Bab 2. Nathaniel Cristian

Levina yang sudah membersihkan diri kini berdiri di depan teras rumah, sambil melipat tangannya di dada menatap lurus pada jalanan di mana ia akan melihat keberadaan kedua adiknya jika keduanya sudah pulang.

Ini sudah hampir jam 6 petang lebih namun adik-adiknya itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Levina benar-benar dibuat geram dengan mereka yang membuatnya khawatir.

Tidak ada pakaian modis dan seksi yang dikenakan oleh wanita itu. Levina hanya mengenakan daster batik selutut dengan lengan pendek berwarna coklat yang biasa digunakannya. Sementara rambutnya sendiri digelung asal hingga memperlihatkan leher jenjangnya.

Beginilah penampilan Levina yang asli jika berada di rumah. Wanita itu terlalu malas dan tidak senang kalau berpenampilan yang agak berlebihan hanya untuk diam di rumah saja.

"Ke mana sih kedua bocah itu? Nggak mikir apa kalau kakaknya panik gini." Levina mondar-mandir di depan terasnya menatap terus ke arah jalanan berharap agar motor yang dikendarai oleh kedua adiknya segera muncul.

Tak lama kemudian wanita itu segera menegakkan tubuhnya menatap Nathan yang sedang membawa motor duduk di depan  sementara Elga sendiri duduk di belakang mengenakan masker serta helm. Tidak lupa jaket yang dikenakan serta kaos tangan juga dikenakan.

Levina mengubah ekspresi wajahnya kemudian tampak tenang menatap keduanya yang baru turun dari motor.

"Kak, maaf, tadi kami terlambat karena menemani Nathan mengambil jatah dulu." Elga sendiri segera turun dari motor, dan menghampiri Kakak perempuannya itu untuk meminta maaf atas keterlambatan mereka.

"Nggak apa-apa, El. Kakak nggak marah kok. Kakak cuma khawatir aja sama kalian berdua. Ya udah, Elga masuk ke dalam sekarang. Terus bersih-bersih. Kakak nggak mau kalau sampai Elga sakit besok."

Elga tampak lega karena kakaknya itu tidak marah. Pemuda itu tersenyum kemudian segera berbalik pergi setelah pamit pada Kakak perempuannya itu.

Ekspresi wajah Levina yang lembut saat berhadapan dengan Elga kini berubah ketika ia menatap Nathan yang baru saja memasukkan motornya ke dalam garasi yang terletak di sebelah rumah.

"Aduh, saatnya berhadapan dengan nenek sihir," gumam Nathan.

"Siapa yang kamu bilang nenek sihir, hemm?" Levina menatap tajam pada Nathan sambil meletakkan tangannya di kedua pinggulnya. "Bagus banget ya Nathan Christian, kamu pergi bawa adikmu dan pulang petang seperti ini. Bagus."  Levina segera menarik telinga Nathan. "Kamu 'kan tahu kalau Elga itu sensitif kulitnya. Kalau dia sakit memangnya kamu mau jaga di rumah sakit? Enggak kasihan sama dia, hmm?"

Rasa-rasanya Levina ingin sekali mengunyah telinga Nathan setelah dijadikan sup terlebih dahulu. Adik laki-laki ini memang paling bandel.

"Aduh, Kak, sakit telinga aku. Kakak kalau narik telingaku nggak kira-kira banget. Kalau telingaku copot dari tempatnya gimana? Memangnya Kakak ada gantinya?" Nathan berusaha menarik tangan kakaknya dari telinganya. Tarikan di telinga memang sering dilakukan oleh Levina pada Nathan.

"Kalau copot, tinggal ganti telinga kambing aja. Kakak benar-benar kesel sama kamu. Bisa-bisanya kamu bawa Elga keluar rumah."

"Kak, Kakak memangnya nggak kasihan apa sama Elga? Dia cuma pergi ke sekolah setelah itu cuma diam di rumah aja. Makanya tadi aku ajak dia buat pergi sekalian biar dia nggak bosen di rumah," kata Nathan.

"Kakak lebih kasihan kalau dia harus mendekam di rumah sakit selama beberapa hari. Kamu ini, ya Tuhan, Nathan. Bisa-bisanya kamu bawa Elga keluar." Levina menarik telinga adiknya sekali lagi kemudian segera melepaskannya.

"Sakit telinga aku. Minta duit." Satu tangan mengusap telinganya yang menjadi korban kekerasan sang kakak, sementara tangannya yang lain digunakan untuk diulurkan meminta uang.

Levina mendelik, "mau ini?"

Wanita itu menunjukkan bogem mentahnya pada sang adik yang membelalakkan mata kemudian segera berbalik masuk ke dalam rumah.

Sedangkan Levina sendiri hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Levina hidup hanya bertiga dengan adik laki-lakinya saja. Levina adalah anak tertua dari tiga bersaudara. Kedua adik kembarnya berusia 16 tahun dan mereka hidup tanpa bantuan kedua orang tua.

Ayah Levina menikah lagi dengan seorang wanita cantik dan meninggalkan istri serta anak-anaknya. Sang istri yang terlalu mencintai suaminya tidak terima dan merasa sakit hati akan penghianatan yang dilakukan oleh suaminya.  Sang istri mengalami depresi berat hingga berujung dengan kematian akibat bunuh diri yang dilakukannya.

Wanita bernama Reta itu akhirnya menghembuskan napas terakhirnya sekitar 15 tahun yang lalu di saat  Levina baru berusia 10 tahun dan adiknya masih sangat kecil.

Levina dan juga kedua adik kembarnya itu dirawat oleh nenek dan Bibi mereka. Setelah Levina dewasa dan sudah tahu cara mencari uang, wanita itu tidak lagi meminta bantuan pada bibinya juga neneknya yang memang hidup sederhana dan bukan berasal dari keluarga kaya raya.

"Nathan!" Suara Levina kembali berteriak saat masuk ke dalam dan melihat pemandangan sepatu serta tas milik Nathan yang diletakkan begitu saja  di ruang tamu rumah mereka.

"Kenapa, Mbak?"  Dina yang mendengar suara teriakan nyaring dari  majikannya segera melangkah keluar menghampiri Levina.

"Gue teriak manggil Nathan bukan elo, Dina!"

"Astaghfirullahaladzim, Mbak Levi. Jangan suka teriak-teriak seperti itu. Mbak Levi memangnya nggak takut kalau suara Mbak bakalan habis?"  Dina mengusap telinganya yang terasa gatal.

"Enggak!" Levina mendelik menatap Dina. "Mana Nathan? Dari tadi diteriakin nggak muncul-muncul juga."

"Mas Nathan masuk ke dalam kamarnya, Mbak. Katanya 'sih tadi mau mandi dulu."

"Katanya tadi mau mandi?" Levina mengulangi perkataan Dina seraya menatap tajam perempuan itu. "Dia udah enak-enak pergi ke kamarnya sementara tas dan juga sepatunya masih diletakkan begitu aja? Nathan!" Wanita itu berteriak di akhir kalimat hingga membuat Dina kembali menutup telinganya.

"Ya Allah, Mbak Levi. Kalau cuma merapikan sepatu dan juga tas punya Mas Nathan, saya juga masih bisa melakukannya dan Mbak nggak usah habisin tenaga buat teriak-teriak."  Dina menggelengkan kepalanya kemudian segera memungut tas dan juga sepatu milik Nathan yang berserakan.

"Ini tas dan juga sepatu punya dia. Kebiasaan banget itu anak nggak bisa rapi dikit."

"Ya namanya juga anak cowok, Mbak. Ya udah mau saya bawa dulu tas dan juga sepatu mas Nathan ke kamarnya."

Dina kemudian melangkah pergi menuju lantai 2 di mana kamar kedua majikannya itu berada.

Sedangkan Levina sendiri hanya bisa memijat pelipisnya yang terasa berdenyut kesakitan. Benar-benar Nathan ini selalu saja membuatnya emosi dan sakit kepala.

Wanita itu menyalakan televisi dan kebetulan televisi sedang menayangkan berita seorang aktris yang baru putus dengan pacarnya yang duda.

Sang aktris tampak sedih dilihat dari video, membuat Levina yang melihatnya mendengus.

"Putus sama pacar ya udah cari yang lain aja. Gitu aja kok repot." Levina berkomentar asal kemudian segera mengganti channel  yang jauh lebih baik daripada hanya sekedar mendengar berita tentang artis yang putus hubungan.

Terpopuler

Comments

Andrea

Andrea

ayah menikah lagi
ibu mati bunuh diri
sungguh perjalanan hidup mu mbak levi sabar ya mbak semoga author merubah hidup mu penuh kebahagiaan

2024-02-02

1

Andrea

Andrea

betul mbak levi putus ya cari duren baru ngapain mewek /Facepalm/

2024-02-02

1

Andrea

Andrea

ayah duralex dasar

2024-02-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!