Levina segera turun dari mobilnya sambil membawa map kuning yang dimaksud oleh Deon.
Wanita cantik itu merapikan rambutnya terlebih dahulu sebelum melangkah melewati lobi.
Tentu dirinya harus tampil cantik dan modis. Siapa tahu ada pria yang tertarik dengannya dan bisa menjadi mangsanya selanjutnya.
"Permisi, saya ingin bertemu dengan Pak Deon. Pak Deon meminta saya untuk membawakan berkas miliknya yang ketinggalan di unit apartemen," ujar Levina pada resepsionis.
Sang resepsionis menatap Levina terlebih dahulu yang berpenampilan cantik dan modis. Meskipun hanya mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah muda serta rok span berwarna hitam di atas lutut, penampilan Levina memang sangat cantik. Belum lagi bentuk tubuhnya yang memang sesuai porsi membuat beberapa pria menolehkan kepala hanya untuk menatapnya dua kali.
"Maaf, kalau boleh tahu nama kepanjangan Pak Deon yang Ibu maksud, siapa?" Resepsionis wanita itu tersenyum profesional menatap pada Levina.
"Deoniel Firza. Dia sekretaris direktur," jawab Levina.
Deon memang bekerja sebagai sekretaris direktur. Maka tidak heran kalau pria itu memiliki gaji yang sangat besar sehingga seringkali Levina meminta banyak hal padanya ketika Deon menerima gaji.
"Oh, baik kalau begitu Ibu bisa langsung ke lantai 24."
Resepsionis tersebut sudah menghubungi Deon dan meminta agar Levina segera menuju lantai 24 di mana Deon berada tentunya.
"Kalau begitu, terima kasih." Levina tersenyum tipis kemudian langsung bergegas menuju lift yang akan membawanya ke lantai 24.
Kebetulan di dalam lift itu ada sosok yang baru saja masuk sehingga Levina hanya berdua dengan sosok pria itu.
Tidak lupa wanita itu menyunggingkan senyumnya pada sosok pria berwajah dingin di hadapannya. Levina kemudian menekan tombol 24 dan berdiri dengan tenang seraya mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
"Halo, De? Gue udah mau otw ke lantai 24. Lo jangan pergi ke mana-mana soalnya gue lagi males mau cari lo. Adik gue masuk rumah sakit, dan gue harus jaga dia." Levina ternyata menghubungi Deon.
"Gue masih di tempat gue. Di dalam ruangan. Lo tadi udah tunjukin kartu akses ke penjaga keamanan 'kan?"
"Ya iyalah! Kalau gue nggak nunjukin kartu identitas yang lo kasih, memangnya lo pikir gue bisa masuk? Kadang-kadang ya nalar lo itu memang nggak kemakan kalau lagi panik gini." Levina terlihat memutar bola matanya, mendengar pertanyaan konyol keluar dari mulut Deon.
"Ya gimana gue takutnya lo lupa bawa kartu akses yang pernah gue kasih ke lo. Ya udah kalau begitu gue tunggu di ruangan gue."
"Hmmm."
Levina segera mematikan sambungan telepon dan memasukkannya kembali ke dalam tasnya.
Tidak sengaja tatapan wanita itu jatuh ke depan di mana ia bisa melihat pantulan seorang pria yang berdiri di belakangnya juga tengah menatapnya.
Levina tersenyum tipis kemudian segera menggeser tubuhnya sedikit, takut-takut kalau pemandangan punggungnya bisa merusak mata pria di belakangnya.
Wanita itu bersandar pada dinding lift dan segera menegakkan tubuhnya ketika angka 24 sebentar lagi akan tiba.
"Ah, sampai juga ternyata," gumam Levina.
Wanita itu melempar senyum tipisnya pada pria tak dikenal itu sebelum melangkah keluar.
Sementara di belakangnya, pria yang sejak tadi menatap ke arah Levina mengikuti dari belakang dan tidak disadari oleh gadis itu.
"Ruangan lo yang mana, De?" Kembali wanita itu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya ketika ia melihat beberapa ruangan dengan pintu tertutup di lantai tempatnya saat ini berada.
"Lo udah sampai?"
Tak lama kemudian pintu sebuah ruangan terbuka dan menampilkan sosok Deon yang memegang ponsel diletakkan di telinga.
Segera Deon mematikan sambungan telepon dan memasukkan ponselnya di dalam saku celana.
Pria itu melangkah mendekati Levina kemudian tersenyum hormat.
"Kenapa lo senyum-senyum gitu? Ini jenis senyum menjilat." Levina yang tidak sadar situasi langsung memberikan komentar pada Deon yang menurutnya sangat aneh.
"Selamat siang, Pak Lukas."'
"Heh, sejak kapan gue jadi bapak-bapak? Bodoh lo itu nggak ada ubahnya, ya, Yon. Ck, gue jadi kasihan sama calon istri lo yang pasti bakalan kecewa punya suami kadang-kadang lemot macam lo." Levina melotot pada Deon sambil menatap miris pada sahabatnya itu.
Deon merapatkan tubuhnya pada Levina kemudian berbisik lirih di telinga sahabatnya itu.
"Gue lagi ngomong sama atasan gue yang ada di belakang lo, bodoh."
Bisikan itu cukup kuat sehingga pria yang berdiri di belakang Levina bisa mendengarnya.
Apa yang diucapkan oleh Deon tentu saja membuat Levina membelalakkan matanya. Dengan hati-hati wanita itu memutar tubuh dan menatap terkejut pada sosok pria yang agak dewasa berdiri tepat di belakangnya. Hanya berjarak beberapa meter saja, sudah membuat Levina bisa mencium aroma parfum yang dipakai oleh pria itu.
"Pak Lukas, saya minta maaf akan kecerobohan sahabat saya. Dia kalau ngomong memang kayak Mamak komplek yang lagi ghibah." Deon menundukkan kepalanya dengan hormat pada bosnya itu. Tidak lupa ia juga mencubit lengan Levina agar memberi hormat pada atasannya yang secara tidak sengaja mendengar kata-kata Levina.
"Deon! Sakit lengan gue lo cubit. Lo kalau jadi manusia nggak kira-kira." Levina meringis sambil menyentuh lengannya. Levina kemudian tersenyum dengan sopan menatap pada atasan dari sahabatnya sendiri. "Selamat siang, Pak bosnya Deon. Maaf kalau kata-kata saya mengganggu bapak."
Perubahan Levina tentu saja berubah beberapa derajat saat berhadapan dengan Deon dan juga pria bernama Lukas tersebut.
Senyumnya sopan dan tidak mengandung arti sama sekali. Lagi pula, Levina juga tidak tertarik sama sekali dengan laki-laki yang sudah memiliki istri. Target Livina hanya seorang pria yang mau menghambur-hamburkan uang untuknya.
Pria bernama Lukas dengan wajah dingin hanya bisa menganggukkan kepalanya, kemudian segera bergegas pergi menuju ruangannya yang berada di sudut.
Tak lama setelah kepergian Lukas, Levina menatap Deon. "Kenapa lo nggak bilang kalau ada Bos lo di belakang gue?" Wanita itu menatap geram pada Deon yang tidak mengatakan apa-apa tentang Bos pria itu yang berada di belakangnya.
"Ini salah lo sendiri yang kalau udah fokus sama satu hal bakalan tertuju sama itu saja." Deon mengambil map warna kuning dari tangan Levina kemudian membukanya untuk memeriksa jika sahabatnya ini tidak salah ambil. Setelah memastikan Levina membawa sesuai dengan apa yang diinginkannya, Deon tersenyum dan menepuk puncak kepala Levina. "Kerja bagus. Sekarang lo boleh pulang."
Spontan saja apa yang dikatakan oleh Deon membuat Levina menatapnya tak terima.
"Lo nggak bisa ngusir gue gitu aja. Ingat janji lo untuk teraktir gue makan sepuasnya. Tapi, nggak bisa nanti malam karena gue harus jaga Elga di rumah sakit."
Tubuh Deon lamban bergerak ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Levina. "Elga masuk rumah sakit lagi? Kenapa lo nggak bilang sama gue?"
"Tadi kayaknya gue pernah bilang kalau Elga masuk rumah sakit. Cuma karena panik dan cemas makanya nggak masuk ke pikiran dan telinga lo."
"Bisa jadi." Deon mengangkat bahunya. "Kalau begitu gue nanti bakalan ke rumah sakit setelah gue pulang dari kantor."
"Ummm. Kalau begitu gue pulang dulu, mau balik ke rumah sakit."
"Yup. Thanks."
Tidak lupa Deon mengangkat map kuning tersebut saat Levina berbalik pergi meninggalkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Andrea
wahh wahh pak kaku kaya nya belum punya istri tuh mbak levi
2024-02-03
1
renita gunawan
Lukas..Lukas.. jangan dingin-dingin gitu.awas nanti dirimu jadi bucin dengan levina
2024-01-06
0
renita gunawan
wah..wah.. sepertinya Levina bertemu juga dengan calon jodohnya nih😁😁
2024-01-06
0