Kesedihan

Sofia, bapak dan ibu pulang dari sawah melewati jalan yang tadi Sofia lewati. Terlihat Sofia sangat bahagia karena dia berjalan sambil melompat-lompat dan berlarian kecil seperti anak-anak yang dapat hadiah.

Hal itu tidak luput dari penglihatan Danu yang masih membajak sawah. Dia tersenyum melihat Sofia ceria seperti itu. Terkadang hal-hal kecil seperti itu yang membuatnya semakin jatuh cinta pada Sofia.

“Pelan-pelan nak, kamu itu loh sudah kaya anak kecil saja. Malu dilihat orang lain itu” ucap ibu sambil geleng-geleng kepala.

Ibu tau kalau anak gadis satu-satunya ini sedang sangat bahagia. Entah karena apa itu, tapi ibu juga senang melihatnya.

\~*\~

Sofia buru-buru masuk ke kamarnya setelah sampai di rumah. Ia mengobrak-abrik tasnya untuk mencari surat pemberitahuan dari sekolah. Sampai-sampai semua isi tasnya berceceran di lantai.

Ibu yang melihat itu sedikit marah dan mengomel pada Sofia.

“Ya Allah nak, kamu ini sedang apa? Kenapa dikeluarkan semua itu. Jadi berantakan kan”

Ibu hanya bisa menghela nafas. Memang sedari kecil Sofia dimanjakan jadi saat sudah besar seperti ini sifat kanak-kanaknya masih belum hilang juga. Mau bagaimana lagi, anak perempuan satu-satunya.

Itu pun ibu dan bapak baru mendapatkan Sofia saat umurnya sudah tidak muda lagi. Harus menunggu 12 tahun sampai ibu dan bapak memiliki Sofia.

Tidak heran ibu sangat memanjakan Sofia.

“Bu lihat ini, ayo ibu sama bapak duduk dulu. Biar bisa baca dengan jelas apa yang ada di surat ini” ucap Sofia dengan semangat.

Bapak dan ibu duduk dan membaca surat yang diberikan Sofia. Sambil tidak sabaran Sofia menunggu reaksi dari ibu dan bapaknya. Tapi tidak ada reaksi apapun. Ibu dan bapak hanya diam dan saling memandang.

“Kenapa bu, pak? Belum selesai bacanya? Atau mau sofia bacakan?” Tanya Sofia.

Bapak menghela nafas sedih, begitu pula ibu. Tapi Sofia bingung. Harusnya ibu dan bapaknya bahagia mendapatkan kabar ini. Tapi kenapa kelihatannya malah sebaliknya.

“Maafkan ibu nak, ibu tidak tau harus bagaimana. Bapak dan ibu senang Sofia diterima di kampus yang kamu inginkan. Tapi kami tidak punya biaya untuk menyekolahkan kamu disana” ucap ibu.

“Kamu lihat sendiri, bapak dan ibu sudah tua. Ibu juga sering sakit-sakitan. Jadi tidak bisa membantu bapakmu di sawah” tambah ibu.

“Kenapa bu? Sofia sudah susah-susah berjuang untuk mendapatkan kampus yang Sofia inginkan. Tapi saat Sofia mendapatkannya, bapak dan ibu malah seperti ini?” Ucap sofia sambil menangis.

Tangisan Sofia sudah tidak terbendung lagi, ia merasa sedih karena semua usaha yang sudah dia lakukan terlihat sia-sia. Ibu dan bapaknya tidak mau mendukungnya mencapai cita-citanya.

Sofia langsung pergi ke kamarnya dan mengurung diri. Mengunci pintu dan menangis sejadi-jadinya. Dia marah pada orang tuanya.

\~*\~

“Bagaimana ini pak?”

Suara tangis Sofia terdengar sampai keruang tengah. Bahkan mungkin sampai keluar.

“Mau bagaimana lagi bu, bapak juga tidak tau. Ibu lihat sendiri. Bapak kan cuma buruh tani. Bekerja kalau ada yang menyuruh saja. Untuk makan saja kita pas-pasan. Apalagi untuk menguliahkan Sofia” ucap bapak.

“Tapi pak, kasian anak kita. Kelihatannya dia sedih sekali. Sampai meraung-raung begitu tangisannya. Ibu tidak tega” kata ibu sambil bersedih.

“Biarkan saja bu. Apa yang dia inginkan tidak semuanya bisa terwujud. Biar jadi pembelajaran untuknya juga”

“Kita sudah terlalu memanjakannya. Jadi biarlah dia berfikir dan menenangkan dirinya dulu” tambah bapak.

Akhirnya ibu menyerah dan membiarkan anaknya menenangkan diri dulu. Mungkin besok ibu bisa memberi pengertian sedikit pada Sofia saat dia sudah tenang.

\~*\~

“Nak, ayo bangun. Kamu tidak sekolah hari ini? Ini sudah jam 7, nanti kesiangan” panggil ibu sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Sofia.

Tidak ada jawaban.

“Sudahlah bu biarkan saja. Mungkin dia kecepan habis nangis semalaman” kata bapak.

“Ya sudah bapak pergi dulu ya. Mau mencangkul sawah pak Rudi”

“Iya pak, hati-hati. Nanti siang ibu bawakan makanan ke sawah” ucap ibu sambil salim ke bapak.

Akhirnya ibu memutuskan untuk ke pasar membeli lauk dan sayuran untuk dimasak.

“Nak, ibu ke pasar dulu ya. Kalau lapar itu sudah ibu siapkan nasi goreng. Dimakan jangan sampai sakit”

\~*\~

Sesampainya di rumah. Nasi goreng buatan ibu masih utuh di piring. Sofia belum keluar juga dari kamarnya. Tidak mau ambil pusing ibu langsung ke dapur untuk memasak.

“Nanti juga kalau lapar pasti keluar” pikir ibu.

Selesai memasak Sofia juga masih belum keluar dari kamarnya. Padahal waktu sudah siang hari.

“Biar saja, memang salah aku terlalu memanjakannya sejak kecil. Jadi seperti inilah dia” ucap ibu.

Ibu sudah menyiapkan makanan dirantang untuk makan siang bapak. Lalu ibu pergi ke sawah dan meninggalkan Sofia di rumah. Mungkin saat ibu pergi Sofia akan keluar dan makan makanan yang sudah disiapkan ibu.

\~*\~

“Ini pak dimakan dulu. Sudah siang istirahat dulu”

Ibu dan bapak pun makan, tak lama Danu lewat di pinggi saung dengan motornya.

“Pak bu sedang istirahat?” Tanya Danu.

“Iya nak, ayo ikut makan sini. Masih banyak ini makanannya”

“Mangga (silahkan) bu, Danu mau ke kota dulu beli pupuk. Kalo gitu Danu pamit dulu ya bu pak”

Bapak pun tersenyum dan mengangguk “Yok, mari nak Danu”

“Sopan ya pak, kalo melihat kita selalu menyapa”

“Iya bu, memang Danu anaknya sopan. Dari kecil juga seperti itu. Orang tuanya juga baik. Tidak heran kalau anaknya kurun dari sifat orang tuanya”

“Iya sepertinya cocok dengan Sofia” ibu tersenyum sambil berharap.

“Hush, jangan gitu. Mana mau nak Danu sama anak kita. Tampan begitu, kaya juga. Mana mungkin dia mau sama anak kita yang biasa saja seperti ini”

“Bapak ini ga boleh gitu sama anak sendiri. Anak kita kan cantik, pintar juga buktinya dia bisa masuk ke kampus yang dia inginkan”

“Sudah ibu jangan terlalu banyak berkhayal, nanti kalau tidak kesampaian sakit sendiri” ucap bapak.

\~*\~

Rumah kelihatan sepi sekali. Saat masuk ibu kaget karena makanannya masih utuh. Padahal sudah jam 4 sore tapi Sofia belum keluar juga. Ibu khawatir akhirnya ibu ambil kunci cadangan di gudang untuk membuka pintu kamar Sofia.

Saat dibuka dilihatnya Sofia yang terbaring lemas, saat dibangunkan Sofia tidak menjawab ataupun bergerak. Ibu keluar rumah sambil menangis, berniat meminta bantuan tetangganya atau siapapun untuk membawa Sofia ke puskesmas.

Tapi saat dipanggil-panggil tidak ada yang menjawab. Tidak lama lewat Danu dengan motornya. Dia kaget melihat bu Santi menangis, akhirnya Danu berhenti dan menanyakan keadaan bu Santi.

“Kenapa menangis bu? Ada yang bisa Danu bantu”

Bu Santi akhirnya berteriak dan meminta bantuan Danu.

“Sofia nak Danu, Sofia..”

“Dia tidak bangun-bangun dari tadi. Sudah ibu bangunkan juga. Semalaman menangis, dari pagi belum makan”

Danu khawatir akhirnya masuk kerumah dan melihat Sofia terbaring lemah.

“Ayo bantu ibu bawa ke puskesmas nak, ibu takut dia kenapa-kenapa”

Akhirnya Danu membopong Sofia dan dibawa ke motornya. Dia membawa motor sedangkan Sofia ditengah dan dijaga ibu dari belakang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!