melipat kedua tangannya di depan dada.
"Nggak bisa, ini nggak bisa diselesain dengan kata maaf. Lo kudu tanggung jawab, karena bikin waktu gue terbuang percuma dengan nongkrong di warnet yang nggak ada hasilnya. Lagian, lo juga udah bikin gue bakar duit. Lo itung 3 ribu kali 60 hari, gue lakuin buat ke warnet demi bisa baca novel lo, tapi lo dengan teganya PHPin gue, anjirr."
Dimas menaikkan satu alisnya. "Terus kamu maunya apa?"
"Gantiin duit gue lah. Itung tuh berapa duit, gara-gara lo, gue sampai makan cuma sekali sehari."
Atika terbatuk di samping Heru. Apanya yang sehari sekali, dia saja suka sekali merampok makanan milik Atika.
Dimas diam, pemuda itu tak menjawab. Dia membuka tas ranselnya yang berada di kursi di samping kanan tempatnya duduk. Pemuda itu mengambil dompet lipat berwarna hitam, lalu mengambil uang dua lembar uang senilai dua ratus ribu rupiah.
"Nih, kembali dua puluh ribu," ujarnya.
Andrea terganga di tempatnya. Benar-benar anak orang kaya, batinnya.
"Banyak duit ya lo."
"Biasa aja."
"Oke, ini buat tanggung jawab lo pokoknya, tapi gue nggak punya kembalian, gimana?"
"Besok anterin ke sini, titipin ke Heru. Kalau nggak dikembaliin, aku anggep utang." Dia berkata.
Dimas sudah berdiri, namun Andrea kembali berteriak. "Tunggu dulu."
"Mau apa lagi?"
"Minta nomor hp lo."
"Buat apa?"
Andrea tersenyum, sambil menyelam minum lumpur. Sembari menagih novel, dapat nomor penulisnya. Modus ala Andrea pokoknya.
"Ya gue kan pelupa, Bray. Takutnya gue lupa dan khilaf balikin duit lo, jadi minta nomor lo dong. Gue nggak mau ya utang dua puluh ribu lo tagih di Akhirat. Gimana kalau lo iklasin aja gitu. Mayan buat nyicil mahar." Di kalimat terakhir, ucapannya sedikit lirih.
"Kamu bicara apa?"
"Lupain."
Di belakang sana Atika sudah geleng-geleng kepala.
Dimas yang malas berdebat, langsung mengambil bolpoin, dan kertas dari dalam tas. Lantas menulis nomor ponselnya, dan diserahkan pada Andrea.
"Sudah, kan? Jangan gangguin, banyak kerjaan. Soal novelku, kapan-kapan aja. Jangan datang ke warnet, aku males ganti rugi. Lagian...." Pemuda itu menggantung kalimatnya. "Kamu jarang makan? Mending makan, duit tadi buat makan. Jangan males, tubuh modelanmu gitu, ntar dikira cewek, malah gak laku."
Andrea ingin menghajar wajah tampan pemuda di depannya ini, tapi sayang.
"Woy maksud lo apa. Jangan ngatain lo, Cil. Ntar lo jadi jodoh gue, nanges."
Dimas melirik tajam padanya. "Gila, udah aneh, gila lagi. Masih normal aku, Bang. Cabut yuk, Her. Lama-lama di sini makin tertular keanehan itu orang," ujarnya.
Atika sungguh tak kuasa menahan tawa. Dia membekap bibirnya, agar tawanya tak meledak saat itu juga.
Baru, saat kedua pemuda itu sudah jauh dari pandangan, tawa Atika langsung meluncur, dan mendapat hadiah berupa geplakan di bahunya. Pelakunya tentu saja Andrea.
"Sakit, Re."
"Bodo, ngapain lo ikutan si bantet manggil gue Andre? Gue jadi nggak ada kesempatan tebar pesona nih, Tik. Karena tuh cogan ngira gue cowok."
"Halah pesona apa yang lo punya, dasar." Atika menatap temannya. Bagaimana tidak dipanggil abang, dandanan saja mirip begal. Meski sebenarnya Rea itu berpotensi memiliki wajah cantik, dan elegan. Namun, tertutup oleh tebalnya debu, karena malas mandi, dan membersihkan wajah.
Andrea mendumel, dia kemudian menyimpan nomor Dimas dalam ponselnya. Dalam beberapa detik dia menatap nomor ponsel yang sudah dia save itu.
"Gila ya tuh, cowok. Suara gue mirip personel Worder girl, masih aja dipanggil, Bang. Cakep sih, tapi rese. Gue sumpahin lo jodoh ama gue."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Akira Arfianita
lanjoottt
2024-01-13
1