Pagi itu, Rea benar-benar pergi ke fakultas teknik, bermodalkan nama dari informan yang tak lain adalah sahabat semasa SMAnya Rosyid.
Andrea berangkat ke kampus bersama Atika, menggunakan sepeda motor matic berwarna biru keluaran tahun 2003 milik Rosyid.
Kampus masih sepi karena memang masih pagi, atau memang gadis itu yang terlalu bersemangat karena akan bertemu penulis yang membuatnya penasaran setengah mati.
Motor matic itu berhenti di depan fakultas teknik. Melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan, gadis itu kemudian memilih turun diikuti Atika, lalu melepas helm yang ditaruh di atas stang motor.
"Kamu udah yakin kalau apa yang dibilang temennya Mas Rosyid itu bener? Gimana kalau kita salah orang?"
Rea melirik Atika dengan ekor matanya. Dia yang tadi asyik mengamati fakultas teknik, dengan kepala yang beberapa kali melongok ke arah bangunan tinggi bertuliskan fakultas teknik, kini beralih atensi pada sosok Atika.
"Yakin lah, dia nggak mungkin bohongin gue. Tapi kalau ngibulin cewek sering dia."
"Kamu kan cewek, Re."
"Halah, Rosyid udah nganggep gue itu cowok. Udah deh naik lagi. Kita masuk ke sana. Ntar tanya mahasiswa di dalem," ujarnya. Rea kembali memakai helmnya, dan naik ke atas motor bersama Atika yang duduk di boncengan.
Mereka memang tak pernah datang ke sini. Pernah hanya lewat sekedar tour kampus karena jarak fakultasnya, dan fakultas teknik cukup jauh.
Selang beberapa menit, Rea sudah memarkirkan motornya di tempat parkir khusus mahasiswa, dan kembali melepas helmnya, dilanjutkan turun dari motor.
Gadis tomboy itu memperbaiki rambutnya yang berantakan, berbekal kaca spion dari motor milik Rosyid. Beberapa mahasiswa tampak memperhatikannya karena keduanya cukup asing di sini.
"Napa lo lihat-lihat? Gue tau gue cakep," ujar Rea dengan sedikit mendelikkan matanya pada gerombolan empat orang pemuda yang terus menatap wajahnya.
"Tik, ada yang salah sama wajah gue ya?" tanyanya pada Atika.
"Salah lah, mereka pasti tuh bingung kamu cowok apa cewek."
"Dasar sok ingin tau aja. Udah deh, investigasi yuk." Rea mengambil topi putih favoritnya dari dalam tas, lalu mengeratkan tas ranselnya di punggung, berjalan masuk diikuti Atika yang berusaha menyamakan langkahnya dengan si gesit Andrea.
Mereka berdua memilih ke taman fakultas, yah pasti banyak yang berkumpul di tempat itu, mengingat ini masih pagi. Udara masih sejuk, dan cocok untuk mengais oksigen dari rindangnya pohon di tempat ini.
"Ini kita langsung nyari cowok yang namanya Dimas Alexander itu, apa temennya Mas Rosyid dulu, Re?" Atika menyambar sembari berjalan di sisi kiri Rea.
"Nyari si Heru dulu, temennya si bantet. Ntar tuh cowok kegeeran lagi. Lagian gue mau mantau dari jauh dulu, Tik. Gimana tuh modelnya, wajahnya, jangan-jangan emang bulukan lagi. Kan kalau bulukan gue minggat duluan."
"Kamu itu nyari dia buat jadi pacarnya, atau mau nagih orangnya buat lanjut novelnya? Kalau buat nagih novelnya ya bodo amat mau dia bulukan kek, panuan kek, kena kadas kurap, ya kamu nggak usah minggat." Atika menggelengkan kepalanya melihat kelakuan temannya.
"Ya kalau cakep sekalian lah gue pepet. Siapa tau sekali nyemplung tenggelem sekalian, bisa nagih novelnya, eh dapat orangnya juga. Ingat Tik gunakanlah kesempatan dalam kelonggaran."
"Tau ah, serah deh. Buruan."
Andrea mengangguk, dia kembali melangkah ke arah taman. Benar saja, banyak mahasiswa maupun mahasiswi yang berkumpul di sana. Sampai Rea, dan Atika berpapasan dengan seorang cowok kutu buku, dengan kacamata kuno berjalan berlawanan arah dengan mereka berdua.
"Bro, boleh nanya?" tanya Andrea, yang membuat langkah pemuda itu terhenti.
"Nanya apa ya, Bang?" ujarnya.
Atika tergelak, sementara Andrea mendengkus kesal. "Bang, Bang, mata lo udah empat masih nggak bisa bedain gender orang. Gue cewek, woy. Gue ajak gelud juga lo."
Pemuda itu bergidik dengan tatapan mata Rea. Dia meminta maaf dengan tubuh bergetar.
"Gue boleh nanya, nggak?"
"Re, kamu nakutin dia," sambar Atika.
"Takut napa sih, gue nggak makan orang. Lagian jadi cowok cemen banget sih lo, Bro. To the point aja, lo kenal sama yang namanya Heru Febriyanto?"
Pemuda itu mengangguk pelan. "Kenal, tuh yang lagi duduk di bawah pohon, sama dua orang cowok, Heru pakai kaos hitam." Si culun menunjuk tiga orang cowok yang tengah bercengkrama di bawah pohon tak jauh dari mereka berdiri.
"Yang pakai kaos hitam?"
"Iya."
Andrea mengangguk, dia menepuk bahu si culun, dan langsung pergi menghampiri Heru bersama Atika.
"Sorry, lo yang namanya Heru Ardianata, temennya Rosyidin Ikbal Jaelani?" tanyanya, setelah dia sampai ke tempat Heru berada. Begitu ada Rea, teman-teman Heru izin pergi ke kelas lebih dahulu karena mereka pikir ada masalah pribadi antara Heru dan si gadis tomboy.
Yang dimaksud langsung mengangguk, dia maju ke depan, dan mengulurkan tangannya ke arah Rea.
"Iya, gue Heru, dan lo?" Saat berjabat tangan, Heru memperhatikan sosok Rea karena familiar dengan si tomboy itu.
"Gue Rea, Andrea Eleana. Sorry, sebelumnya gue tau lo dari si bantet Rosyidin. Katanya lo kenal sama si penulis blog, penulis buku genre thriller berjudul 'Enigma' Rosyid ngomong sama gue lo kenal sama dia."
Heru mengangguk penuh semangat. "Oh, lo yang dibicarain Rosyid, katanya pengen ketemu tuh penulis karena lama nggak update tulisannya?"
"Bener, Bro. Katanya dia anak teknik jurusan informatika, bener nggak tuh?" tanyanya.
Andrea mengangguk mantap, dia melirik Atika, dan gadis itu mengangguk saja dengan rencana temannya ini.
"Bentar, keknya dia di kantin. Ayok lah gue anterin."
Rea kemudian mengekor pada Heru. Mereka bertiga berjalan beriringan ke arah kantin fakultas teknik, yang terletak tak jauh dari taman.
Sepuluh menit berlalu, mereka bertiga tiba di kantin. Heru kemudian menunjuk seorang pemuda yang duduk di membelakangi pintu masuk kantin. Pemuda itu tengah asyik membaca buku tebal, yang membuat Amdrea sudah pusing dengan melihatnya saja.
"Tuh, orangnya yang lagi asyik baca buku. Ayo ke sana." Heru berjalan mendahului, di belakangnya kedua gadis itu mengekor.
Dengan hati berdebar, Rea mengikuti langkah Heru. Dalam hati, gadis itu merapal kata, "Jangan bulukan, jangan bulukan, jangan bulukan."
Sampai kemudian ketiganya berhenti tepat di belakang pemuda itu duduk. Heru menepuk pundaknya sembari memanggil namanya.
"Dim, ada yang nyariin lo," ujar Heru.
Bagai adegan slow motion, pemuda itu kemudian menoleh ketika mendengar suara Heru. Rea harap-harap cemas, dan detik selanjutnya mata Rea membulat ketika pemuda itu menoleh ke belakang dengan menampilkan wajah stoicnya, namun sangat tampan di mata Andrea.
"Ada perlu apa ya?"
"Ganteng banget," ujar Rea dalam hati, dan dia nyaris pingsan di tempat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Relare
tadi bawa kasur kalo mau pingsan
2024-01-20
1
Akira Arfianita
👍👍👍👍
2024-01-13
1