Gadis Bar-bar Untuk Mr. Ice
"Ke mana sih tuh penulis. Uang jajan gue udah habis lagi buat nyewa komputer tiap hari, mana nggak update-update lagi. Terus yang bunuh Dominic siapa dong? Si Arsen, Lucas, atau Jeremy? Bener-bener nih orang."
Gadis yang tengah menggerutu di depan layar komputer di dalam warnet itu, bernama Rea. Nama lengkapnya adalah Andrea Eleana. Gadis tomboy, kuliah di fakultas pendidikan baru semester 3. Hobinya nongkrong di warnet untuk membaca novel online, dan berselancar di laman pencarian. Mencari kehaluan pada bintang-bintang halyu generasi kedua.
"Mending gue tulis juga nih di kolom komentar."
Dengan cepat jari lentik itu mengetik pada kolom komentar, hingga suara keyboard dari komputer di hadapannya berbunyi nyaring saking kesalnya dia. Bayangkan saja sudah dua bulan, dan si pena Author gagal move on tidak memperbaharui novel miliknya.
"Bang, lo ke mana sih? Kalau pingsan wawancara dong. Nih gue kepo banget sama kelanjutan novel lo. Siapa yang bunuh si Dominic? Awas lo nggak update, gue cari lo sampai ketemu, kalau lo nggak mau update juga, siap-siap lo gue kawinin."
Rea mengirim komennya di kolom komentar, kesal bercampur emosi. Bagaimana tidak, setiap hari dia menghabiskan uang hanya untuk berlama-lama di dalam warnet. Yah selain mencari udara dingin, dia juga menunggui author favoritnya mengupdate cerita.
Hampir 15 menit, dan tidak ada balasan. Rea menggerutu, gadis tomboy itu bahkan hampir menyerah.
"Halah, dahlah kalau kek gini. Mending tidur di kosan. Andai duit gue banyak bisa beli komputer sendiri, mantengin sehari semalam gue jabanin. Sumpah ya ketemu nih author, gue ajak baku hantam. Kalau niatnya bikin gue jadi penasaran sampai nggak bisa tidur, mending lo nggak usah nulis!" teriak Rea dari bilik komputernya. Suaranya nyaring memekakkan telinga.
Pemuda yang duduk di bilik sebelah Rea, langsung berdiri. Kepalanya melongok dari balik sekat terbuat dari papan kayu.
"Mas nggak usah teriak-teriak, kalau nggak dapat cewek tuh usaha, jangan chatingan doang. Kena PHP kapok, soalnya cewek-cewek sekarang suka masang poto orang lain. Pas ketemu eh mukanya beda," ujar penghuni bilik warnet di samping Rea. Matanya menelisik pada layar komputer milik Rea.
Setiap bilik di warnet ini disekat dengan papan setinggi leher orang dewasa. Bagi yang otaknya kotor, sering digunakan untuk ajang mojok dengan kekasihnya. Dasarnya Rea jomblo seumur hidup, dia ke tempat ini hanya seorang diri. Bermodalkan uang saku sisanya, yang dia kumpulkan setiap hari.
"Mas, Mas, gue cewek. Nggak lihat muka gue cakep nih kek artis Korea."
Pemuda yang duduk di bilik samping Rea hanya melongo. Bibirnya bungkam, hanya mampu menatap gadis tomboy itu pergi, dengan membawa tas ranselnya yang disampirkan di bahu kanannya keluar dari warnet.
"Cewek toh, gue kira cowok. Cakepan dia daripada gue," gumam pemuda yang sekarang memilih duduk kembali di biliknya, dan menyetel musik dari komputer yang dia sewa.
Rea memutuskan duduk di depan warnet. Ada bangku kayu yang tersedia di sana. Dia mengambil hp kecil di dalam saku celana panjang yang dia kenakan, lalu memakai topi putih favoritnya.
"SMS si Rosyid aja lah, suruh jemput. Duit gue udah habis buat naik angkot. Kalau boleh ngutang sih nggak apa-apa?"
Rea memutuskan untuk menghubungi temannya, dengan mengetik lewat SMS. Namun, karena tak kunjung dibalas. Gadis itu merasa kesal, dia lalu menutup folder pesannya, dan beralih ke kontak guna menghubungi sahabat sekaligus genk somplaknya.
Tak lama panggilannya tersambung, suara berisik terdengar di telinga Rea. Sampai detik berikutnya, sahabatnya itu berbicara.
"Ngapain sih, Ndre. Gangguin gue aja lo."
"Jemput gue, Jenk. Depan warnet bebas hambatan. Duit gue habis, nggak bisa balik ke kosan nih." Gadis itu mendumel di telepon.
Terdengar Rosyid menggerutu di ujung sana. Namun, Rea tak peduli. Sudah terbiasa dia dan Rosyid sering berdebat. Akan tetapi, itulah cara mereka bisa berteman dengan akrab layaknya saudara.
"Kebiasaan lo, penulis favorit lo belum update apa?" tanyanya.
"Ya kalau udah, gue nggak esmosi, Jenk. Buruan udah mau jam 4, gue belum mandi, belum makan ini. Si Tika gue tinggalin sendirian di kosan."
Meskipun dengan gerutuan, Rosyid akhirnya memilih menggiyakan saja, dan Rea memutuskan untuk mematikan sambungan teleponnya.
Dia masih duduk di sana, memperhatikan keadaan sekitar. Sampai dirinya melihat gerombolan mahasiswa baru berjalan masuk ke arah warnet. Meskipun berbeda fakultas dengannya, namun Rea paham jika mereka adalah maba dari jurusan teknik.
"Maba teknik cakep-cakep ternyata." Namun, Rea hanya melihatnya sekilas, sebelum atensinya kembali terarah pada pemandangan di hadapannya.
Dia tidak menyadari salah satu dari mereka berhenti melangkah, dan memperhatikan gerak-geriknya.
Pemuda itu terlihat mencolok di abtara gerombolan mahasiswa yang lain yang terdiri 6 orang tersebut. Matanya sipit, rambutnya model rambutnya mirip member boy grub asal negeri ginseng generasi kedua yang sering mampang di majalah remaja.
"Napa, Dim?" tanya salah satu pemuda di gerombolan itu karena melihat temannya terus memperhatikan ke arah Rea yang duduk di kursi kayu seorang diri, tengah asyik menatap ponselnya.
"Nggak, tuh lho yang duduk di sana itu, dia cowok apa cewek sih? Kalau cewek kok dandanannya kek cowok, kalau cowok kok cantik." Dia berkata.
Heru, pemuda itu merangkul pundak temannya. "Cowok cantik kali? Napa suka lo?"
"Nggak lah gue masih normal." Heru terkekeh, lalu menyeret temannya untuk mengikuti dirinya masuk ke dalam warnet. Namun, pemuda itu masih memperhatikan sosok Rea, sampai dirinya berada di ambang pintu warnet.
Matanya masih menelisik ke arah di mana si tomboy itu duduk. Dia cukup penasaran, namun untuk menyapanya, pemuda itu ragu.
Apa iya dia harus bertanya secara gamblang, dia laki-laki atau perempuan. Bahkan mengenalnya pun tidak, dan ini adalah pertemuan pertamanya dengan gadis tomboy bernama Andrea itu.
"Jangan diperhatiin terus, jodoh ntar." Heru menggodanya.
"Nggak mungkin."
Heru terkekeh, pemuda itu masuk terlebih dahulu. Namun, dalam beberapa detik, Dimas masih terus melarikan tatapannya pada sosok si tomboy.
Perasaannya aneh, benar-benar aneh. Seperti ada magnet yang terus membuat matanya enggan lepas untuk menatap segala tingkah konyolnya, termasuk saat Andrea misuh-misuh di depan layar ponselnya.
"Dasar aneh, marah-marah sama HP. Nggak ada kerjaan lain apa? Konyol....." Kalimatnya terhenti. Dimas bukan orang yang suka ikut campur urusan orang, bahkan dia tipe cuek level grade A. Namun, kenapa gadis tomboy itu mampu membuat dirinya berhenti, dan menatapnya lebih dari satu menit.
"Konyol, aku udah gila." Dia berkata sembari menggelengkan kepalanya, dan masuk ke dalam warnet.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Relare
hay, say...
2024-01-20
1
Akira Arfianita
yuhuu aq datanggg thorr🤣
2024-01-13
1
IG: lee_editing_03
Deketin, ajak kenalan dan tanya dia cewek apa cowok 😅
2024-01-12
1