Bab 2. Penasaran

Rea melemparkan tubuhnya ke atas kasur busa, di dalam kamar kos yang dia tempati bersama teman kuliahnya Atika, gadis manis asal solo yang merupakan teman satu jurusannya di fakultas ilmu pendidikan.

Perasaannya masih kesal karena ulah si author gagal move on yang sudah dua bulan enggan mengupdate bab terbaru novel misteri yang Rea tunggu, nyaris sepulang kuliah. Bahkan, sepulang dari warnet, Rea terus uring-uringan karena rasa penasaran akan bab terbaru dari novel favoritnya tak terobati. Bahkan si penulis cenderung menggantung karyanya.

Atika yang asyik menyisir rambutnya di depan cermin kecil yang dia gantung di dinding, menoleh ke samping. Di mana Rea tengah berbaring dengan mata terpejam, dan tangan kanan yang berada di atas dahi, namun kakinya kakinya menjuntai ke bawah menyentuh lantai. Hanya setengah tubuhnya saja yang berada di atas kasur.

"Kenapa, Re? Duitmu habis?" tanyanya. "Buat taruhan bola lagi ya sama Mas Rosyid." Atika melanjutkan, lalu kembali menatap cermin dan kembali menyisir rambutnya.

Menurunkan tangannya dari atas dahi, Rea kemudian memilih bangun. Dia duduk di tepi ranjang, menoleh pada sosok Atika yang kembali melanjutkan aktivitasnya mengepang rambutnya di depan cermin.

"Opsi pertama bener, tapi opsi kedua salah lo, Tik."

Atika menggantung tangannya di udara, melepaskan kepangan rambutnya, dan surai hitam itu kembali terurai. Mendengar cerita temannya tentu lebih mengasyikan bagi Atika. Rea itu agak aneh orangnya, memiliki segudang cerita konyol jika sudah berkumpul dengan genk somplaknya yang isinya semuanya laki-laki, Rosyid, Adrian, dan Amin. Terlebih Rosyid yang merupakan partner incrimenya Rea.

"Terus apa?"

"Tuh si penulis mager, penulis novel misteri di blog yang sering gue tungguin. Udah dua bulan tuh penulis ilang dari dumay. Kan gue jengkel, Tik. Soalnya tiap hari gue harus nyisain uang saku buat nyewa komputer di warnet. Bayangin aja tiga ribu lo kaliin 60 hari, berapa duit yang udah gue bakar tuh. Emang pengen gue gebukin tuh orang." Bibirnya berkomat-kamit menyumpah serapahi si penulis.

Tika kembali melanjutkan mengepang rambutnya, namun kali ini sembari berjalan, dan berakhir duduk di samping Rea yang masih menggerutu.

"Udah deh, emang sebagus itu novelnya?"

"Kalau nggak bagus nggak gue tungguin. Lo tau kan gue penggemar novel misteri, horor, thriller, yang berbau detektif. Soalnya bisa macu adrenalin. Buat otak cerdas juga karena ikutan nebak plotnya, dan si penjahatnya. Nah ini lagi di bab genting, si detektif udah mengeluarkan deduksinya, tinggal mengatakan siapa pelakunya, lah si gagal move on menghilang. Sumpah deh, kalau ketemu pengen gue tabok mukanya. Kalau cakep gue pacarin juga boleh lah."

Tika memukul bahu temannya, berlanjut kembali berdiri, dan menaruh sisirnya ke dalam kotak. Kepalanya menggeleng dengan kelakuan absurd temannya ini. Perempuan, namun gayanya mirip bahkan nyaris menyerupai laki-laki. Bahkan, banyak yang sering mengira Andrea adalah laki-laki, meskipun dia memiliki suara lembut. Namun, banyak orang yang terkecoh dengan dandanan, dan perawakannya yang memang tinggi menjulang, hampir seperti tiang listrik.

"Ngaco lo, iya kalau cakep. Kalau Om-om gendut yang nulis, masih mau kamu pacarin?"

"Ya nggak lah. Selera gue kan highclass, Tik. Kali aja tuh penulis mirip Dao Ming Tse, atau mirip Jimmy Lin kakaknya Boboho, kan mayan gue dapat suami orang China bisa memperbaiki keturunan." Rea masih memasang senyuman lebar di bibir. Mulai berdelusi, membayangkan sosok Jerry Yan, aktor favoritnya menjadi suami masa depannya.

Konyol memang, meskipun tomboynya sudah tak tertolong lagi, namun tentu gadis itu tentu masih memiliki ketertarikan dengan pria tampan. Terutama aktor-aktor dari kawasan Asia timur, terutama Korea, China, dan Taiwan.

"Kebanyakan delusi kamu, nggak usah ngarang deh. Nggak ada ya Jimmy Lin nyasar ke Semarang. Jangan kebanyakan halu, Re. Eh ngomong-ngomong kamu pulang sama siapa tadi?" tanyanya karena Rea mengatakan jika uangnya habis, tentu tidak mungkin dia berhutang dengan supir angkot.

"Oh, gue bawa motornya si Rosyid."

"Terus Mas Rosyidnya ke mana?" tanyanya.

Rea kembali menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Walau sedang kesal dengan si author gagal move on. Untungnya dia mendapat bayangan wajah tampan Jerry Yan, akhirnya rasa kesalnya sedikit minipis, lalu menguap, dan hilang. Dia itu tipe mudah melupakan, Atika pun paham. Gadis slengekan itu bukan tipe pendendam.

"Ketemu temennya, maba dari fakultas teknik, tadi gue lihat gerombolan maba dari fakultas teknik ke warnet tempat gue nongkrong, Tik. Katanya sih dulu temen sekelas waktu SMA, tapi nggak naik kelas sekali, akhirnya jadi juniornya deh. Eh tapi ya, Tik. Sumpah anak teknik bening-bening." Andrea berkata dengan wajah berbinar cerah.

Atika menggelengkan kepalanya, pusing dengan kelakuan temannya. Tetapi bagus juga, jika Rea tertarik dengan pria. Dulu saja, temannya ini bimbang dengan gendernya sendiri.

"Dasar kamu, ya udah deh aku mau ke warung beli makan. Mau ikut apa nitip?" tanyanya.

"Nitip aja deh, kaya biasa ya. Nasi rames nasinya separo aja, jangan banyak-banyak. Sama beliin teh dingin di minimarket sebelah warung ya, Tik."

Atika mengangguk, dia mengulurkan tangan ke arah Rea. Membuat gadis tomboy itu mengeryitkan dahi.

"Duitnya mana?"

"Pakai duit lo dulu, ya. Duit gue habis. Besok kalau dikirimin Bapak, gue balikin deh. Ya, lo kalau jadi anak baik calon bidadari surga pokoknya, Tik."

Bibir Tika mendumel, "Kebiasaan." Namun tetap saja gadis itu tak bisa menolak permintaan sahabat baiknya, yang kadang bobroknya sudah di luar prediksi Nasa.

"Ya udah, aku pergi dulu. Mana kunci motornya Mas Rosyid, aku mau pinjem."

Rea merogoh saku celananya, lalu bangun dan meletakkan kunci motor milik Rosyid ke telapak tangan Atika, dan dia kembali berbaring.

Lima menit setelah Atika pergi, ponsel milik Rea bergetar. Ponsel yang ditaruh begitu saja di samping bantal, kemudian dia ambil. Membaca SMS dari Rosyid.

"Ngapain nih si bantet SMS gue, katanya balik sama temennya. Apa dia menang lotere ya, dan mau traktir gue makan? Bisa jadi."

Rea buru-buru membuka folder pesannya. Tulisannya disingkat-singkat, namun Rea paham betul bahasa SMS.

"Jenk, gue tau siapa si author gagal move on, pujaan lo itu." Ketikkannya bahkan dicapslock semua.

Mata Rea langsung terbuka lebar, dengan cepat dia balas mengetik pesan untuk Rosyid.

"Siapa?" Dadanya sudah berdebar-debar, takut jika ucapan Atika, jika si author adalah om-om gendut menjadi kenyataan.

"Temennya temen gue, maba dari fakultas teknik."

Andrea terdiam, masih dalam posisi antara shock, dan berpikir realistis.

"Anak Teknik? Siapa ya?"

Terpopuler

Comments

Relare

Relare

samperin

2024-01-20

1

Akira Arfianita

Akira Arfianita

lanjotttt

2024-01-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!