Hidup dengan monoton itulah yang dilakukan oleh Lukas Barrac selama beberapa tahun terakhir.
Dirinya menjalani kehidupan dengan sangat membosankan. Dimulai dari pagi harus berangkat bekerja dan pulang malam hari.
Tidak ada waktu untuk menemani kedua putranya yang akan beranjak remaja untuk bermain. Tidak ada waktu untuk berkencan dengan wanita manapun karena Lukas tidak ingin.
Ibunya seringkali menjodohkannya dengan banyak wanita, biar mencari istri pengganti, namun Lukas tidak mau.
Sebenarnya ia juga tidak cukup trauma dengan pernikahan sebelumnya, namun entah kenapa rasanya ia tidak begitu tertarik untuk menjalin hubungan dengan wanita sampai kemudian beberapa kali matanya tidak sengaja bertemu dengan sosok wanita berpenampilan menarik dan juga energik.
Beberapa kali ia melihat wanita itu bersama sekretarisnya, entah itu tertawa atau bercanda.
Lukas mulai menumbuhkan rasa tertariknya pada sosok wanita itu. Namun, perasaan itu segera ia hilangkan ketika melihat beberapa kali ia melihat wanita itu bersama Deon dan mengira jika keduanya bisa saja memiliki hubungan.
Baru kemudian Lukas mendengar tadi jika mereka berdua menjalin hubungan persahabatan.
Hubungan persahabatan, eh? Lukas tidak percaya adanya hubungan persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang murni. Salah satu di antaranya pasti ada yang menyimpan rasa dengan yang lain.
Tak lama kemudian pintu diketuk dan menampilkan sosok Deon yang masuk dengan membawa berkas perencanaan yang baru saja diberikan tim perencana untuk diperiksa ulang oleh Lukas.
Memeriksa selama beberapa menit, Lukas kembali memberikan berkas tersebut.
"Wanita tadi, itu teman kamu?"
Deon baru saja akan berbalik dan agak terkejut ketika pertanyaan ini terlontar begitu saja keluar dari mulut Lukas yang tidak disangka-sangka.
"Maksud Pak Lukas, teman saya yang mengantarkan map tadi?"
Lukas menganggukan kepalanya tanpa ekspresi.
"Oh, dia sahabat saya namanya Levina. Saya minta maaf Pak kalau kelakuannya mengganggu bapak. Dia memang seperti itu. Tapi, orangnya baik kok." Deon membela sahabatnya di depan bosnya karena tidak ingin sahabatnya dicap buruk oleh atasannya.
Sementara Lukas menganggukkan kepalanya tanpa ekspresi.
"Kamu sekarang sudah 25 tahun 'kan? Cuti menikah kamu bisa kamu dapatkan kalau kamu berniat untuk honeymoon setelah menikah," ujar Lukas tiba-tiba. "Saya juga akan mempersiapkan tiket honeymoon kamu sebagai hadiah."
Manik mata Deon tentu saja bersinar cerah ketika mendengar jika bosnya ini berniat untuk memberikannya cuti serta tiket honeymoon.
"Kemungkinan saya akan menikah sekitar 2 tahun lagi, Pak. Tapi, meskipun masih 2 tahun lagi, cuti honeymoon dan juga tiketnya bapak masih menyediakan untuk saya?"
Suara Deon tampak antusias.
"Iya. Itu juga kalau kamu menikah. Kamu punya pacar memangnya?"
Deon yang ditanya tentu saja menganggukkan kepalanya dengan malu-malu. "Saya punya pacar, Pak. Dia lagi ambil pendidikan di Australia dan kemungkinan pulangnya tahun depan. Makanya kami berencana untuk menikah sekitar 2 tahun lagi, karena mempersiapkan semuanya juga membutuhkan waktu berbulan-bulan dulu," ujar Deon panjang kali lebar.
"Ternyata kamu sudah punya pacar yang LDR. Saya baru tahu akan hal ini." Lukas menganggukkan kepalanya seolah ia mengerti. "Terus pacar kamu nggak cemburu kalau kamu punya sahabat perempuan yang dekat sama kamu?"
"Pacar saya cemburu dengan sahabat saya?" Deon bertanya dengan aneh. Namun, karena melihat anggukan dari Lukas, akhirnya Deon menjelaskan. "Pacar saya dan sahabat saya sudah saling kenal sejak lama, Pak. Justru saya bisa punya pacar karena dicomblangin sama sahabat saya."
"Di comblangin? Bukannya kata orang zaman dulu, perempuan nggak boleh jadi Mak comblang kalau dia masih gadis. Takutnya nanti dia bakalan jadi perawan tua," ujar Lukas dengan serius.
"Eh?" Senyum Deon menegang karena ia baru saja mendengar fakta ini setelah bertahun-tahun hidup di dunia. "Masa iya, Pak, seperti itu? Saya baru tahu itu."
"Iya, ini menurut perkataan dari orang Italia kuno, yang pernah saya dengar."
Deon yang tidak tahu apa-apa menganggukkan kepalanya dengan serius. Mengingat pengalaman Lukas yang memang sering banyak pergi ke luar negeri dan mungkin sering mendengar hal-hal tersebut.
"Kalau begitu bapak tenang saja. Soalnya motto hidup sahabat saya itu, dia ingin hidup menggadis sampai tua."
Deon tersenyum dan tidak merasa bersalah sama sekali karena ia harus menyebabkan sahabatnya itu akan menjadi perawan tua mengingat jika memang itu adalah keinginan yang sering diungkapkan oleh Levina padanya.
Riak wajah Lukas agak sedikit berbeda ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Deon. Namun, pria itu tidak menyadarinya.
"Berarti sahabat kamu itu orang yang tidak pernah pacaran."
"Enggak kok, Pak. Sahabat saya itu punya banyak mantan pacar. Cuma nggak bertahan lebih dari 3 bulan. Soalnya sahabat saya itu agak matre. Dia hobi morotin uang cowok." Deon berkata terang-terangan tentang kondisi sahabatnya yang memang materialistis.
"Begitu."
Lukas menganggukan kepalanya.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak."
Deon membungkuk hormat sebelum akhirnya pria itu melangkah keluar dengan membawa map yang sudah ditandatangani oleh Lukas.
"Menjomblo sampai tua, ya?" Lukas meletakkan jari-jarinya di atas dagu sambil berpikir keras.
Sementara di sisi lain.
Levina baru saja mematikan sambungan teleponnya bersama Aldo ketika tiba di depan ruang rawat tempat di mana Elga berada.
Sebelum masuk, wanita itu mengetuk pintu terlebih dahulu. Tak lama ia mendorong pelan dan melihat Nathan yang kini menatap ke arahnya, begitu juga dengan Elga yang sudah bangun sejak beberapa jam yang lalu.
Levina melangkah mendekati tempat tidur dan meletakkan punggung tangannya di dahi Elga untuk memastikan jika demam adiknya sudah turun.
Setelah memastikan suhu tubuh Elga sudah agak normal, barulah Levina bisa bernapas dengan lega.
"Syukurlah, adik kakak yang ganteng ini udah agak mendingan demamnya." Wanita itu mengucap syukur sambil tersenyum menatap Elga. "Kakak belikan kamu buah apel kesukaan kamu. Nanti kakak minta sama Nathan buat kupas apelnya," ujar Levina pada Elga.
"Kok aku, Kak?" Suara protes Nathan terdengar menatap tidak terima pada kakaknya.
Levina menolehkan kepalanya ke belakang menatap pada Nathan. "Kamu nggak lupa 'kan kenapa Elga bisa ada di sini?"
Segera, Nathan memasang wajah cemberut menatap kakaknya.
Meski begitu tidak urung tangannya tetap mengambil pisau dan juga buah yang baru saja dibeli oleh kakaknya dan dicuci dengan bersih.
"Dua hari lagi kamu baru boleh pulang dari rumah sakit. Setelah ini, jangan mau pergi ke sembarangan tempat kalau diajak sama Nathan. Mengerti?"
Demi keselamatan adiknya tentu saja Levina harus bersikap tegas.
"Iya, Kak. Maaf, ya karena aku, Kakak jadi repot harus rawat aku di rumah sakit." Elga tersenyum meminta maaf, yang langsung mendapat tanggapan berupa gelengan dari Levina.
"Kamu nggak ngerepotin Kakak sama sekali. Kakak justru senang bisa bantu dan rawat kamu." Levina berbicara dengan suara lembutnya, membuat Nathan berteriak dengan suara yang agak keras hingga mendapat pelototan dari Levina.
"Bohong aja!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Andrea
ehh ternyata pak kaku duren toh kirain belum punya istri
ehh emang duda gk punya istri kan 🤔😂😂
2024-02-03
1
renita gunawan
duuh.. akhirnya gara-gara Deon,Lukas tau juga kalo Levina itu cewek matre.semoga saja lukas jadi tidak membenci Levina karena itu.karena Levina juga matre karena ingin membahagiakan adik-adiknya
2024-01-06
1
renita gunawan
astaga,deon.mulutmu asal nyablak saja.dirimu g'tau saja,kalo lukas itu naksir dengan levina
2024-01-06
0