Cinta itu tidak menuntut apapun. Ia akan menerima apa adanya. Benar kata orang, kalau cinta itu buta. Leon sudah siap dengan setelan kantornya. Diliriknya wanitanyanya itu masih meringkuk di tempat tidur.
"Bangun, sayang!" Pria itu berbisik di telinga wanita yang masih memejamkan matanya itu.
"Masih ngantuk, Kak," jawab wanita itu masih dengan mata terpejam.
"Mau bangun sekarang atau Kakak ambilin air." Leon mengancam wanita itu agar cepat bangkit dari berbaringnya. Wanita itu langsung bangkit begitu mendengar kalimat 'ambilin air'. Padahal ia masih ingin bergelung dalam selimutnya. Akhir-akhir ini ia memang susah tidur dan selalu tidur larut malam.
"Ibel masih ngantuk, Kak." Wanita itu duduk sambil mengucek matanya.
"Kakak mau kerja. Kamu nggak mau temenin Kakak sarapan?" Leon mengelus pipi chuby wanita itu.
"Aku mandi dulu. Kakak duluan saja." Isabella bangkit menuju kamar mandi. Leon menggelengkan kepala melihat kelakuan wanita itu.
¤¤¤
"Jangan nakal di rumah!"
"Iya, Kak. Jangan bawel deh." Isabella memutar matanya jengah. Leon begitu berlebihan kepadanya.
"Nggak boleh ngebantah suami!" Leon mencubit hidung mancung wanita itu. Gemas sendiri dengan wanitanya itu.
"Hemm ...."
"Ingat pesan kakak!" kembali Leon mengingatkan Isabella tentang larangan-larangannya. Wanita itu kadang lupa jika tidak diingatkan.
"Iya, Ibel ingat. Tidak boleh urusin dapur kalau sendirian, kalau mau keluar minta anter sopir. Jangan lupa makan, vitaminnya juga di minum, dan jangan ngelakuin hal-hal yang membahayakan." Isabella menyebutkan serentetan larangan yang selalu dikatakan Leon. Sampai-sampai ia hapal apa saja larangan yang diberikan pria itu.
"Pinter. Jadi kalau ngelanggar siap-siap terima hukuman." Leon mengusap ubun-ubun wanita itu.
"Yes, My darling," ucap Isabella bergelayut manja di lengan suaminya itu.
"Hati-hati di rumah!"
Kecupan di kening wanita itu mengakhiri sesi pagi keduanya. Isabella tersenyum memandang mobil Leon yang sudah keluar dari pekarangan mansion mereka.
♡♡♡
Isabella menatap kesal kakak keduanya itu. Ingin sekali rasanya ia mengambil handphone di genggaman kakaknya itu, dari tadi kakaknya itu menghiraukannya.
"Kak Sean!" panggil Isabella mengguncang tangan kakaknya itu. Diam. Lelaki itu masih sibuk dengan benda pipih berbentuk persegi panjang itu.
"Kakak!" teriak Isabella kesal di telinga lelaki itu.
"Astaga! Apa sih, Princess?"
Lelaki bernama Sean itu. Lengkapnya Sean Alison, menatap adiknya kesal. Bayangkan saja suara cempreng adiknya itu membuat telingannya berdengung. Isabella menatap kakaknya dengan cengiran begitu melihat wajah tidak bersahabat sang kakak.
"Temenin Ibel main raket, Kak." Lily bergelayut di lengan kakaknya. Menatap kakaknya dengan tatapan polos memohonnya.
"Tidak mau. Kalau kamu jatuh lagi, habis kakak diomelin suami kamu." Sean kembali mengalihkan tatapannya pada handphone di genggamannya.
"Ihh, sama Kak Leon saja takut. Nanti Ibel yang tanggung jawab deh, please!" Isabella mengedip-ngedipkan matanya berharap sang kakak bisa luluh dengan tatapannya.
"Tidak. Tidak mau dan tidak boleh main raket!" Sean menjawab tanpa menoleh ke arah Isabella yang kini wajahnya sudah cemberut kesal.
"Aku sudah besar, Kak. Bukan anak kecil lagi," sungut Isabella kesal.
"Tetap tidak boleh!"
"Nyebelin! Ibel main sama Pak Dadang saja kalau Kakak tidak mau." Wanita itu pergi meninggalkan kakaknya. Mencari keberadaan Pak Dadang si tukang kebun untuk bermain raket dengannya.
"Pak, sini sebentar deh." Isabella memanggil pria paruh baya yang sedang memangkas rumput di taman belakang itu.
"Ada apa, Non?" pria paruh baya itu bertanya sopan.
"Temenin Ibel main raket ya, Pak?" Perempuan itu menampilkan wajah memohonnya kepada pria paruh baya di hadapannya.
"Jangan mau, Pak!" suara lelaki itu membuat Isabella dan Pak Dadang menolehkan kepala mereka. Isabella memberengut kesal melihat kakaknya itu. Kenapa kakaknya yang satu ini juga menyebalkan sih?
"Kak Sean ganggu saja. Pulang sana!" Isabella memberengut kepada kakaknya.
"Main sama yang lain saja ya, Non. Bapak banyak kerjaan." Pak Dadang langsung berlalu dari hadapan Isabella dan Sean. Isabella menatap kakaknya itu dengan tatapan permusuhan. Dirinya kesal sekali. Masa main raket saja tidak boleh. Dia bosan jika tidak melakukan apapun. Akh, menyebalkan!
"Ibel, mau kemana?" Sean berteriak ketika adiknya itu berlari menjauh darinya.
"Kalian semua ngeselin! Aku bukan anak kecil lagi!" teriak Isabella berlari menuju kamarnya. Sean menghela napasnya kasar. Kenapa adiknya itu mudah sekali ngambek? Wanita kecil itu memang masih labil. Sean melangkahkan kakinya menuju kamar adiknya. Bisa gawat kalau adiknya itu tidak mau keluar dari kamar. Dan bisa-bisa dia dihajar Leon. Oh tidak!
"Princes, buka pintunya!" Sean mengetuk pintu kamar bercat putih di hadapannya. Hening. Tidak ada jawaban dari sang pemilik kamar.
"Princes ...."
"Aku tidak mau ketemu kalau Kakak tidak mau temenin aku main raket!"
...To Be Continue .......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments